Share

PERHATIAN PALSU

Aвтор: Mirah Official
last update Последнее обновление: 2021-05-04 06:13:07

Sore hari pun tiba, Kanaya membersihkan dirinya secepat mungkin untuk menunggu kedatangan Hayden. Pria itu sudah berjanji padanya akan pulang cepat. Dan sesuai perjanjian, Hayden tiba sebelum jam pulang kantor pada umumnya tiba. Pria itu tak lupa membawa beberapa buah tangan untuk Kanaya.

"Sepatu?!" pekik Kanaya penuh senang ketika membuka paper bag yang dibawakan oleh Hayden untuknya. Sepatu bermerk itu terlihat sangat cantik digunakan oleh Kanaya. Kaki jenjangnya sangat mendukung!

"Tidak berterimakasih?" tanya Hayden membuat kanaya yang sedang asik mencoba-coba sepatu menepuk dahinya pelan. "Astaga, aku lupa. Terimakasih sebelumnya, aku sangat suka! Kau seharusnya seperti ini setiap hari, aku akan ikhlas membiarkan kau pergi bekerja," ujar Kanaya membuat Hayden yang mendengarnya menggeleng pelan. Tanpa bekerja pun apa yang Kanaya inginkan akan Hayden cukupi, hanya saja, Hayden tidak bisa jika meninggalkan perusahaannya begitu saja. Perusahaan itu telah ia bangun dengan susah payah.

"Berjanjilah untuk tidak merajuk ketika aku hendak pergi bekerja. Kau sendiri yang menikmati hasilnya," pinta Hayden pada gadis yang kini mengangguk lucu dan siap menerima permintaan Hayden. Semoga saja bisa.

"Kau lelah bukan? Sebaiknya, bersihkan diri terlebih dahulu setelah itu biar aku bantu pijat. Bagaimana?" tawar Kanaya yang segera disetujui oleh Hayden. Kapan lagi dirinya akan mendapat perawatan terbaik dari gadis keras kepala itu.

Selama menunggu Hayden selesai mandi, Kanaya memilih untuk menyiapkan tempat guna bisa memijat Hayden dengan nyaman. Sofa berukuran besar itu menjadi tempat favorit Kanaya karena sudah seperti kasur kedua baginya. Tubuh yang mungil membuat Kanaya tidak masalah hendak ditempatkan di manapun.

Hayden yang baru saja selesai menggunakan pakaian serta merapikan rambut sedikit basah mendekati Kanaya yang duduk santai sendirian.

"Kau benar-benar hendak memijatku?" tanya Hayden memastikan. Gadis itu mengangguk semangat dan segera membawa Hayden untuk duduk bersandar dengan kedua kaki lurus ke depan.

"Kau pasti sangat lelah, betapa kurang ajarnya aku jika tidak bisa memberikan perawatan terbaik untukmu," ujar Kanaya membuat Hayden tersenyum senang mendengarnya.

"Lain kali jangan sepatu, tas pun tak apa. Ada model baru sekarang." Wajah Hayden yang sedari tadi berbinar kini digantikan dengan wajah kesalnya. Harusnya ia sadar jika baiknya Kanaya pasti menginginkan sesuatu di belakangnya.

"Tidak ada model baru. Kau tidak perlu menginginkannya," ucap Hayden yang tentunya ditolak mentah-mentah oleh Kanaya. Gadis itu beranjak sebentar untuk mengambil sesuatu di atas meja yang letaknya tak terlalu jauh. Majalah artis terkenal yang sedang memegang tas mahal itu membuat Kanaya menginginkannya. Dan satu-satunya orang yang bisa menuruti semua itu adalah Hayden. Siapa lagi jika bukan dia? Kalaupun ia bekerja, ia akan menggunakan uangnya sebaik mungkin dan memilih untuk membelanjakan pada keperluan yang benar-benar diperlukan saja.

