SESAL ( Nikah Terpaksa )
Bab 2
By : Desy Irianti
Tidak berpaling dia menatapku dengan sinis, aku yang cuek dengan pura-pura tidak melihat ke arahnya. Padahal hatiku dag dig dug, rasanya mau lepas dari tempatnya.
Satu per satu aku melepaskan bunga-bunga yang ada di atas kepalaku. Riasan yang dipakai saat acara pernikahan tadi. Mengusap tebalnya make up yang menempel di seluruh wajah dengan tisu yang sudah diteteskan air mawar pembersih muka. Dengan perlahan aku kerjakan semua ini karena aku tahu akan lama selesainya, tak mau terbebani otakku dengan lelah.
"Tidak akan lama kita tinggal di sini! Cukup beberapa hari saja di rumah Ibu kamu!" Suara yang tegas terdengar di telingaku.
Dengan santai aku mendengarkan ucapan Mas Firman, tatapan mataku masih tertuju ke benda persegi empat yang bisa melihat sebagian badanku. Cermin yang cukup besar di depanku.
Fokus membersihkan wajahku yang masih belum bersih walaupun sudah dua kali aku oleskan tisu.
"Kamu dengar tidak?! Suami bicara malah di cuekin!"
"Kalau mau suami didengar ucapannya, makanya bicara itu yang bagus! Tidak perlu teriak-teriak! Telingaku masih berfungsi dengan bagus!" ucapku tanpa melihat wajahnya.
Terlihat jelas di wajahnya yang semakin marah melihatku, curi-curi pandang aku melihatnya. Tarikan napasnya yang kasar sampai terdengar di telingaku.
Tidak pernah bermimpi aku memiliki suami seperti ini, tapi kenyataan pahit yang harus aku hadapi setelah hari ini dan seterusnya. Tuhan, kuatkanlah aku. Buatlah aku menjadi wanita yang kuat.
"Silahkan saja kamu bawa aku dari sini! Tapi tidak ke rumah orang tuamu!" ucapku dengan suara yang pelan dan menatap ke arahnya yang terlihat panas dari tadi.
Mau dia bawa aku kemana saja itu sudah hak laki-laki yang memperistrikan aku, aku tidak akan menolak kecuali rumah orang tuanya. Menghindar dari ipar yang akan membawa banyak masalah. Sudah banyak kejadian yang aku lihat di depan mataku sendiri. Lebih bagus menghindar daripada sudah terjadi lebih parah nantinya. Susah untuk memperbaiki kalau sudah retak.
Masalah sudah datang di depan mata, masalah itu ada di seorang suami yang umurnya masih hitungan jam.
"Terserah, Mas mau bawa kemana saja!" jawabnya terdengar sombong.
"Iya! Terserah kamu mau bawa aku kemana saja, sudah sangat jelas tadi aku bilang! Kecuali rumah orang tua kamu!" Sambil aku membulatkan mata memandang matanya.
***
Indahnya malam pertama yang aku dengar dari teman-teman yang sudah menikah tidak seindah yang aku rasakan. Padahal aku berharap seperti yang pernah aku dengar.
Tidak ada kata manis, rayuan yang bisa membuatku melayang ke awan, belaian lembut, itu semua hanya mimpi. Suami yang melihatku saja seperti tidak ada hasrat untuk membersamaiku. Memang aku sadari tidak ada rasa cinta yang mendasari kami menikah. Lebih keterpaksaan yang mendasari kami menikah.
"Kamu mau kemana?" tanyaku yang melihatnya berjalan menuju pintu.
"Keluarlah dari kamar, bicara sama kamu pun tak ada guna!" Tanpa menoleh ke sumber suara yang berada tidak jauh dari telinganya.
Prak
Menutup pintu cukup keras, mungkin kalau ini rumah orang tuanya pasti lebih keras dari ini. Masih ada rasa malu di rumah Ibuku. Kalau rasa malu itu sudah tidak ada, keterlaluan namanya.
Masih banyak saudara dari pihak aku yang membantu di luar, mereka bahkan sengaja tidak pulang dan tidur di rumah dengan tempat seadanya untuk membantu keluarga kami sampai selesai. Banyak terima kasih pada mereka yang merelakan waktunya.
Kubiarkan saja dia di luar dulu, mungkin nanti masuk kamar hatinya mulai tenang dan tidak marah lagi. Berharap.
