SETELAH KEMATIAN ISTRIKU

SETELAH KEMATIAN ISTRIKU

By:  Sity Mariah  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
1 rating
91Chapters
11.8Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

BLURB Setelah kematian istrinya yang tragis. Satu demi satu jati diri sang istri pun terungkap. Membawa luka tak Terperi di hati seorang Sadewa. Setelah kematian istrinya, Sadewa baru menyadari. Bahwa istri yang begitu baik di matanya, ternyata tak lebih dari seorang perempuan murahan.

View More
SETELAH KEMATIAN ISTRIKU Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Sity Mariah
semoga berkenan, memberi bintang 5...️
2022-10-09 17:12:15
1
91 Chapters
Bab 1. Kabar Mengejutkan
Dering ponsel di atas meja menghentikan gerakan jemariku yang tengah sibuk dengan keyboard laptop. Kuraih ponsel cepat untuk melihat siapa yang memanggil. Ternyata dari nomor yang tidak dikenal. Kuusap layar ponsel untuk menerima panggilannya. Takut penting."Hallo …." Suara seorang lelaki terdengar dari ujung sana setelah panggilannya kuterima."Iya hallo?" balasku."Benar ini dengan Pak Sadewa, suami dari Ibu Kharisma?""Iya benar, saya Dewa. Istri saya memang bernama Kharisma. Ini dengan siapa?" Jantungku mulai tak karuan. Takut terjadi sesuatu pada Kharisma, istriku."Kami dari Petugas Kepolisian puncak Bogor. Ingin mengabarkan, kalau Ibu Kharisma ditemukan tidak bernyawa di penginapan mewah yang ada di puncak. Kami meminta Anda segera kemari, untuk mempercepat proses penyelidikan kematian istri Anda!"Seketika tubuhku membeku. Kharisma tewas? Di penginapan mewah daerah puncak? Kharisma memang pergi ke luar kota sejak tiga hari lalu, tapi ke Jakarta, bukan Bogor."Bapak jangan ber
Read more
Bab 2. Terlalu Menyakitkan
Aliran oksigen di otak rasanya menipis. Membuat pikiran buntu. Tak dapat berpikir lagi. Menerka pun sia-sia. Hanya akan menambah sesak dalam dada.Kharisma istriku ditemukan tewas di kamar ini bersama Guntur? Dan diduga karena overdosis? Astaga. Kenyataan macam apa ini?Aku menyandarkan kepala pada badan sofa. Menengadah, menatap langit-langit kamar di penginapan ini. Dadaku terasa sesak. Kuatur nafas yang tak beraturan.Kucoba untuk berpikir dengan jernih. Apa yang sudah Kharisma perbuat sebenarnya hingga bisa tewas bersama Guntur di dalam kamar ini.Dari ujung mataku. Jasad Kharisma sudah dibawa dalam kantung jenazah. Pun dengan jasad Guntur. Petugas membawanya keluar dari dalam kamar ini.Aku mendesah.Apa yang harus aku katakan pada orang tuanya nanti? Bagaimana aku memberitahu orangtua Kharisma, bahwa Kharisma sudah meninggal?Ibu ku juga. Apa yang harus kujelaskan pada Ibu mengenai menantu kesayangannya itu?Aku meremas rambutku seraya menundukkan kepala. Saat tadi Pak Hamdan me
Read more
Bab 3. Sering Ke Club'?