"Lihat, ini model baru yang tentunya akan semakin cantik jika dipakai olehku. Kau mengerti bukan?" Hayden mengangguk, toh tidak ada gunanya berdebat dengan Kanaya karena pada akhirnya tidak akan pernah berhenti dan berakhir dirinya yang mengalah saja.

Pria itu segera menghubungi salah satu anak buahnya untuk membelikan tas seperti yang Kanaya inginkan. Esok barang itu akan tiba.

"Kau semakin tampan jika menjadi pria yang penurut," celetuk Kanaya membuat Hayden mendengus kesal. Untung sekali hartanya banyak, jika tidak, Kanaya sudah mengamuk sekarang.

"Ingat, jangan bersikap seperti ini pada orang lain. Cukup padaku dan hanya bergantung padaku," ujar Hayden dengan tegas. Kanaya mengangguk patuh mendengarnya.

Selesai memijat Hayden, Kanaya terlihat masih semangat dan belum merasakan kantuk sedikit pun. Sama seperti Kanaya, Hayden pun terlihat masih bersemangat mengerjakan beberapa pekerjaan untuk esok agar tidak terlalu banyak nantinya. Kanaya selalu meminta dirinya cepat pulang saja.

"Kau tidak lapar?" tanya Hayden pada Kanaya yang sedang duduk cantik di sampingnya. Tentu dengan kedua mata indah yang memerhatikan gerak-gerik lincah jari-jari Hayden menari di atas keyboard.

"Tidak. Ralat, belum. Mungkin tiga puluh menit lagi perutku akan berbunyi dan kau harus siap sendiri mengisinya dengan makanan agar berhenti berbunyi," ujar Kanaya membuat Hayden reflek melihat jam dinding yang tak jauh dengannya. Masih ada banyak waktu untuk asistennya tiba, itu artinya Hayden tidak perlu memasak.

"Aku ingin kau membuatkan telur mata sapi untukku. Kau bisa kan?" Celaka, Hayden menggeleng tanpa menatap Kanaya membuat gadis itu kesal. Dengan cepat Kanaya meraih dagu Hayden dan memaksanya untuk saling bertatapan.

"Akan aku buatkan," final Hayden saking tak teganya melihat wajah Kanaya yang hendak menangis itu. Keduanya segera bangkit dengan Kanaya yang terus mengikuti Hayden sampai akhirnya kembali duduk tenang dengan kedua pasang mata yang terus menatap Hayden.

Pria itu terlihat tidak takut sedikit pun pada minyak panas. Kanaya sangat ingat jika terakhir kali dirinya memasak namun ibu jari menjadi korbannya. Ibu jari mungil itu tidak sengaja menyentuh minyak panas membuat Kanaya trauma dan tidak mau menyentuh kompor dan minyak.

"Selesai," ucap Hayden setelah mempersembahkan telur mata sapi ya pada Kanaya. Gadis itu bertepuk tangan senang dan segera menyantap telur itu dengan lahap.

"Kau suka?" tanya Hayden, Kanaya mengangguk semangat dengan mulut yang penuh diisi oleh telur mata sapi tadi.

"Lain kali aku akan membuatkan kembali khusus untukmu," ujar Hayden dengan sungguh-sungguh namun masih tidak bisa dipercaya oleh Kanaya. Gadis itu menyipitkan kedua matanya membuat Hayden segera mengusap wajah cantik itu dari atas sampai bawah. "Aku janji." Barulah Kanaya bisa percaya.

Dua orang itu kembali duduk berdua pada sofa tadi dan menikmati acara televisi yang bisa mengisi waktu luangnya dengan baik.

"Kau tidak kedinginan?" tanya Hayden pada Kanaya ketika menyadari jika kaus yang digunakan oleh Kanaya cukup kecil.

"Menurutmu?" Kanaya berbalik tanya dengan maksud menyindir karena Hayden kurang peka padanya. "Mendekatlah," perintah Hayden sambil menepuk tempat di sebelahnya yang justru jika Kanaya duduk di tempat itu akan semakin menempel pada Hayden.