Aku yang membersihkan diri dimulai dari wajah yang begitu tebal dengan make up, sampai akhirnya melepas baju pengantin yang berat dan ribet, begitu banyak pernak-pernik yang menempel di baju dan hijab yang aku pakai. Melepas lelah yang seharian memakai sendal bertumitkan runcing ke bawah. Akhirnya lepas semua dari tubuhku.
Kupakai baju yang sudah disiapkan oleh temanku, jijik sih sebenarnya aku memakai baju ini, tapi mereka bilang memang seperti ini kalau malam pertama dengan suami. Tak ada salahnya aku coba pakai baju ini. Mana tahu pikiran suamiku berubah drastis setelah melihat aku memakai baju ini.
Tertidur karena kecapean sampai terlelap, terbangun karena terkejut. Tak ada sosok laki-laki yang menjadi suamiku di kamar ini sampai hampir subuh, tepat jam tiga malam dia belum juga masuk.
"Kamu ngapain saja di luar Mas? Jam segini baru masuk." Bertepatan dia masuk saat aku terbangun.
"Masih banyak orang di luar." Singkat, sepertinya dia tak berharap kalau aku bertanya lagi.
Hanya jawaban singkat dia langsung menarik selimut dan tidur membelakangiku. Apa tidak ada rasa saat dia melihatku yang sudah memakai baju seperti ini. Memang sih, baju ini tidak terlihat, keadaan badanku yang berada di dalam selimut. Mas Firman tak peka.
Seperti masih gadis saja diriku ini, tak ada bedanya tidur di saat masih sendiri dan sudah bersuami. Masih memakai guling yang menemani setiap malam. Pernikahan apa yang sudah aku lakukan ini? Suami seperti apa dia, sehat tidak? Otakku lagi jalan-jalan melayang sampai jauh.
Kupandangi wajahnya yang sudah tertutup mata setengah, aku tak tahu dia sudah tertidur lelap apa belum. Melebarkan kelima jariku sambil melambaikan di depan matanya tapi dia tidak tersadar. Ternyata memang seperti itu matanya kalau tertidur.
Terdiam dan membisu mulutku, duduk di depan suami yang tertidur. Otakku yang masih melayang memikirkan sifat suami yang tidak bisa aku bayangkan.
"Kamu ngapain di sini?" Tiba-tiba Mas Firman terbangun mendapatiku duduk di depannya. Apa yang harus aku jawab?
"Gak ada, cuma tadi ada nyamuk." Menggaruk-garuk kepala yang aku lakukan untuk menghilangkan rasa malu di depannya.
Aku yang bangun dari duduk dan kembali ke tempat tidur di sebelahnya. Melirik kembali ke arah matanya yang masih memperhatikan tingkah kaku yang kubuat.
"Mas mau tidur, ngantuk! Kamu juga tidur, tidak perlu kamu perhatikan dimana nyamuk itu hinggap!" sindir Mas Firman yang sepertinya dia tahu kalau aku memperhatikannya.
Anggukan kepalaku menjawab pertanyaan darinya. Aku mengikuti gaya dia tidur dengan membelakangi. Tidak ada yang terjadi malam ini seperti orang-orang yang telah menikah yang pernah aku dengar.
Mata ini yang susah untuk terlelap lagi jika sudah terbangun di tengah malam tapi untuk kali ini tidak berlaku. Capeknya tubuh ini seakan mau lepas antara tulang dan daging yang membuatku bisa menyambung tidur dengan terlelap setelah disuruh tidur oleh suami.
Semoga bisa menyambung mimpi yang indah tadi, daripada memikirkan suami yang sifatnya tidak jelas.
