SESAL ( Nikah Terpaksa )
Bab 1
By : Desy Irianti
"Jangan berharap lebih dari pernikahan ini!" ucap laki-laki yang baru saja menikahiku tadi pagi.
Seketika aku menoleh ke arahnya yang duduk di sudut tempat tidur. Lancar sekalinya bibirnya mengatakan seperti itu. Apa maksud dari ucapan Mas Firman?
"Kamu tidak usah kaget seperti itu! Lebih baik jujur di awal!" sambungnya lagi.
Jelas aku sangat kaget mendengar ini semua. Lidah tidak bertulang, tajamnya perkataan suami halalku, di saat baju nikah ini masih melekat di tubuhku.
"Kenapa kamu baru bilang sekarang! Kenapa mulut kamu tidak mengeluarkan suara waktu keluarga kamu meminta aku jadi istri kamu!" balasku dengan lantang. Ku sambut mata sinisnya saat melihatku.
Tidak pantas dia mengatakan seperti itu padaku. Seorang suami yang tidak punya etika dalam berucap.
Laki-laki yang tidak pantas aku hormati walaupun dia sudah sah menjadi suamiku sejak tadi pagi. Tak ada sedikitpun dia menghargaiku sebagai istrinya walau aku tahu pasti belum ada sedikit rasa cinta dan sayang terhadapku, apa yang dia rasakan sama aku juga merasakan.
"Ini semua aku lakukan mengikuti kemauan Mama Papaku!" ungkap Mas Firman.
"Truss! Dengan mengikuti kemauan mereka, kamu buat aku nangis batin setiap hari?" Kutatap wajahnya dengan mata serius. Kalau bukan karena aku mengikuti kemauan orang tuaku, tak akan pernah pernikahan aku dan kamu terjadi.
"Mas belum siap menerima kamu sebagai istri, apalagi kita tidak saling kenal!"
"Kamu pikir aku siap jadi istri kamu? Setidaknya aku masih bisa menghargai orang dengan tidak bicara kasar!"
Hana Amelia binti Hadi pranoto, masih terngiang di telinga. Dia sebutkan namaku lengkap dengan nama bapakku dengan lantang tanpa adanya kesalahan untuk diulang.
Pernikahan hasil perjodohan keluarga sepertinya akan membuatku hidup tertekan batin, suami yang memiliki sifat keras yang tidak aku ketahui sebelumnya.
Perjodohan yang membuat kami tidak mengenal karakter dan sifat pasangan yang akan menemani hidup selamanya kalau sanggup.
Aku dinikahi oleh laki-laki yang yang usianya lebih tua dariku sepuluh tahun. 32 tahun tepatnya umur Mas Firman, aku yang masih 22 tahun yang akan merayakan ulang tahun satu bulan setelah menikah.
Aku yang mengikuti kemauan Ibu Bapakku sama dengan Mas Firman mengikuti orang tuanya. Persamaan antara aku dan Mas Firman sebagai anak mau membuat senang orang tua walau hati tersiksa.
Tapi aku masih mau belajar mencintainya, walaupun tidak ada rasa cinta yang mendasari kami menikah. Pernah mendengar ucapan orang yang mengatakan, cinta itu akan datang seiring berjalannya waktu. Mudah-mudahan perkataan yang pernah aku dengar ini benar adanya.
Itu yang aku pegang saat mengiyakan keluarga Mas Firman memintaku untuk menikah dengan anaknya. Kenyataannya itu seperti mencari jarum dalam jerami.
Sulit sepertinya itu terjadi, melihatku saja dia seperti tidak ada hasrat. Memandangku saja penuh dengan kebencian.
"Kita sama-sama tidak saling cinta, ikuti mau orang tua yang membuat kita bersatu. Mas tidak akan melarang kamu, Mas juga tidak ingin kamu melarang apa yang sudah menjadi kebiasaan, Mas!"
"Oke, aku terima kesepakatan ini!" Tanpa pikir panjang langsung aku jawab.
Aku yang tidak pernah menyangka bakalan mempunyai rumah tangga seperti ini, apalagi mempunyai suami yang memberikan kesepakatan yang tidak masuk di logika otakku. Mungkin saja dia kaget dengan kehidupan baru ini, suatu hari nanti pasti dia pasti bisa berubah. Harapan ini yang masih bermain di otakku.
Setelah aku pernah berpacaran dengan Mas Heru, mantan terpahit yang aku rasa. Baru pertama pacaran sudah merasakan pahit diperlakukan seorang laki-laki. Mulutnya yang kasar membuatku ingin mengakhiri hubungan dengan dia.