Tak mau membuat pria itu menunggu lama, Kanaya segera menggeser tubuhnya yang kini sudah semakin dekat dengan Hayden.

Tanpa diduga pria itu justru memeluk Kanaya, kini Kanaya bisa merasakan kehangatannya. "Ini jauh lebih hangat dan nyaman," ujar Kanaya membuat Hayden semakin enggan melepas pelukannya. Biarkan saja Kanaya nyaman, toh gadis itu akan tenang jika berada di pelukannya seperti ini.

Asisten kembali tiba untuk memasak makan malam, sedangkan Kanaya sendiri tengah menahan kantuk sampai mati-matian agar tidak tertidur. Pelukan serta tepukan kecil yang Hayden berikan pada punggungnya benar-benar terasa sangat nyaman!

"Tutup matamu jika tidak kuat, jangan takut makanan akan habis," ujar Hayden membuat Kanaya menutup matanya saat itu juga. Pria itu terkekeh kecil, melihat tingkah Kanaya yang sekarang memang sangat menarik di matanya.

"Taruh makanan itu di penghangat, Kanaya masih tertidur," ujar Hayden pada asistennya yang hendak menaruh makanan baru selesai itu di atas meja. Asisten itu mengiyakan permintaannya, memasukkan ke dalam box berukuran sedang di mana box itu akan mengeluarkan suhu hangat membuat makanan yang disimpan di sana akan selalu hangat.

Hayden semakin mengeratkan pelukannya pada Kanaya, gadis itu tertidur sangat pulas membuatnya tidak tega hendak membangunkan. "Kau seharusnya beruntung tinggal bersama denganku. Aku selalu tidak tega jika mata ini berair, dan bibir ini terus merengek," monolog Hayden dengan salah satu telunjuk menyentuh bibir serta kelopak mata Kanaya secara bergantian.

"Kau cantik jika sedang tenang seperti ini," ujar Hayden tanpa sadar. Setelahnya pria itu menggeleng, ada-ada saja pikirannya.

Tiga puluh menit berlalu, Hayden yang sedari tadi memeluk Kanaya kini ikut tertidur.

***

"Kau yakin akan menemaniku malam ini?" tanya Hayden pada Kanaya yang terlihat sangat kekeuh ingin menemani dirinya mengerjakan beberapa urusan kantor.

"Iya. Lagi pula, kau tahu sendiri jika tadi aku sudah tertidur cukup lama. Jadi, mataku tetap kuat jika malam ini aku menemanimu bekerja," jawab Kanaya membuat Hayden pasrah dan hanya bisa membiarkan gadis itu saja.

Kanaya yang tidak mengerti apa yang Hayden kerjakan pun memilih untuk mencari kegiatan lain namun tidak keluar dari ruangan yang sama dengan Hayden.

"Buka mulutmu," titah Kanaya dengan salah satu lengan menyodorkan satu potong buah apel. Hayden menuruti perintah gadis itu, membuka mulut dan menerima satu potong apel dari Kanaya.

"Aku lihat, di lemari dinginmu itu terdapat banyak sekali buah-buahan. Tapi, kenapa aku jarang melihatmu memakan semua itu?" tanya Kanaya setelah berhasil membuka-buka lemari dingin milik Hayden lebih dalam lagi.

"Aku tidak ada waktu untuk mengupas, memakan, dan mengunyahnya. Juga tidak terlalu suka memakannya," jawab Hayden membuat Kanaya reflek menggeleng. "Kau seharusnya memakan semua ini jika ada. Banyak orang di luar sana yang menginginkan kehidupan sepertimu. Setidaknya kau harus bisa bersyukur dengan semua ini, menikmatinya selagi ada. Dan mulai sekarang, kau harus memakan makanan yang sehat serta teratur," jeda Kanaya. Hayden menatap gadis itu dengan tatapan bangganya. "Kalau kau sakit dan tidak bekerja, aku akan kelaparan dan tidak bisa memakan makanan yang enak," lanjut Kanaya membuat Hayden yang sedari tadi kembali merasa kesal.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SHE'S SPECIAL   TAMAT!!!

