"Dikit, Rin!" jawabnya kemudian."Dikit, lo bilang? Mata lo sampai teler, lo bilang dikit?" sentakku."Kelebihan dikit, Rin! Kakak lupa kontrol," kilahnya."Lo kenapa, sih, Kak? Kenapa lo sampe mab*k segala? Kalo suami lo tahu, gimana?" tanyaku."Ckk! Mana pernah Mas Dewa tahu, apa yang kakak lakuin, Rin! Dia mana pernah peduli."Aku memicingkan mata mendengar jawabannya barusan. "Maksud, lo, Kak?"Kak Risma tak menjawab. Dia telah selesai menyisir rambut panjangnya itu. Lalu mematut tampilan dirinya di depan cermin."Kak!" teriakku."Apa, sih, Rin?""Jelasin. Kenapa lo sampai mab*k kek semalem?!"Kak Risma menghela nafas panjang. Lalu berjalan mendekat ke arahku. Lantas menghempaskan bobotnya di sebelahku. Aku dapat mencium wangi shampoo serta sabun mandi milikku yang dipakai Kak Risma. Ya, dia pasti memakainya semaunya. Bisa-bisa, shampoo serta sabun mandiku habis sebelum awal bulan nanti."Kakak bosen, Rin. Mau tiga tahun usia pernikahan, tapi gini-gini aja," ujarnya lesu."Gini gi
Takut-takut, aku memutar kepala, untuk menengok keranjang sabun yang kusimpan di atas bak mandi ini.Aku membelalak, saat melihat apa yang sedang kupegangi. "KAK RISMAAAAA!"Refleks aku berteriak dan menepis keranjang sabun hingga tercebur ke dalam bak mandi."Rin! Karina! Kamu kenapa?"Kak Risma menggedor pintu kamar mandi dari luar. Cepat aku membukanya."Kenapa, Rin? Ada apa?" tanyanya khawatir.Aku menelisik wajah cantik di hadapanku saat ini. Membuat Kak Risma mengibaskan tangannya di depan wajahku. "Karina?!""Kak, elo bener-bener stress! Lo pake dild*?" geramku.Kak Risma tidak menjawab. Dia menerobos masuk ke dalam kamar mandi. Menuju bak mandi, lalu tanpa ragu dia mengambil benda yang membuatku risih pagi ini.Kak Risma kembali ke arahku sambil memegangi benda itu. Dia menggeleng, dengan tawa meledek terurai di bibirnya. Aku memicingkan mata melihat tingkahnya itu."Liat beginian, kamu sampai segitunya, Rin?" ujarnya tanpa dosa. Lalu melengos keluar dari kamar mandi. Berjalan
FLASHBACK OFFAku menunduk, dengan kedua tangan menutupi wajah. Mengingat awal mula Kak Risma kembali dalam dunia liarnya. Kak Risma yang mulai pergi ke Club malam dan mabuk-mabukan. Kak Risma yang memilih menggunakan alat bantu demi kepuasannya. Juga Kak Risma yang mulai berkomunikasi kembali dengan Guntur, mantannya saat SMA dulu.Sejak kedatangannya dalam keadaan mabuk malam itu. Sejak saat itu pula, dalam seminggu entah berapa kali, Kak Risma datang ke kamar kost-ku dalam keadaan mabuk parah. Dia teler hingga akhirnya tepar dan tertidur di lantai kamar kost-ku. Dalam tidurnya, dia mengigau dengan menyebut-nyebut nama Guntur.Dari situlah terungkap. Bahwa Kak Risma memang kembali berhubungan dengan Guntur karena merasa selalu diabaikan oleh Bang Dewa.Ah, Bang Dewa. Pria tampan dengan tatapan tajam seperti elang itu. Kenapa dia tidak sedikit saja menaruh curiga pada istrinya? Seandainya Bang Dewa menaruh curiga pada istrinya. Mungkin semua perbuatan Kak Risma belum terlambat dan ma
POV SADEWA***Pagi hari.Aku duduk di kursi teras balkon. Menyesap rokok ditemani secangkir machiato yang masih panas.Aku masih menata hati. Tertatih membingkai kepingan hatiku yang tercerai-berai. Hari ini, dua hari setelah kematian Kharisma. Dua hari ini pula, aku disuguhkan kenyataan mencengangkan. Masa lalunya yang tidak pernah aku usik, justru memercikkan kepedihan begitu dalam pada hatiku.Aku mengenal Kharisma saat kuliah. Dia sebagai mahasiswi pindahan di kampus, berhasil membuatku jatuh hati pada pandangan pertama. Aku yang memang tidak pandai mendekati wanita. Meminta bantuan Guntur untuk mendekatkanku dengan Kharisma. Setelah meminta bantuan Guntur. Akhirnya aku bisa dekat dengan Kharisma.Awalnya, aku mengatasnamakan kedekatan dengan Kharisma itu persahabatan. Namun, jangan pernah percaya. Jika dua manusia beda jenis selalu bersama, murni bersahabat, tanpa melibatkan perasaan. Itu bohong. Tidak ada persahabatan yang murni antara lelaki dan perempuan. Persahabatan itu aka