Menerima perjodohan ini aku anggap keputusan yang tidak salah tapi ternyata salah, kasar mulutnya imbang dengan mantan. Bedanya tidak segampang itu aku putuskan Mas Firman karena baru hitungan jam terikat hubungan sakral.
"Kita sama-sama kerja di pabrik, pastinya banyak kawan yang kita punya." ucap Mas Firman.
"Trusss?! Aku memotong pembicaraannya yang belum selesai.
Mas Firman bekerja sebagai staf karyawan pabrik yang maju bergerak di bidang minyak, dan aku sebagai karyawan pabrik makanan. Kami sama-sama pekerja pabrik tapi tidak satu pabrik.
"Makanya, kalau orang belum selesai bicara jangan dipotong dulu!" Langsung di sambarnya lagi ucapanku.
Anggukan kepala aku mengiyakan apa yang dia ucapkan. Akibat suaranya yang cukup keras seakan dia selalu benar saja membuatku segera membantah yang dia ucapkan.
"Pastinya kita sama-sama punya banyak kawan, jadi kamu jangan melarang kalau Mas sering main sama mereka ataupun nongkrong sampai malam."
"Pikir saja sendiri sama kamu, kalau kamu masih mementingkan teman-temanmu dan pulang malam terus, apa kamu tidak malu sama mertua, sedangkan kamu masih numpang tinggal di rumahku!" sindirku dengan sangat jelas. Numpang tapi belagu.
Isi otaknya masih mementingkan kawan, sesekali mungkin masih bisa aku maklumi, kalau keseringan itu namanya kebiasaan yang buruk.
Masih numpang hidup di rumah mertua saja banyak tingkah. Setelah menikah kami masih tinggal di rumah orang tuaku. Aku yang diajak tinggal di rumah bersama orang tuanya serta sembilan adik-adiknya yang membuatku tidak punya kepikiran mau untuk mengiyakan dari sebelum menikah.
Sebelas bersaudara dan baru tiga orang yang menikah, keluarga besar dan besar juga masalah yang akan muncul jika aku tinggal di sana. Aku yang hanya tiga bersaudara, abangku sudah menikah dan tidak tinggal di rumah lagi, sudah punya rumah sendiri di atas tanah dari keluarga dari ibu. Dan sekarang hanya aku dan adikku saja yang tinggal di rumah, tidak masalah kalau aku masih numpang.
"Kamu kan yang tidak mau tinggal di rumah Mas?"
"Di rumah kamu yang sangat ramai itu? Mau tidur di mana? Pikirlah, jangan seenaknya saja bawa anak orang kalau tidak dikasih tempat yang layak untuk suami istri!"
Jelas lah aku memikirkan nasibku kalau tinggal di sana. Ipar yang sangat banyak bagiku akan menjadi salah satu masalah yang mulai datang. Dirimu sendiri saja sudah membuat masalah.
"Mulut kamu ya! Kamu pikir rumah orang tua Mas tidak layak!" Sifatnya semakin jelas kalau Mas Firman adalah orang yang pemarah. Terlihat sangat jelas sekali.
Aku yang memainkan alis ke atas membuatnya semakin geram melihatku. Seakan ingin menerkamku saja.
Menahan tawa melihat wajahnya seperti itu, marah sekali sepertinya dia padaku.
"Aku tidak bilang kalau rumah orang tua kamu itu tidak layak! Aku bilang tempat yang layak untuk suami istri, kalau tidak seramai itu di rumahmu tidak apa-apa."
Mana mungkin bisa hidup dengan tenang aku sana, pasti ada saja masalah yang akan datang beriringan.