    Kini, kehidupan Kanaya dan Hayden berjalan dengan begitu indah. Mereka menikmati waktu demi waktu sambil membesarkan Reynald yang terus tumbuh. Mereka rasa, kemarin agaknya Reynald masih bayi dan membutuhkan ASI. Saat ini, anak itu sudah memasuki sekolah dasar seraya terus berdoa pada Tuhan agar memberinya adik.Pulang sekolah, Reynald di jemput oleh Kanaya beserta sopir pribadi ibunya. Hayden belum pulang, pria itu semakin sibuk karena perusahaannya semakin berkembang pesat."Rey, Ibu punya sesuatu untuk Rey. Apakah Rey tahu apa itu?" tanya Kanaya pada sang anak yang duduk di sampingnya. Rey menoleh di sela-sela kesibukannya yang sedang membuka sepatu."Apa itu, Ibu? Apa ada mainan baru?" tebak Reynald dengan wajah yang begitu sumringah. Biasanya, seminggu atau dua minggu sekali Kanaya ataupun Hayden selalu membelikan mainan baru untuk Reynald.Kanaya menggeleng, wanita itu semakin membuat Reynald bertanya-tanya."Ibu ... Reynald tidak tahu. Bisakah beritahu Rey sekarang saja?" pinta

  • SHE'S SPECIAL   ANAK JAHIL

    Pergulatan panas mereka selesai bertepatan dengan Reynald yang terbangun. Memang anak itu sesekali bangun untuk memberitahukan pada ayah dan ibunya jika ia lapar. Belum lagi popok yang digunakan sudah penuh meminta diganti.Untuk saat ini Kanaya memasrahkan Reynald pada Hayden sepenuhnya, wanita itu sudah tak sanggup membuka mata apalagi bangun dari tempat tidurnya. Alhasil, Hayden-lah yang menenangkan Reynald serta mengganti popok anaknya. Beruntung Kanaya selalu menyediakan ASI di dalam botol dan hanya perlu dipanaskan sebentar. "Cup cup cup, cepat tidur kembali ya anak Ayah. Ayah lelah sekali, Sayang. Lihat ibumu, ada gempa pun sepertinya dia tidak akan bangun," ujar Hayden pada sang anak. Dengan penuh kesabaran dan kasih sayang, Hayden terus menimang dan menyenandungkan nada lagu kecil agar mempercepat kantuk sang anak datang. Reynald yang sangat nyaman dipeluk ayahnya pun perlahan-lahan kembali tertidur. Bayi itu juga tampaknya tahu jika sang ayah sangat mengantuk.Hayden terse

  • SHE'S SPECIAL   JANGAN DI DALAM!

    Saat ini, Hayden maupun Kanaya masih dalam masa pemulihan. Mungkin sekitar dua hari lagi mereka berdua bisa dipulangkan.Saat ini, Hayden tengah diperiksa untuk kesekian kalinya. Pria itu sebenarnya sudah muak berhadapan dengan dokter, namun apa boleh buat? Ia hanya bisa pasrah dan menerima semuanya.Kanaya sendiri saat ini tengah menimang Reynald setelah bayi itu diberi susu. Mata Reynald yang sesekali terbuka membuat Kanaya sangat gemas dan ingin menggigit anaknya sendiri. Beruntung Kanaya masih waras dan tidak melakukan hal itu pada buah hatinya."Dokter, apakah ayah sudah sembuh?" tanya Kanaya menirukan suara anak-anak seolah Reynald-lah yang bertanya. Dokter maupun Hayden yang sedang diperiksa sontak terkekeh geli mendengar suara Kanaya. "Ayahmu sudah sehat, anak tampan. Hanya saja, masih butuh perawatan selama beberapa hari sebelum diizinkan pulang. Reynald pasti bosan ya di rumah sakit?" tanya dokter pada bayi itu. Yang menjawab tentu bukan Reynald, melainkan ibunya."Sangat