SESAL ( Nikah Terpaksa )Bab 3By : Desy Irianti"Mas, Mas, bangun!" Menggoyangkan bahu atasnya berulang-ulang.Aku sudah menyiapkan makanan untuk di santapnya pagi ini, aku yang tidak tahu makanan kesukaannya tapi tetap saja aku masak untuk dia. Kalau Mas Firman tidak suka itu urusan belakang, setidaknya aku sudah berusaha.Tidak ada berbekal ilmu apapun untuk masalah di dapur, dibantu Ibuku untuk menyelesaikan masakan yang aku anggap enak rasanya tapi belum tentu enak di lidah orang lain."Mas, ini sudah siang.""Berisik kali mulut kamu! Mas masih ngantuk! Mas sudah ambil cuti satu minggu." Langsung Mas Firman menyambar ucapanku.Hanya ingin membangunkan dia karena jam sudah menunjukkan jam delapan. Rasa malu saat ditanya keberadaan suami saat makan pagi bersama keluarga yang menginap di rumah, bahkan aku rela bangun pagi dan sibuk di dapur menyiapkan makanan untuk suami tapi di bangunkan saja marah. Apa dia tidak terpikirkan itu di otaknya?"Firman kemana Han, kok gak kelihatan." t
SESAL ( Nikah Terpaksa )Bab 4By : Desy IriantiBiasa saja dia bilang rasa masakanku, tapi habis nasi satu piring beserta ikan dan sayurnya. Gengsi mengakui enak yang terasa dalam mulutnya itu. Apa tidak malu dengan kenyataan tak bersisa di piring?Aku yang menggerutu dan senyum getir sendiri melihat tingkah suamiku ini, kaku dan susah bernada lembut kalau bicara denganku. Padahal aku berusaha untuk bisa bicara lembut dengannya, apalagi di depan orang."Firman, kamu jangan malu-malu di sini ya. Han, kamu sebagai istri harus bisa melayani suami kamu dengan baik." ucap Ibu yang menghampiri kami di meja makan.Menarik kursi dan langsung duduk Ibu bergabung dengan kami. Masih dalam suasana bahagia mempunyai menantu baru apalagi Mas Firman menantu yang menjadi pilihan Ibu.Bukan aku yang tidak bisa melayani suami, suaminya saja yang tidak mau di urus. Bukan salahku kalau."Iya, Bu." ucap bersamaan dengan Mas Firman.Saling pandang aku dan dia, bisa-bisanya kami bersamaan mengucapkan kata
SESAL ( Nikah Terpaksa )Bab 5By : Desy Irianti"Apa tidak bisa kamu merayu Firman untuk tinggal di sini, Nak."Tatapan matanya yang terlihat ada air di kelopak bawah. Sedih yang iya rasakan sekarang ini juga ikut aku rasakan. "Aku juga merasakan hal yang sama Ibu rasakan, sedih." gumamku dalam hati.Belum pernah aku hidup jauh dari orang tua yang telah memberikanku kehidupan seperti ini enaknya, kasih sayang yang berlimpah, fasilitas yang cukup. Membuatku takut sebenarnya kalau hidup berdua dengan Mas Firman, apalagi dengan sifat buruknya. Tapi, inilah kehidupan. Ada resiko yang harus aku terima dari setiap pilihan yang sudah aku pilih."Bu, Hana sudah menikah. Bukannya kalau kita sudah menikah, lebih bagus tinggal terpisah dari orang tua? Ibu kan sudah sering dengar dari penceramah di pengajian." Aku yang pernah ikut ke pengajian dan dengan tema yang sama aku alami ini, setelah menikah lebih bagus tinggal terpisah dari orang tua. Akan ada banyak masalah yang akan datang jika satu
SESAL ( Nikah Terpaksa )Bab 6By : Desy Irianti"Han, hari ini mau masak apa?" tanya Ibu yang tiba-tiba sudah berada di dapur. Aku tidak pernah meminta Ibu untuk membantu bertempur di dapur, kebiasaan Ibu yang sudah menjadi tanggung jawab setiap harinya harus bermain di tempat ini.Aku yang tidak terbiasa melakukan rutinitas di dapur setelah sholat subuh, tapi aku kalahkan malas yang selalu melekat setiap hari di tubuh ini demi kewajiban menyiapkan makanan untuk seorang suami."Mau masak ayam goreng, sambal terasi dan sayur asem. Ini yang masih ada di kulkas.""Kamu bisa masaknya?" Ibu memastikan aku yang selama ini tidak pernah melakukan pekerjaan ini. Wajar saja kalau Ibu meragukan pekerjaan ini yang harus aku lakukan untuk seterusnya.Bermodalkan kuota ponsel, aku sudah menyimpan resep ini yang tadi malam aku searching di google. Setidaknya ada usaha yang aku lakukan."Bisa, Bu. Sudah ada resepnya dari google." jawabku dengan cengar cengir.Berusaha dulu, masalah rasa biar nanti d
