“Ibu nggak nyangka kamu akan melakukan hal serendah itu, Inggit. Kamu bercumbu dengan pria bukan suamimu. Dan posisimu itu masih jadi istri orang!” omel Ibu Inggit yang amarahnya sudah terlanjur meletup –letup. “Apa kamu pelacur!” teriak Ibu Inggit. Sedang Inggit hanya diam. Sesekali air matanya menetes dan ia mengusapnya. Malu pada ibunya juga dirinya sendiri yang memang begitu murah.‘Tapi ya gak bisa dikata murah juga, sih. Cuma Albi yang aku punya. Itu pun baru kemarin kami melakukannya.’ Inggit membatin membela diri sendiri.“Bu, aku bukan pelacur main dengan banyak laki -laki. Aku cuma istri yang kesepian. Apa aku salah minta perhatian penuh dari laki –laki yang benar –benar mencintaiku dan tidak pernah menduakanku?” tanya Inggit tak terima.Ibunya makin kesal saja mendengar jawaban anak perempuannya itu. “Nggak salah kamu bilang, Nggit? Kamu itu punya suami. Dia yang sudah menafkahi kamu sampai bisa nyambung hidup begini! Kamu bisa bayangkan kalau Haris tahu!”“Ya aku ngerti
Mata Haris menyipit, sebuah viedo terlihat di layar ponsel milik Reynand. Melihat adegan sekilas di sana, dia langsung berpikir Reynand ini ternyata otaknya mesum juga.Namun, melihat tokoh wanita dalam video yang tak asing membuat Haris membeku dengan dua mata melebar. Belum lagi situasi latar rumah yang juga tak asing baginya. Direbut ponsel Reynand tersebut dari tangan pemiliknya.“Apa yang kamu lakukan?” tanya Reynand heran dan terkejut.Haris mengulang video dari awal. Di waktu yang sama, suara anak kecil merebut perhatiannya.“Abi!”Haris pun menoleh. Saat itulah, Reynand mengambil kembali ponsel yang berada di tangan suami Salma. Dia tak menyangka pria itu bisa bersikap tak sopan. Bertolak belakang dari apa yang dia tampakkan tadi di rumahnya. Seorang pria sholeh yang bahkan meneguk minum saja menyempatkan membaca doa lebih dulu.Karena perhatian Haris sudah fokus ke Farhan yang menghambur ke arahnya, lelaki itu pun tidak lagi memikirkan ponsel yang tadi diperhatikan pemiliknya
Agni melihat ke arah jam dengan gelisah. Sudah hampir masuk waktu Magrib, tapi ke dua orang tuanya, juga adik –adiknya belum juga pulang.“Mereka ke mana sih? Apa jalan –jalan? Makan bareng jamu tamu orang yang heboh tadi?” keluhnya yang merasa agak kesal.“Tapi nggak mungkin. Seenggaknya kalau pulang telat, karena mampir ke suatu tempat, Umi pasti kasih tau.” Agni mengetuk ketukkan bolpoin ke kepala.Gadis itu menghela napas panjang. Dia akhirnya harus mandiri dan bersikap dewasa seperti Hania kakaknya pesankan. Merasa lapar, gadis remaja itu pun berjalan ke dapur. Melihat masakan di atas meja makan seadanya.“Huft, Mi ... Mi.” Agni menggeleng. Ibunya itu tidak sempat masak karena terlalu sibuk, atau karena waktunya tersita memikirkan masalah abinya.“Oke, Agni. Mari kita memasak!” Gadis itu menggelung lengan dasternya. Sebelum melakukan pekerjaan itu, disempatkannya menyalakan ponsel dan merekam pekerjaannya.Tentu saja, hal itu bukan tanpa tujuan, dia ingin membanggakan diri pada H
“Mana Abi?” tanya Farhan yang sudah berdiri di dekat Reynand. Pria yang sedang membeku menatap Haris tergesa pergi memasuki mobilnya, lalu mobil itu perlahan meninggalkan area Majlis Ustaz Fawwas.Reynand menoleh dan menurunkan pandangan ke bawah. Menatap sosok mungil yang juga menatap Abinya dengan bingung. Anak kecil itu pasti berpikir, kenapa Abinya pergi dan tidak mengajaknya? Kenapa dia harus ditinggal? Padahal sedari tadi Farhan sangat lengket dengan Bapaknya.Melihat mobil Abinya bergerak menjauh, Farhan berlari mengejar. Mata Reynand melebar. Takut jika terjadi sesuatu pada anak kecil itu, ia pun bergerak mengayun langkah cepat sampai setengah berlari.Tak mendapat apa yang diinginkan Farhan menangis. Abinya benar –benar hilang dari pandangan, karena mobil itu bergerak semakin cepat di tikungan jalan. Tangis Farhan semakin menjadi ketika dua tangan kekar melingkar di tubuhnya yang mungil daan menghentikannya.“Abi!” Anak kecil itu masih berteriak di sela tangis. Ia seolah akan
