“Ada apa ini, Pak? Saya tidak pernah melakukan kesalahan yang bertentangan dengan hukum. Kenapa Anda datang sambil menodongkan senjata api ke arah kami?” tanya Antonio kepada 10 orang polisi yang saat ini ada di dalam ruangan tersebut.
Sementara itu, Naura memeluk Davin erat-erat, tak kuasa meluapkan kebahagiaannya karena Davin adalah superheronya. “Anak buah Anda sudah ditangkap dan sudah mengakui kalau Anda yang menyuruh mereka untuk merampok uang milik Nona Naura, yang akan digunakan untuk melunasi utangnya pada Anda,” sahut polisi itu. Mata Antonio melotot tak percaya dengan apa yang didengarnya. “Itu tidak benar, Pak! Saya tidak mungkin melakukannya. Ini pasti fitnah!” teriak Antonio, berusaha mengelak dari tuduhan polisi. “Jangan banyak bicara! Silakan ikut ke kantor polisi dan jelaskan di sana. Kalau memang Anda tidak bersalah, maka Anda akan segera dibebaskan. Tapi kalau Anda dengan sengaja melakukan itu dan terbukti sebagai otak dari perampokan ini, siap-siap saja mendekam di balik jeruji besi selama puluhan tahun,” kata polisi itu. Saat Antonio berusaha kabur, komandan polisi tersebut langsung meminta anak buahnya untuk segera mengamankan Antonio dan kaki tangannya yang masih ada di ruangan tersebut. Mereka langsung dibawa ke kantor polisi. Kini, tinggallah Naura dan Davin di tempat itu. Naura masih betah memeluk Davin karena saking bahagianya, pernikahannya dengan rentenir tua itu batal. “Terima kasih, Pak Davin. Saya tak tahu harus bicara apa. Kalau tidak ada Bapak, saya mungkin tidak akan selamat hari ini,” ucap Naura sambil menangis bahagia. Davin membalas pelukan Naura. “Semua itu tidak gratis, Naura. Ada harga yang harus kamu bayar,” ucapnya. “Saya akan mengikuti semua perintah Anda, Pak Davin, apapun itu,” kata Naura sungguh-sungguh, membuat Davin tersenyum puas. Jujur saja, sejak pertama kali ia menyentuh Naura, Davin tak pernah bisa melupakan kenikmatan mereka di atas ranjang. Naura berbeda dari wanita-wanita lainnya yang telah ia sentuh, apalagi Davin mendapatkan kesucian sekretarisnya itu. Maka dari itu, ia tidak akan membiarkan Naura lepas begitu saja. “Sekarang kamu milikku. Kapanpun aku menginginkanmu, kamu harus siap melayaniku tanpa peduli apakah kamu menjadi istri Aldo atau tidak,” ucap Davin tegas. Naura melepaskan pelukannya dan menjawab, “Saya siap, Pak Davin. Saya tidak peduli dengan Aldo. Justru di saat seperti ini, Anda yang datang menyelamatkan saya, bukan laki-laki yang sering mengumbar janji manis kepada saya. Saya janji, kapanpun Anda menginginkan saya, saya akan datang dan memuaskan hasrat Anda.” Davin tersenyum penuh kemenangan. Ia menempelkan bibirnya pada bibir Naura, melumatnya penuh hasrat, memberi gigitan kecil hingga keduanya melepaskan ciuman karena kehabisan oksigen. “Hari ini kamu milikku, dan kamu harus melayaniku minimal tiga ronde sebagai penebus hari sebelumnya,” kata Davin. Naura tersenyum. “Berapa pun yang Anda mau, saya siap melayani,” jawabnya tanpa keraguan sedikit pun. Baginya, lebih baik menjadi pelayan hasrat sang atasan daripada harus menikah dengan kakek tua itu. Keduanya masuk ke dalam mobil milik Davin. Bukan kantor yang mereka tuju meski masih jam kantor, namun sebuah apartemen yang akan ia berikan untuk Naura. “Kita mau ke mana ini, Pak?” tanya Naura saat mereka memasuki basement apartemen mewah itu. “Sebaiknya kamu tinggal di sini. Aku khawatir kalau kamu tinggal di kontrakan, Aldo bisa saja setiap saat datang lalu minta jatah padamu. Aku tidak ingin melihatmu bersentuhan dengannya. Kamu hanya milikku,” ucapnya penuh kepastian. Naura tersenyum sambil mengangguk kepada pria tampan di sampingnya. “Sudah saya katakan, saya tidak peduli dengan Aldo. Saya akan mencari cara agar bisa putus darinya. Saya lelah pacaran