SESAL ( Nikah Terpaksa )Bab 2 By : Desy IriantiTidak berpaling dia menatapku dengan sinis, aku yang cuek dengan pura-pura tidak melihat ke arahnya. Padahal hatiku dag dig dug, rasanya mau lepas dari tempatnya.Satu per satu aku melepaskan bunga-bunga yang ada di atas kepalaku. Riasan yang dipakai saat acara pernikahan tadi. Mengusap tebalnya make up yang menempel di seluruh wajah dengan tisu yang sudah diteteskan air mawar pembersih muka. Dengan perlahan aku kerjakan semua ini karena aku tahu akan lama selesainya, tak mau terbebani otakku dengan lelah."Tidak akan lama kita tinggal di sini! Cukup beberapa hari saja di rumah Ibu kamu!" Suara yang tegas terdengar di telingaku.Dengan santai aku mendengarkan ucapan Mas Firman, tatapan mataku masih tertuju ke benda persegi empat yang bisa melihat sebagian badanku. Cermin yang cukup besar di depanku.Fokus membersihkan wajahku yang masih belum bersih walaupun sudah dua kali aku oleskan tisu."Kamu dengar tidak?! Suami bicara malah di cu
SESAL ( Nikah Terpaksa )Bab 3By : Desy Irianti"Mas, Mas, bangun!" Menggoyangkan bahu atasnya berulang-ulang.Aku sudah menyiapkan makanan untuk di santapnya pagi ini, aku yang tidak tahu makanan kesukaannya tapi tetap saja aku masak untuk dia. Kalau Mas Firman tidak suka itu urusan belakang, setidaknya aku sudah berusaha.Tidak ada berbekal ilmu apapun untuk masalah di dapur, dibantu Ibuku untuk menyelesaikan masakan yang aku anggap enak rasanya tapi belum tentu enak di lidah orang lain."Mas, ini sudah siang.""Berisik kali mulut kamu! Mas masih ngantuk! Mas sudah ambil cuti satu minggu." Langsung Mas Firman menyambar ucapanku.Hanya ingin membangunkan dia karena jam sudah menunjukkan jam delapan. Rasa malu saat ditanya keberadaan suami saat makan pagi bersama keluarga yang menginap di rumah, bahkan aku rela bangun pagi dan sibuk di dapur menyiapkan makanan untuk suami tapi di bangunkan saja marah. Apa dia tidak terpikirkan itu di otaknya?"Firman kemana Han, kok gak kelihatan." t
SESAL ( Nikah Terpaksa )Bab 4By : Desy IriantiBiasa saja dia bilang rasa masakanku, tapi habis nasi satu piring beserta ikan dan sayurnya. Gengsi mengakui enak yang terasa dalam mulutnya itu. Apa tidak malu dengan kenyataan tak bersisa di piring?Aku yang menggerutu dan senyum getir sendiri melihat tingkah suamiku ini, kaku dan susah bernada lembut kalau bicara denganku. Padahal aku berusaha untuk bisa bicara lembut dengannya, apalagi di depan orang."Firman, kamu jangan malu-malu di sini ya. Han, kamu sebagai istri harus bisa melayani suami kamu dengan baik." ucap Ibu yang menghampiri kami di meja makan.Menarik kursi dan langsung duduk Ibu bergabung dengan kami. Masih dalam suasana bahagia mempunyai menantu baru apalagi Mas Firman menantu yang menjadi pilihan Ibu.Bukan aku yang tidak bisa melayani suami, suaminya saja yang tidak mau di urus. Bukan salahku kalau."Iya, Bu." ucap bersamaan dengan Mas Firman.Saling pandang aku dan dia, bisa-bisanya kami bersamaan mengucapkan kata
SESAL ( Nikah Terpaksa )Bab 5By : Desy Irianti"Apa tidak bisa kamu merayu Firman untuk tinggal di sini, Nak."Tatapan matanya yang terlihat ada air di kelopak bawah. Sedih yang iya rasakan sekarang ini juga ikut aku rasakan. "Aku juga merasakan hal yang sama Ibu rasakan, sedih." gumamku dalam hati.Belum pernah aku hidup jauh dari orang tua yang telah memberikanku kehidupan seperti ini enaknya, kasih sayang yang berlimpah, fasilitas yang cukup. Membuatku takut sebenarnya kalau hidup berdua dengan Mas Firman, apalagi dengan sifat buruknya. Tapi, inilah kehidupan. Ada resiko yang harus aku terima dari setiap pilihan yang sudah aku pilih."Bu, Hana sudah menikah. Bukannya kalau kita sudah menikah, lebih bagus tinggal terpisah dari orang tua? Ibu kan sudah sering dengar dari penceramah di pengajian." Aku yang pernah ikut ke pengajian dan dengan tema yang sama aku alami ini, setelah menikah lebih bagus tinggal terpisah dari orang tua. Akan ada banyak masalah yang akan datang jika satu
