Share

6. RUTH PERGI JAUH

Jelang sore hari Ruth telah menyiapkan barang bawaan untuk menjumpai bundanya, oma Elkana, di Palembang.

Dia sempat sedikit kecewa karena Hizkia tidak menjelaskan kejadian tempo hari di kantor seperti apa. Padahal ia akan bersedia mendengarkan.

Ruth juga enggan menanyakan langsung. Ini termasuk janji mereka sebelum menikah untuk tidak ikut campur dalam urusan pribadi pasangan.

Ruth tersenyum melihat Elkana yang gembira bermain tanpa beban sedikit pun. Ia harus bertahan dalam pernikahan ini, sebab telah memilih maju sampai di titik ini.

Hanya saja, ia perlu menepi untuk tahu sejauh mana hati telah terpengaruh oleh pesona suaminya. Dan bagaimana akan melanjutkan pernikahan ke depan.

"Sudah bersiap?" Tanpa disadari Ruth, Hizkia telah pulang saat ini berdiri di belakang tubuhnya.

"Sudah," jawab Ruth.

"Hari Sabtu aku akan menyusul kalian." Itu artinya empat hari lagi. Mama Elkana diam tanpa merespons. Menjelang keberangkatan ke Medan, mama Elkana irit bicara.

Hizkia juga bingung harus bersikap seperti apa. Diamnya mama Elkana membuat Hizkia merasa kehadirannya tidak dianggap.

๐Ÿ’•๐Ÿ’•

Setibanya di bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, Ruth dan Elkana dijemput oma Elkana, Magdalena. Sebelumnya di Jakarta, Ruth menolak untuk diantar ke bandara Soekarno-Hatta dengan alasan tidak ingin mengganggu pekerjaan Hizkia. Ruth seolah sungkan pada suaminya sendiri.

Padahal Hizkia mengatakan tidak ada jadwal meeting, dirinya bersedia mengantar. Bertepatan dengan tawaran itu-taksi pesanan mama Elkana tiba-ia berpamitan dan memilih masuk ke dalam taksi yang akan membawanya ke bandara.

Sungguh ini membuat hati Hizkia meradang. Jangan karena usianya jauh lebih muda, lalu istrinya mulai tidak menghormatinya. Wajah Hizkia tampak tidak senang dengan perlakuan mama Elkana. 

"Gimana kabar Hizkia, Nak?" tanya Magdalena sambil memeluk sang putri dan berganti pada cucu semata wayang. Elkana menepuk-nepuk pipi omanya dan celoteh ma..ma..ma.

"Sehat Bunda. Belum bisa ikut, banyak kerjaan." Entah bagaimana, kebohongan mengalir di mulutnya. Tidak mungkin menceritakan kegusaran hatinya. Ruth kuatir akan menambah pikiran bundanya.

"Ya, tadi Hizkia sudah menelepon Bunda," terang Magdalena pada putrinya. Ternyata Hizkia ingat menghubungi bundanya Ruth.

Setiba di rumah bundanya, hati Ruth begitu damai. Ia berdiri di luar menyapu pandangan pada rumah masa kecil yang sangat menenangkan. Sampai matanya berkaca-kaca mengingat serunya kehidupan masa kecilnya. Bermain bersama teman, sekolah bareng, dijemput untuk menonton, dan kenangan manis lain.

Begitu pula saat memasuki kamar tidurnya yang telah beberapa tahun ini tidak dikunjungi. Sungguh dalam kondisi hati galau seperti saat ini, Ruth sangat rindu masa kecilnya terasa tanpa beban. Bermain adalah hidupnya.

Menikmati santapan di rumah begitu menyenangkan. Masakan bunda terasa nikmat dan memanjakan lidah. Ruth sementara waktu lupa mengabari seseorang di Jakarta. Ia keasyikan tenggelam dalam ingatan kisah masa kecilnya.

Dering ponsel berbunyi saat Ruth menemani Elkana bermain. Dia tidak memberi kabar telah sampai di rumah bunda pada seseorang yang kini sudah tiga kali melakukan voice call. Padahal ia tiba sore, hingga malam pun mama Elkana belum memberi kabar.

Meski tampak ragu, Ruth mengangkat panggilan itu.

"Ya... Ha--". Sebelum mama Elkana melanjutkan, suara di seberang menginterupsi. 