“Sudah loe lakukan?” tanya Albi pada orang di ujung telepon. Dia ingin memastikan apakah temannya itu mengerjakan apa yang dia minta. Maklum, jaman sekarang pun walau pun katanya teman, mereka tetap berbisnis dan mengesampingkan loyalitas. Setidaknya itulah yang Albi pahami. Dan tadi ... dia lupa akan mengatakan pada James kalau akan mengirim uang. “He em.” James menyahut cepat. “Loe belum mengeceknya?” Pria itu balik bertanya. “Hah?” Mata Albi melebar dengan ke dua alis terangkat. Terkejut. Begitu cepat James bekerja bahkan sebelum dia membayar. Namun begitu, tentu saja Albi juga sangat senang karenanya. Tak membuang waktu, pria itu pun menggeser layar, mencari aplikasi Instragam. Di akun Inggit sudah tidak ada. Ia pun bergerak ke nama akun fake yang digunakan anonim tersebut memposting video. “Benar, sudah tidak ada James.” Albi menggumam selagi matanya fokus mencari ke segala akun yang mungkin diupload ulang oleh akun lain. Albi menghela napas lega, saat tidak lagi menemukan v
“Hah?” Ibu Inggit tidak mengerti. Tapi dengan sabar Karim menjelaskan sampai semua jelas. Raut wajah Ibu Inggit yang sangat kesal dan tegang sebelumnya berubah menjadi sebuah senyuman.“Ya, ya Pak aku ngerti.” Ibu Inggit menjawab sambil tersenyum ke arah Inggit. Sementara istri ke dua Haris itu menatap sang Ibu dengan ekspresi bingung.Dahi Inggit yang mulus mengerut karena secara refleks memikirkan apa yang sedang ibu dan bapaknya rencanakan sekarang? Sebagai boneka yang digerakkan dan diatur ke dua orang tersebut, dia hanya bisa bersabar. Menahan diri untuk tidak membantah. Terkadang sampai bertanya –tanya, kenapa dia bisa se –penurut itu?Kini Ibu dan Bapak Inggit sudah selesai bicara di telepon. Wanita itu pun tak sabar ingin memberi tahu apa yang Karim katakan pada anaknya. Ia kemudian lekas menarik Inggit untuk bicara.“Sini, sini!” Wanita itu mengarahkan anaknya ke sofa agar lebih nyaman bicara di sana. Seperti biasa, Inggit menurut dan mengikutinya.“Apa Bu?”“Lupakan yang tad
"Kalau begitu, apa Agni yang memposting video itu? Karena sejak awal, dia -lah yang memilikinya." Salma menggumam. Memikirkan betapa yang dilakukan anak di bawah umur itu sangat berbahaya untuk dirinya sendiri.Salma terpaku. Dia tak tahu harus melakukan apa sekarang? Tampaknya Pak Willis sekarang ada di pihaknya. Yah, kalau tidak mana mungkin dia memberikan flashdisk itu pada Agni, dan sekarang bahkan berbohong demi keselamatan Agni.Informasi mengenai pasal pidana pernikahan siri yang selama ini Salma abaikan, juga Pak Willis katakan padanya. Tangannya yang masih menggenggam dua ponsel itu, lalu bergerak menggeser layar. Ia kemudian ingin mencocokkan, apakah nomor yang tadi dihubungi Haris di Majlis adalah nomor yang sama dengan nomor Inggit yang disimpan pria tersebut di gadget satunya yang berada di tangan Salma?Tangan Salma meremas ponsel yang dipegang. Melihat bagaimana suaminya berusaha keras menipu dan memprioritaskan wanita lain, tekadnya semakin kuat untuk pergi.“Umi!” Sua
Beberapa waktu sebelumnya ....Karim berada di dalam taksi yang dipesannya secara online saat berada di rumah Willis tadi. Meski dengan buas dia menghajar pemilik perumahan di kontrakan lamany, tetap saja Willis masih mau berbaik hati membantu Karim. Pria tua yang sejak awal memang harus dihormati. Tatapan Bapak Inggit mengarah ke luar jendela. Senyumnya merekah. Dia senang, karena pria yang dia pikir adalah musuh dan menikam dari belakang, rupanya malah membantu Karim memuluskan niat. Dia bisa menghindarkan Inggit dari kemarahan Haris akibat video porno itu.“Bapak tenang saja. Berhenti mencari tahu siapa pelaku yang sudah memposting video itu.” Ucapan Willis terngiang –ngiang di telinga. Obrolan mereka tadi terekam jelas dalam kepala Karim.“Kenapa?” tanya Karim. “Kamu takut kalau ketahuan? Atau kamu melindungi orang yang menguploadnya sebab itu adalah bagian dari rencanamu memberikannya?” ketusnya lagi. Pria itu tidak akan mudah percaya pada ucapan pria yang sebelumnya sudah jelas