SESAL ( Nikah Terpaksa )Bab 6By : Desy Irianti"Han, hari ini mau masak apa?" tanya Ibu yang tiba-tiba sudah berada di dapur. Aku tidak pernah meminta Ibu untuk membantu bertempur di dapur, kebiasaan Ibu yang sudah menjadi tanggung jawab setiap harinya harus bermain di tempat ini.Aku yang tidak terbiasa melakukan rutinitas di dapur setelah sholat subuh, tapi aku kalahkan malas yang selalu melekat setiap hari di tubuh ini demi kewajiban menyiapkan makanan untuk seorang suami."Mau masak ayam goreng, sambal terasi dan sayur asem. Ini yang masih ada di kulkas.""Kamu bisa masaknya?" Ibu memastikan aku yang selama ini tidak pernah melakukan pekerjaan ini. Wajar saja kalau Ibu meragukan pekerjaan ini yang harus aku lakukan untuk seterusnya.Bermodalkan kuota ponsel, aku sudah menyimpan resep ini yang tadi malam aku searching di google. Setidaknya ada usaha yang aku lakukan."Bisa, Bu. Sudah ada resepnya dari google." jawabku dengan cengar cengir.Berusaha dulu, masalah rasa biar nanti d
SESAL ( Nikah Terpaksa )Bab 7By : Desy IriantiTanpa aku minta doakan yang baik-baik, sudah jelas dan pasti seorang Ibu akan mendoakan yang terbaik untuk untuknya."Pak, saya mau keluar dulu ya." Terdengar suara Mas Firman berpamitan sama Bapak yang sedang duduk di luar."Oh, iya. Hana tidak ikut?" Spontan Bapak bertanya pada Mas Firman, mata Bapak yang berusaha mencari sosok anak perempuannya di belakang tubuh menantu barunya.Sah menjadi suami, pengantin baru, pergi sendiri mau kemana? Tanda tanya besar yang terlintas di pikiran orang yang melihat."Tidak, Pak." jawabnya dengan singkat dengan menggelengkan kepalanya.Tanpa ada bilang satu kata pun Mas Firman kepadaku kalau dia ingin keluar, tidak tahu dia mau kemana, dan aku pun tidak bertanya padanya. Aku ingin dia yang memberitahu sebelum ditanya, tapi itu tidak mungkin.Tidak ada dia menghargaiku sebagai istrinya, tegur sapa pun masih sangat sulit dilakukannya. Aku takut lama-lama akan ketahuan sama Ibu tentang rumah tangga yan
SESAL ( Nikah Terpaksa )Bab 8By : Desy IriantiTok, Tok"Han, Hana." Tersentak aku dari tidur, suara Ibu dan ketukan pintu sampai masuk ke dalam mimpi."Iya, Bu." sahutku dari dalam kamar.Kesiangan, matahari lebih cepat bangun dari pada aku. Sinarnya sampai sudah masuk ke dalam kamar dari sela-sela jendela. Hangatnya matahari pagi terasa di tubuhku yang belum tersentuh air.Seperti biasa, laki-laki di sebelahku ini lebih lama lagi bangunnya. Aku yang menangisi kejadian tadi malam sampai larut malam, tubuh ini juga masih beralaskan selimut, tak tahu aku tidur jam berapa sampai bisa kesiangan.Kubersihkan seluruh tubuhku, masih saja aku risih dengan kejadian tadi malam. Walaupun dia sudah halal bagiku, tapi aku merasa takut bersamanya. Kenyamanan belum bisa aku rasakan bila di dekatnya."Mas, Mas, bangun!" Menggoyangkan pundaknya berkali-kali.Tidak ada respon darinya, sebelum aku masuk kamar mandi, sudah kubangunkan juga. Sampai akhirnya aku selesai, tidak juga terbuka matanya. Tid
SESAL ( Nikah Terpaksa )Bab 9By : Desy Irianti"Mas sudah tidak ada tabungan!" jawabnya tanpa melihat wajahku, menunduk sambil mengunyah makanan yang ada di mulutnya."Hahh! Tidak mungkin saja kamu tidak ada tabungan. Selama ini kamu kerja apa tidak ada kamu sisihkan sedikit untuk disimpan!"Santai saja dia terus menikmati makanan, seperti tidak ada masalah dalam hidupnya. Sampai habis tidak tersisa satu butir pun nasi di piring, Mas Firman tidak menjawab juga.Kesabaranku selalu diuji olehnya. Emosiku yang tadi sudah turun kini meletup-letup kembali."Kamu yang benar saja, sedikitpun apa tidak ada tabunganmu?""Baru beberapa hari juga menikahimu, banyak kali pertanyaan kamu. Semua tabungan sudah habis untuk biaya menikahimu! Puassss!" Menggelegar suaranya keras dengan bola mata yang membulat ke arahku.Aku tahu biaya pernikahan itu tidak sedikit, tapi tidak percaya sepenuhnya kalau tidak ada sisa sedikitpun. Gajiku yang lebih sedikit dari gajinya saja bisa menyisihkan untuk di tabu