dengan pria yang sangat egois,” jawab Naura. Davin memberi satu kecupan di bibir sekretarisnya, lalu mereka masuk lebih jauh ke dalam unit apartemen. Setelah berada di dalam unit, Naura segera melepaskan seluruh pakaian yang seharusnya ia gunakan untuk menikah dengan Antonio. “Kamu ngapain?” tanya Davin sedikit heran ketika melihat Naura sudah melepas pakaiannya sebelum ia perintahkan. “Apa Anda yakin tidak menginginkan saya?” suara Naura terdengar manja dan menggoda. Dengan lancang, Naura mulai membuka pakaian Davin hingga tubuh keduanya polos. “Saya suka kamu yang seperti ini, Naura,” bisik Davin tepat di samping telinga sekretarisnya dan memberi gigitan kecil di sana. Davin membungkuk, meraup dada sang sekretaris yang membuatnya puas. “Aaaaaah, Paaaak,” desah Naura. Davin terus menikmati tubuh sekretarisnya hingga saat keduanya sudah tak bisa menahan hasrat, Davin mendorong tubuh Naura di atas sofa, lalu menghentaknya. Suhu di dalam ruangan itu mendadak menjadi panas, tubuh keduanya telah basah karena keringat. “Paaaaaaaaak,” Naura kembali mendesah. “Panggil aku sayang,” pinta Davin. “Sayaaaaaaang,” Naura kembali mendesah membuat Davin semakin terbakar hasrat. Sampai akhirnya erangan panjang terdengar dari mulut keduanya menandakan kalau mereka sudah di ujung permainan. Mereka tidur di sofa dengan posisi berhadap-hadapan. “Naura,” panggil Davin. “Iya Pak,” jawab Naura. “Maukah kamu menjadi simpananku?” Deg Jantung Naura berdetak sangat kencang mendengar permintaan sang atasan.Daniel Dominic Montgomery dan Darren Damian Montgomery adalah nama yang dipilih oleh kedua orang tua mereka dan sudah disepakati oleh keluarga untuk si kembar. Kedua bayi itu kini berada di ruang perawatan sang Mama. Setelah dilahirkan kemarin, mereka sempat dibawa ke ruang perawatan bayi, tetapi pagi ini mereka sudah dipindahkan ke ruang perawatan Rania. "Selamat ya, Nia! Aku senang banget akhirnya punya keponakan," ucap Raka. "Untung saja wajahnya kayak kamu," tambahnya lagi sambil melirik ke arah sang adik ipar yang usianya jauh di atasnya. Edward hanya tersenyum mendengar ucapan iparnya. "Kamu kapan menyusul, Raka?" tanyanya. "Menyusul? Bisa-bisa aku digantung sama Mommy dan Daddy. Pacaran saja nggak boleh, apalagi nyusul kalian nikah dan punya anak. Mommy bisa mati berdiri," kata Raka sambil melirik ke arah sang Mommy. "Bener kan, Mom?" tanyanya lagi. "Bukan cuma digantung, tapi Mommy akan ikat seluruh tubuh Raka biar nggak bisa bergerak," jawab Naura, membuat seluruh or
Sementara itu, di dalam mobil, Rania terus menangis. Tangannya mencengkeram erat kursi, napasnya terengah-engah menahan rasa sakit yang begitu menyiksa. Perutnya terasa melilit hebat, sakit yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Setiap gelombang kontraksi yang datang membuat tubuhnya menegang, dan air mata semakin deras mengalir di pipinya."Sabar ya, sayang… sabar… kita sebentar lagi sampai," ucap Edward, suaranya bergetar, namun ia berusaha tetap tenang untuk istrinya. Tangannya terulur, mengusap kening Rania yang penuh peluh. Ia ingin melakukan sesuatu untuk mengurangi rasa sakit istrinya, tetapi ia tahu tidak ada yang bisa benar-benar membantu selain memastikan mereka segera tiba di rumah sakit.Rania menggigit bibirnya, tubuhnya sudah mulai gemetar. "Sakit, sayang… sakit banget…" ucapnya dengan suara lemah, hampir seperti bisikan. Air ketubannya sudah pecah sejak beberapa menit yang lalu, dan kini darah mulai keluar, membasahi pahanya hingga betisnya.Melihat kondisi itu, E