Jam 7 malam, aku mengendarai kembali Fortuner hitamku membelah jalanan untuk segera kembali ke Bandung. Tepat di depanku, mobil ambulance tanpa sirine, hanya menyalakan lampu rotator, membawa jenazah Kharisma. Setelah pemeriksaan jasad Kharisma selesai. Pengurusan fardhu kifayah, aku serahkan pada pihak rumah sakit kepolisian. Setelah semuanya selesai. Aku menyewa satu ambulance untuk membawa jasad Kharisma. Sedangkan aku, sendirian di dalam mobil."Aarrrkkhhh!" Kupukuli stir mobil dengan kepalan tangan. Kepala rasanya ingin meledak saat ini juga.Hasil visum dari jasad Kharisma benar-benar membuatku terpukul. Bulir bening mulai berjatuhan dari mataku.Kugigit bibir bawah dengan kuat. Menahan supaya tangisku tidak tumpah."Jangan menangis, Dewa! Jangan! Dia tidak pantas kamu tangisi!" gumamku pada diri sendiri.Dengan cepat, aku menyeka butiran bening yang tadi sempat membahasi pipiku."Aku tidak boleh—menangis! Tidak ..." parau aku berucap. Suaraku rasa tertahan di tenggorokan.Kupa
Read more
Bab 4. Tuduhan
Jasad Kharisma sudah dikuburkan. Dapat kudengar tangisan orang-orang terdekat Kharisma. Kedua orangtua juga adiknya. Begitu juga ibuku. Ibu yang duduk di kursi roda, akibat asam uratnya yang naik, tetap ikut mengantar Kharisma hingga ke peristirahatan terakhir, setelah semalam tidur di rumahku.Mereka semua menangis tersedu. Meratapi kepergian Kharisma yang tiba-tiba. Tidak ada yang menyangka bahwa wanita dengan tinggi 175 cm itu, pergi secepat ini.Aku berdiri di bawah pohon kamboja. Terhalang dua makam lain dari tanah kuburan dimana jasad Kharisma dikubur. Penguburan jasad Kharisma kuserahkan semuanya pada pengurus jenazah di komplek rumahku.Aku menolak ikut turun ke dalam liang lahat. Sedikitpun, aku tak menyentuh jasad itu. Aku jijik. Hatiku terlalu sakit. Aku pun menyaksikan penguburan jasadnya dari sini. Tidak berniat mendekat sama sekali.Kulihat mereka semua terisak. Papa mertuaku, terlihat memeluk papan nisan kuburan anak pertamanya itu. Papa mertua menangis. Begitu pun Mama
Read more
Bab 5. Apa Karina Sudah Tahu?
Plukk!Karina melempar tepat mengenai wajahku, surat keterangan kepolisian yang diremasnya. "Semua ini karena elo, Bang!" ucapnya lantang seraya berdiri.Aku yang tersulut emosi, juga berdiri. "Apa-apaan kamu hah?" tanyaku geram."Kak Risma selingkuh itu, gara-gara elo, Bang! Elo gak bisa jadi suami idaman! Elo gak bisa bahagiain kakak gue! Elo itu lemah di atas ranjang! Bukan Kakak gue yang murahan. Tapi elo yang nggak bisa puasin dia! Makanya dia selingkuh dari elo!" pungkas Karina menyudutkanku.Tanganku mengepal mendengar ucapan Karina barusan.Apa Karina sudah tahu kalau Kharisma itu selingkuh? Sialan!"Elo itu payah dalam urusan ranjang, Bang! Jadi bukan salah Kharisma, kalau dia cari kepuasan dari pria lain!" hardik Karina kembali.PLAKKK!Amarah yang sudah di ubun-ubun, membuatku akhirnya menampar adik ipar tidak punya etika seperti Karina ini."Kamu anak kecil, nggak usah sok tahu dengan urusan rumah tangga orang!" ucapku seraya menunjuk wajah Karina.Karina memegangi pipinya
Read more
Kenyataan Apalagi?
"Dewa ...." Aku melihat Ibu masuk ke dalam kamar. Aku yang baru saja merebahkan tubuh setelah selesai merokok dari balkon. Tidak berniat bangun.Pasti ibu ingin membahas tentang kebenaran yang tadi aku sampaikan.Ibu dipapah Bi Ima untuk duduk di tepi tempat tidur. Bi Ima gegas pergi. Meninggalkanku berdua dengan Ibu."Dewa, ibu mau bicara!" seru Ibu."Silahkan, Bu!" jawabku singkat. Aku masih diposisi rebahan."Mertua dan adik ipar kamu, pergi ke klinik. Dahi dan pelipis Karina ternyata robek, Dewa!" ujar Ibu.Aku tak menanggapi. Bocah tengil seperti Karina memang pantas mendapatkannya. Itulah akibat dari mulutnya yang asal cuap.Menuduh dan menghinaku di depan mertua dan ibuku sendiri. Luka robek itu masih bisa diobati. Tapi luka hatiku, karena pengkhianatan kakaknya juga tuduhannya tadi, entah kapan akan terobati."Dewa, apa benar, semua yang tadi kamu katakan? Rasanya, ibu nggak percaya!" tanya dan ungkap ibu kemudian.Aku menghela nafas. Lalu bangkit dan duduk menghadap ibu."Bu,
Read more
Menyakitkan
"Wa?!" Suara Argi menyandarku dari kebekuan. Argi terlihat mengibaskan tangannya di depan wajahku."I ... iya ... iya, Gi? Kenapa?" Aku tergagap menjawabnya."Kok, kenapa? Ada juga lo yang kenapa, Wa? Lo beneran nggak tahu, pernikahan sahabat lo sendiri?" Lagi-lagi, Argi tidak percaya, kalau aku memang tidak tahu pernikahan Guntur."Sumpah, Gi! Gue nggak tahu! Lo salah kali, yang nikah tiga tahun lalu bukan si Guntur!" sanggahku."Ck, bentar!" Argi mendecak. Lantas mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja. Kemudian memainkan ponselnya itu.Aku kembali menyulut sebatang rokok, dan menyesapnya dalam-dalam lalu mengepulkan asapnya melalui mulut. Ah, menenangkan sekali."Lo liat, Wa! Itu foto waktu nikahan si Guntur!" ujarnya, seraya menyodorkan ponsel miliknya.Aku memperhatikan. Ku perbesar foto di layar ponselnya itu. Seketika dahiku mengerut. Karena foto di ponsel Argi yang kuamati sekarang, memang foto pernikahan Guntur."Gue dikirimin foto itu sekitar tiga tahun yang lalu.