SESAL ( Nikah Terpaksa )Bab 7By : Desy IriantiTanpa aku minta doakan yang baik-baik, sudah jelas dan pasti seorang Ibu akan mendoakan yang terbaik untuk untuknya."Pak, saya mau keluar dulu ya." Terdengar suara Mas Firman berpamitan sama Bapak yang sedang duduk di luar."Oh, iya. Hana tidak ikut?" Spontan Bapak bertanya pada Mas Firman, mata Bapak yang berusaha mencari sosok anak perempuannya di belakang tubuh menantu barunya.Sah menjadi suami, pengantin baru, pergi sendiri mau kemana? Tanda tanya besar yang terlintas di pikiran orang yang melihat."Tidak, Pak." jawabnya dengan singkat dengan menggelengkan kepalanya.Tanpa ada bilang satu kata pun Mas Firman kepadaku kalau dia ingin keluar, tidak tahu dia mau kemana, dan aku pun tidak bertanya padanya. Aku ingin dia yang memberitahu sebelum ditanya, tapi itu tidak mungkin.Tidak ada dia menghargaiku sebagai istrinya, tegur sapa pun masih sangat sulit dilakukannya. Aku takut lama-lama akan ketahuan sama Ibu tentang rumah tangga yan
SESAL ( Nikah Terpaksa )Bab 8By : Desy IriantiTok, Tok"Han, Hana." Tersentak aku dari tidur, suara Ibu dan ketukan pintu sampai masuk ke dalam mimpi."Iya, Bu." sahutku dari dalam kamar.Kesiangan, matahari lebih cepat bangun dari pada aku. Sinarnya sampai sudah masuk ke dalam kamar dari sela-sela jendela. Hangatnya matahari pagi terasa di tubuhku yang belum tersentuh air.Seperti biasa, laki-laki di sebelahku ini lebih lama lagi bangunnya. Aku yang menangisi kejadian tadi malam sampai larut malam, tubuh ini juga masih beralaskan selimut, tak tahu aku tidur jam berapa sampai bisa kesiangan.Kubersihkan seluruh tubuhku, masih saja aku risih dengan kejadian tadi malam. Walaupun dia sudah halal bagiku, tapi aku merasa takut bersamanya. Kenyamanan belum bisa aku rasakan bila di dekatnya."Mas, Mas, bangun!" Menggoyangkan pundaknya berkali-kali.Tidak ada respon darinya, sebelum aku masuk kamar mandi, sudah kubangunkan juga. Sampai akhirnya aku selesai, tidak juga terbuka matanya. Tid
SESAL ( Nikah Terpaksa )Bab 9By : Desy Irianti"Mas sudah tidak ada tabungan!" jawabnya tanpa melihat wajahku, menunduk sambil mengunyah makanan yang ada di mulutnya."Hahh! Tidak mungkin saja kamu tidak ada tabungan. Selama ini kamu kerja apa tidak ada kamu sisihkan sedikit untuk disimpan!"Santai saja dia terus menikmati makanan, seperti tidak ada masalah dalam hidupnya. Sampai habis tidak tersisa satu butir pun nasi di piring, Mas Firman tidak menjawab juga.Kesabaranku selalu diuji olehnya. Emosiku yang tadi sudah turun kini meletup-letup kembali."Kamu yang benar saja, sedikitpun apa tidak ada tabunganmu?""Baru beberapa hari juga menikahimu, banyak kali pertanyaan kamu. Semua tabungan sudah habis untuk biaya menikahimu! Puassss!" Menggelegar suaranya keras dengan bola mata yang membulat ke arahku.Aku tahu biaya pernikahan itu tidak sedikit, tapi tidak percaya sepenuhnya kalau tidak ada sisa sedikitpun. Gajiku yang lebih sedikit dari gajinya saja bisa menyisihkan untuk di tabu
SESAL ( Nikah Terpaksa )Bab 10By : Desy Irianti"Kami pilih untuk ngontrak saja, Bu." Berpura-pura tersenyum manis, aku tahu kalau Ibu suka memperhatikan kami berdua. "Lebih bagus bangun rumah saja, kalian juga harus pikirkan masa depan. Sebelum punya anak, rumah harus sudah selesai. Kalau ngontrak tiap bulan harus sisihkan uang untuk membayarnya, apalagi nanti kalau kontrakan itu mau dipakai sendiri sama pemiliknya, capek kalau harus pindah-pindah. Apa itu sudah kalian pikirkan?"Benar sekali ucapan Ibu, berpikir untuk kedepannya. Tapi, tidak mungkin aku bilang kalau tidak ada sedikitpun uang dari Mas Firman, kalau hanya tabunganku tidak akan cukup. Bahkan masih sangat minim aku rasa.Terlihat jelas begitu banyak pertanyaan yang tak dapat Ibu keluarkan pada kami, tertahan diantara segan dan menghargai menantu barunya. Pilihan Ibu sendiri."Uangnya tidak cukup, Bu." Senyuman getir yang aku tutup dengan manis.Aku ambil alih semua jawaban atas pertanyaan Ibu, Mas Firman pastinya tid