  • SHE'S SPECIAL   ANAK LANANG MALORY

    Beberapa hari kemudian, tanpa diduga dan disangka Kanaya mengalami kontraksi hebat ketika sedang menjenguk Hayden yang belum sadarkan diri. Dokter memperkirakan beberapa jam lagi Hayden akan membuka matanya setelah melihat kondisi pria itu yang semakin membaik. Namun, Kanaya tak sempat melihat sang suami membuka mata karena rasa sakit yang dialaminya. Padahal, hari perkiraan lahir masih tersisa satu minggu, namun Tuhan berkehendak lain.Alhasil, Kanaya segera dimasukkan ke dalam ruang bersalin dan langsung ditangani oleh dokter yang biasa memantaunya. Proses melahirkan secara normal Kanaya tempuh sendirian tanpa dukungan sang suami. Wanita itu sempat merasa sedih, namun setelah mendengar kata-kata penyemangat dari dokter, Kanaya menjadi lebih semangat lagi untuk melahirkan anaknya.'Semoga setelah anak kita lahir, kau secepatnya membuka mata, Suamiku.' Kanaya terus berdoa di dalam hati untuk suaminya, rasa sakit yang begitu dahsyat tak bisa dielakkan selain dihadapi."Nyonya, tolong m

  • SHE'S SPECIAL   KRITIS

    Hayden ditangani sebaik mungkin oleh dokter yang ada di rumah sakit. Pria itu mengalami kecelakaan cukup parah sewaktu mencari kedai bakso yang istrinya inginkan. Sungguh, kejadian itu terasa begitu cepat seolah hanya kilatan cahaya. Kanaya sendiri masih tak sadarkan diri setelah ditangani oleh dokter, wanita itu benar-benar tidak terima dengan kabar yang didengarnya. Para orang kepercayaan Hayden yang selalu menjaga keluarga itu pun segera berdatangan dan mengambil alih kendali semuanya. Beberapa saat kemudian, Kanaya telah sadar dari pingsan dan langsung mencari suaminya. Tepat saat itu pula Hayden sudah dipindahkan ke ruangan yang lebih intensif lagi agar cepat pulih. Kanaya segera dibantu oleh suster serta orang kepercayaannya untuk melihat Hayden. Air mata wanita itu tak henti bercucuran melihat kondisi sang suami yang begitu memprihatinkan. Kanaya menyesal meminta pria itu keluar untuk mengabulkan keinginannya."Aku mohon ... bangun, Sayang. Maafkan aku, maafkan aku," racau K

  • SHE'S SPECIAL   RUMAH SAKIT

    Perut Kanaya tampak semakin membesar seiring berjalannya waktu. Saat ini usia kandungan wanita sudah menginjak bulan ke sembilan, mereka semakin dibuat tak sabar menanti kelahiran sang buah hati. Segala persiapan untuk kelahiran sang anak sudah Hayden dan Kanaya siapkan sebaik mungkin. Meskipun saat anak mereka lahir tidak langsung di tempatkan pada kamar terpisah, namun kamar bayi itu sendiri sudah siap pakai dengan segala fasilitas yang lengkap di dalamnya. Kanaya sebenarnya tidak meminta Hayden untuk menyiapkan kamar anak secepat itu. Namun, Hayden sendiri yang sudah tidak sabar ingin mendekor kamar sang anak. "Kau sangat yakin mendekor kamar dengan warna biru seolah anak kita laki-laki," celetuk Kanaya pada sang suami yang baru selesai menata ulang letak kamar tidur sang anak bersama orang-orang suruhannya."Tentu saja warna biru karena aku yakin anak kita akan laki-laki. Meskipun perempuan, warna biru juga tidak terlalu buruk. Kita bisa mengganti dekorasi kapan saja," balas Ha