"Bagaimana kalau kita menikah bulan depan saja?" tanya Bram tiba-tiba, menatap Monica dengan penuh harapan.Mereka sedang duduk di balkon kamar Monica. Awalnya, Bram berencana menemani Angelica di kamar ibunya karena gadis kecil itu ingin tidur bersama sang nenek. Namun, Laura tampaknya memahami situasinya dan justru menyuruh Bram untuk menemani Monica.Monica tersenyum lembut, tatapannya penuh kehangatan. "Aku ikut saja, sayang. Terserah kamu mau kapan, aku siap," jawabnya tulus. "Aku bahagia banget akhirnya Angelica mau menerima kehadiranku."Bram merasakan haru menyelimuti hatinya. Ia lalu meraih Monica ke dalam pelukannya, mendekapnya dengan penuh kasih sayang. "Terima kasih, sayang. Terima kasih juga karena sudah mau menerima pernyataan cinta dari seorang duda beranak satu," ucapnya dengan suara lembut.Monica tersenyum dan membalas pelukan itu. "Aku mencintaimu, Bram. Statusmu tidak pernah menjadi masalah untukku," bisiknya.Bram mengusap pelan punggung calon istrinya. "Tapi aku
Naura menghela napas panjang, matanya masih terlihat menerawang, seolah pikirannya belum bisa benar-benar menerima kenyataan yang baru saja terjadi. “Aku nggak pernah menyangka kalau Angelica bisa langsung menerima Monica sebagai calon Mama barunya,” ucapnya lirih, suaranya terdengar masih dipenuhi rasa haru.Saat ini, dia sudah berada di kamar bersama suaminya, Davin. Malam di London terasa lebih dingin dari biasanya, tetapi suasana hati Naura jauh lebih hangat setelah melihat kebahagiaan di wajah keponakannya tadi.Davin yang tengah bersandar di kepala ranjang ikut tersenyum, meskipun ada sedikit keterkejutan di matanya. “Iya, sayang. Aku juga tidak menyangka kalau Angelica secepat itu menerima kehadiran Monica. Aku pikir tadi, saat dia mencium foto Mamanya, dia tidak akan mau Mamanya digantikan oleh siapa pun.”Naura mengangguk pelan, memahami perasaan yang mungkin sempat berkecamuk di hati Angelica. Ia tahu betul seberapa besar gadis kecil itu mencintai sosok ibunya, meskipun tak
Angelica masih sibuk menyapa teman-temannya satu per satu dengan wajah ceria. Senyumnya terus mengembang, mencerminkan kebahagiaan yang begitu tulus. Sesekali, ia tertawa kecil saat berbincang dengan sahabat-sahabatnya, menikmati momen berharga yang baru pertama kali diberikan oleh sang Papa. Sejak kecil, Angelica memang tidak pernah merasakan pesta ulang tahun sebesar ini, dan melihat banyak orang yang datang hanya untuknya membuat gadis kecil itu merasa begitu istimewa. Bram berdiri bersama ibunya, Laura, serta Monica, sekretarisnya yang selama ini selalu berada di sisinya, mendukung setiap langkahnya dalam pekerjaan maupun kehidupan pribadinya. Tidak ada banyak orang di sekitar mereka, memberikan kesempatan bagi mereka bertiga untuk berbicara lebih leluasa tanpa ada yang mendengar.Laura menatap putranya dengan penuh arti sebelum akhirnya membuka suara, "Bram, kau benar-benar akan meminta izin pada Angelica untuk menikahi Monica?" Suaranya terdengar tenang, tapi ada sedikit kekh
Waktu terus berjalan, tanpa terasa minggu depan adalah jadwal kelahiran kedua anak Rania dan Edward. Perjalanan panjang yang mereka lalui bersama akhirnya membawa mereka ke titik ini—menanti hadirnya dua buah hati yang akan melengkapi keluarga kecil mereka.Sejak tiga bulan lalu, Rania telah resmi pindah ke Sun City, meninggalkan London untuk membangun kehidupan baru bersama Edward. Edward, yang sejak awal ingin memberikan kenyamanan terbaik bagi istrinya, sudah menyiapkan rumah mewah untuk Rania. Namun, meskipun Rania menerima rumah tersebut dengan penuh rasa syukur, menjelang persalinannya, dia lebih memilih tinggal di kediaman kedua orang tuanya. Bagi Rania, berada di dekat Mommy dan Daddy akan membuatnya lebih tenang.Bisnis butiknya yang kini berkembang pesat tetap berjalan dengan baik meskipun Rania sementara waktu harus istirahat dari dunia fashion. Dia mempercayakan pengelolaan butik itu kepada manajernya, tetapi setiap laporan tetap dikirimkan kepada William, asisten keper