Read more
Lingerie?
Kini, aku sudah berada di depan rumahku, masih diam di dalam mobil. Aku memilih pulang dari cafe.Kulihat di depan pintu rumah sana, Bi Ima tengah berbicara dengan seorang pria berjaket kulit hitam. Entah siapa aku tidak tahu. Pria itu terlihat menyerahkan sebuah koper pada Bi Ima.Aku memicingkan mata. Itu seperti koper milik Kharisma, yang dibawanya saat izin pergi waktu itu. Bi Ima menerimanya, setelah itu, si pria tadi bergegas pergi dari teras rumahku.Setelah pria tadi benar-benar meninggalkan rumahku. Segera aku turun dari mobil. dan melangkah menuju teras rumah."Bi Ima!" seruku secepatnya dari ambang pintu. Bi Ima menghentikan langkahnya. Lalu berbalik. "Iya, Pak Dewa?"Aku melangkah masuk ke dalam rumah. Berjalan ke arah Bi Ima yang berdiri sambil memegangi dorongan koper."Pak, tadi ada yang mengantar koper ini. Katanya ini milik Bu Risma, yang lupa diserahkan pada Bapak," jelasnya, tanpa aku tanya. Bi Ima menyerahkan koper itu padak. Jadi benar, koper ini memang milik Kha
Read more
Ini Rumahku!
Kuularkan tangan untuk menyentuh lipatan kain berwarna merah menyala itu, dan menariknya ke atas."Lingerie?"Nafasku terasa memburu. Kurentangkan kain merah menyala, yang aku duga adalah lingerie.Ya, ternyata memang benar. Setelah aku merentangkannya. Terpampang di hadapanku, lingerie dengan aksen renda di bagian depannya. Dengan belahan dada super rendah.Jika dipakai oleh Kharisma yang tinggi semampai. Maka lingerie itu hanya sampai menutupi lututnya. Otomatis akan memperlihatkan, kaki jenjangnya yang putih dan mulus.Lingerie merah menyala, sangat kontras di kulit Kharisma yang putih. Jika Kharisma memakainya, tentu akan memperindah lekuk tubuhnya.Aku menelan saliva dengan susah payah. Tenggorokanku tercekat. Tanganku yang masih memegangi lingerie, terasa gemetar. Lekas kulempar dengan asal, benda itu dari tanganku.Aku melanjutkan memeriksa barang lain yang masih di dalam koper. Sejenak aku tertegun. Karena setelah lingerie merah menyala itu ku singkiran dari tumpukan isi kope
Read more
Kamu Serius?
Prank Prankk!Gelas beserta tekonya pun aku banting ke lantai. Hingga pecah semuanya. Apapun yang ada di dekatku saat ini, aku hancurkan. Sehingga ruangan depan ini, seperti diterpa badai.Secepatnya aku kembali menaiki tangga, masuk ke dalam kamar yang belum selesai Bi Ima bereskan. Mengambil bungkus rokok, lalu ke teras balkon. Duduk di kursi teras seraya menyulut sebatang rokok, dan menyesapnya.Semua ini membuatku benar-benar frustasi.Kusesap dan kuhembuskan asap rokok perlahan, yang akhirnya terasa begitu menenangkan.Aku salah. Seharusnya, aku tidak membiarkan Ibu, mengadakan dan menyiapkan acara tahlilan. Dari awal, seharusnya aku melarang keras pada Ibu. Aku tidak sudi, rumah yang aku beli dari hasil kerja keras dan hasil keringatku ini. Dijadikan tempat untuk mendoakan wanita pengkhianat itu.Rumah ini sudah aku miliki, satu tahun sebelum aku menikah dengan Kharisma. Tidak ada sedikitpun uang Kharisma dalam pembelian rumah ini.Andai Kharisma meninggal tidak dalam keadaan ya
Read more
DMCA.com Protection Status