"Lupa punya suami, sampai tidak beri kabar?" sapaan kesal dari Hizkia terdengar jelas. Tidak lagi sabar dengan sikap mama Elkana yang menampakkan pengabaian. 

"Sore tadi sampai. Ada apa?" Ruth tenang menjawab.

"Apa ada masalah kalau suami menelepon istrinya?" Hizkia kurang enak mendengar nada kalimat istrinya. 

"Bukan begitu. Kami--" Lagi-lagi kalimat mama Elkana terpotong. Kali ini interupsi suara lembut seorang perempuan yang menanyakan apakah makan malamnya terasa enak atau tidak. Oh! Hizkia sedang bersama perempuan sampai malam begini

Sudah pukul dua puluh, Hizkia masih rapat? Atau ia makan malam dengan seseorang? Atau... banyak pertanyaan bergelut di pikiran Ruth.

Dadanya terasa sesak seketika mendengar kalimat selanjutnya. Perempuan itu mengatakan suhu ruangan yang terlalu rendah sehingga perempuan itu butuh kehangatan.

Apa-apaan mereka ini? Ingin berselingkuh terang-terangan di depan mama Elkana. Sungguh tidak tahu malu.

Ruth tidak akan memaki. Ia bukan perempuan seperti itu. Ia hanya menutup sepihak telepon suaminya.

Memikirkan apa yang suaminya dan kekasihnya lakukan, membuat Mama Elkana jijik sendiri. 

Bagaimana bisa ia diminta menikah dengan seseorang yang tidak punya adab. Seharusnya memilih tidak menikah adalah langkah tepat. Tapi nasi sudah jadi bubur, ia terikat janji suci. Ruth overthinking memikirkan kemungkinan masa depan pernikahan mereka.

Hizkia melakukan panggilan kembali, tapi Ruth memilih mengabaikan panggilan itu. Tidak lama notifikasi masuk ke ponsel Ruth.

[Mengapa tadi dimatikan?] pesan singkat Hizkia masuk.

Ruth membaca pesan tanpa membalasnya. Tidak sudi hatinya mengatakan bahwa ia sedang cemburu mendengar kedekatan suaminya dengan perempuan yang Ruth duga adalah Naomi.

[Selamat istirahat ya] pesan manis kembali masuk ke ponselnya. Masih dari suaminya. 

Terkadang Ruth merasa Hizkia perhatian padanya, namun kerap juga terlihat cuek. Ketidakstabilan sikap suaminya itu tidak bisa dianggap sebagai tanda telah tumbuh perasaan lebih untuk Ruth dari Hizkia.

Ruth memilih mematikan ponselnya. Ia datang ke Palembang berencana untuk menenangkan diri, bukan untuk terpicu rasa kesal akan tingkah suaminya.

๐Ÿ’•๐Ÿ’•

Ruth dan bundanya hari ini akan pergi jalan-jalan ke mal di Palembang. Setelah semalam ia dilanda rasa cemburu lagi, kini bepergian menjadi alternatif menyenangkan diri. Tentu saja si kecil Elkana turut serta, kereta dorong telah disiapkan Magdalena bagi cucu tercintanya.

Rencananya mereka mengitari mal yang dulu sebagai tempat tongkrongan Ruth sewaktu muda belia. Tidak lupa mencicipi makanan di restoran yang review-nya bintang lima hingga membeli buku dan mainan untuk Elkana.

Bersama sang bunda Ruth merasa kembali menjalani masa remajanya. Hanya berdua bundanya seperti dulu, bedanya kini ada Elkana si buah hati tercinta. Sementara ayah Ruth telah berpulang lama sewaktu ia masih duduk di bangku sekolah dasar karena peristiwa kecelakaan tunggal. Sejak itu, Magdalena tangguh berjuang sendiri membesarkan Ruth.

Sempat terbersit di benak Ruth bila saja tidak menikah lagi ia bisa hidup bahagia bertiga bersama bunda tanpa diusik perasaan cemburu atau kecewa karena tingkah pasangan. Mereka bisa berlibur, jalan-jalan, dan kegiatan kebersamaan lain.

Puas mengitari mal, mereka memutuskan pulang. Keranjang belanjaan penuh hari ini. Tiba-tiba, seseorang menyapa mama Elkana dari samping.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status