  • SHE'S SPECIAL   BUJUK RAYU HAYDEN

    Pesawat pribadi milik Hayden dan Kanaya kembali mengudara untuk mengantarkan pemiliknya ke tanah air. Tak banyak yang mereka lakukan selama berada di pesawat selain makan dan tidur. Kadang juga pergi ke kamar mandi sesekali. "Huh, nyawaku seperti masih tertinggal di Bora Bora," gumam Kanaya lesu. Wanita itu tengah bermalas-malasan di dalam kamar bersama suaminya. Mereka sempat menonton film, namun tidak sampai selesai karena Kanaya mendadak tidak suka dengan aktornya. Alhasil, Hayden segera mematikan televisi. "Setelah anak kita bisa diajak bepergian, kita akan kembali berlibur ke tempat yang kau inginkan itu," ujar Hayden agar Kanaya tidak terlalu sedih memikirkan Bora Bora. Wanita hamil satu ini sangat sensitif dan cengeng."Itu masih lama," cicit Kanaya sambil menenggelamkan wajahnya di tumpukan selimut yang tampak kusut.Hayden menghela napas cukup panjang untuk mencari stok kesabaran. Setelah mendapatkannya, Hayden kembali mendekati wanita itu dan menghiburnya. "Apakah ingin

  • SHE'S SPECIAL   KEMASUKAN UBUR-UBUR

    Setelah aktivitas meninggalkan jejak telah terlaksana dengan baik, keduanya kini tengah menikmati waktu romantis di emperan resort yang langsung menghadap ke arah matahari tenggelam.Kanaya duduk di antara dua kaki Hayden dan tubuh bersandar nyaman pada dada kokoh suaminya. Kedua tangan Hayden pun tak bisa diam dan terus mengusap permukaan perut sang istri. Perut buncit ini selalu menjadi favorit tempat kedua tangannya."Ah iya, aku ingin meminta bantuan pada pengawalmu untuk memotret kita di sini," ujar Kanaya seraya menengadah untuk bisa menatap suaminya.Pria itu tersenyum kecil, tak tahan untuk tidak mengecup dahi Kanaya ketika melihat tatapan penuh binar di kedua mata istrinya itu."Mereka sudah melakukannya, Sayang." Hayden menunjuk salah satu anak buahnya yang sedang memegang kamera beresolusi tinggi untuk bisa menghasilkan gambar terbaik. Kanaya cukup terkejut sebenarnya karena menyadari ada seseorang yang memotretnya sedari tadi."Sejak kapan dia ada di sini?""Sejak kita men

  • SHE'S SPECIAL   RONDE BERIKUTNYA

    Demi istri tercinta, apapun akan Hayden lakukan bahkan menggali batu sekalipun. Kurang lebih satu jam Hayden meminta pada salah satu warga lokal dan seorang nelayan untuk membantunya menangkap cumi-cumi. Kanaya menunggu dengan hati berbunga di tepi pantai sambil sesekali melihat ke arah tengah laut di mana Hayden sedang menangkap cumi-cumi.Pria itu berhasil membawa 5 buah cumi-cumi berukuran sedang, Hayden segera menunjukkan pada sang istri penuh percaya diri.Kanaya sontak berjingkrak-jingkrak bahagia mendapatkan apa yang dirinya mau. Wanita itu bahkan sampai memfoto cumi-cumi lucu hasil kerja keras Hayden."Terima kasih, Suamiku! Terima kasih, Paman!" ujar Kanaya pada seorang nelayan yang telah membantu Hayden.Kanaya juga memberikan beberapa lembar uang untuk nelayan tadi, meskipun pada akhirnya ditolak karena paman nelayan membantu dengan tulus tanpa mengharap imbalan apapun. Terlebih lagi ketika mengetahui Kanaya tengah hamil besar, nelayan itu dengan senang hati membantu mengab

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status