Guntur nampak tersenyum pada kamera di depannya. Lalu berjalan membelakangi kamera. Membiarkan kamera merekam aktivitasnya.Aku memperhatikan latar tempat yang terekam. Entah itu villa atau sebuah resort. Namun, yang jelas, terdapat sebuah kolam renang dan dua kursi kayu untuk berjemur di depan sebuah bangunan. Sepertinya tempat itu di sewa secara privat. Karena tidak ada orang lain selain Guntur yang terlihat.Guntur berjalan menuju kursi berjemur. Dia merebahkan tubuhnya yang bertelanjang dada dan sangat atletis itu di atas kursi kayu. Selang beberapa detik, seseorang keluar dari kolam renang.Kharisma keluar dengan swimwear potongan one piece hitam. Memperlihatkan lekuk tubuhnya yang indah itu basah setelah dari kolam renang.Kamera yang merekam disimpan sedikit jauh dari mereka. Sehingga tidak ada suara yang bisa kudengar. Namun, video sangat jelas memperlihatkan apa yang mereka lakukan di sana.Kharisma dengan tubuh basahnya. Tanpa segan dan malu mendekati Guntur di kursi kayu. D
"Ad-ad-a fotonya ... Bang?" tanya Nakula terbata. Seketika, wajahnya nampak pias. Begitu aku mengatakan tentang foto Kharisma di club malam.Apa jangan-jangan benar, pria di samping Kharisma dalam foto itu Nakula?Aku menggeleng kuat. Meyakinkan diri, kalau pria itu pasti bukan Nakula. Entah itu siapa, aku belum bisa memastikan. Tapi aku yakin, itu bukanlah Nakula."Ada, Naku! Tadi Ibu udah abang kasih lihat. Makanya Ibu shock banget" jawabku pada Nakula.Aku memperhatikan reaksi Nakula. Tampak wajahnya semakin pias. Dia juga seperti gelisah."Kamu kenapa hmm?" tanyaku pada Nakula, karena reaksinya seperti orang tak nyaman."E—eh ... anu Bang, gue ikut ke kamar mandi, sakit perut ini!" jawabnya seraya berdiri. Lalu pergi ke arah belakang.Rupanya dia sakit perut. Pantas saja duduknya nampak tak nyaman.Aku segera duduk di samping Ibu. Menyodorkannya lagi segelas air untuk Ibu minum. "Bu, maaf Dewa harus memberitahu Ibu. Dewa cuma mau, Ibu sadar. Kalau kita selama ini sudah dibohongi o
Ah, Dewa. Apa yang kamu pikirkan? Kamu mencurigai adik kandungmu sendiri? Mana mungkin? Nakula adik kandungmu. Tidak mungkin dia mengkhianati kamu! Bisa saja aku memang lupa menutup pintu kamarku dengan rapat karena terburu-buru tadi. Aku meyakinkan dalam hati.Aku menghempaskan segala pikiran buruk yang menyergap. Menyangkal segala keanehan sikap Nakula pagi ini. Aku kenal adikku. Dia memang menyukai dunia malam. Dia sering keluar masuk club malam. Dia sudah tidak asing dengan bir dan minuman beralkohol. Dia memang cukup liar dalam pergaulannya. Tapi untuk mengkhianatiku itu tidak mungkin. Aku percaya pada Nakula.Gegas aku membuka pintu kamar. Lalu menyambar laptop yang masih ada di atas meja, melepas card reader dan menyimpannya di laci meja. Saat hendak keluar dari kamar, tanpa sengaja ujung mataku menangkap sesuatu.Aku berjalan mendekati ujung tempat tidur. Selimut di atas tempat tidur meninggalkan jejak remasan tangan. Jelas sekali. Aku tidak pernah meninggalkan kamar dalam kea
"Alat bantu sex?" Aku bergumam melihat benda yang menyerupai barang milik pria tersebut.BRANGG!Aku melempar benda itu ke dinding. Jadi, selain dengan Guntur. Kharisma juga memuaskan dirinya dengan alat bantu itu? Apa Kharisma memang hyper? Hingga tak cukup hanya satu rudal yang meledakkan dirinya?Aku mengusap wajah dengan kasar. Pantas saja, akhir-akhir ini saat aku masih bergelung dalam selimut. Kharisma sudah bangun dan keluar dari kamar mandi dengan wajahnya yang cerah merona.Padahal, jika aku tidak menyentuhnya saat malam hari. Maka, dia akan menggodaku untuk bercinta menjelang pagi harinya.Tapi entah sejak kapan tepatnya. Kharisma tak lagi seperti itu. Dia tak mempermasalahkan, saat aku tak rutin memberinya kebutuhan biologis.Apa jangan-jangan, aku ...? Ah tidak. Tidak mungkin. Aku sehat. Aku normal. Tidak ada masalah pada diriku. Itu hanya tuduhan yang tanpa bukti. Kalaupun benar aku ini seperti yang dituduhkan, mungkin aku tidak akan bisa menggauli Kharisma dengan baik. Me