Di depan kediaman keluarga Hu, suasana semakin tegang. Ji Bao Oek menatap tajam ke arah Hu Chuan, seolah tak percaya bahwa penghinaan seterang ini bisa keluar dari seorang kepala keluarga besar yang terhormat. Sebelum ia sempat menanggapi, terdengar suara lembut namun tegas dari balik pintu.
"Dia memang cacat!"
Suara itu terdengar tenang, namun menambah bara api dalam hati Ji Bao Oek. Sosok seorang gadis muncul dari balik pintu, mengenakan pakaian biru muda yang anggun. Rambutnya tergerai panjang, dan parasnya yang cantik serta penuh percaya diri membuat orang-orang sekitar terdiam sejenak. Ia adalah Hu Ling Lian, putri kebanggaan keluarga Hu yang menjadi alasan lamaran ini dilakukan.
“Apa maksudmu, Hu Socia (nona Hu)?” Ji Bao Oek berbicara dengan nada lebih keras. Ia tidak terima putranya dihina, terutama di hadapan keluarga besar Hu dan para muridnya. Nada suaranya mengandung kemarahan yang tertahan, namun wajahnya masih berusaha tenang.
Namun, Hu Ling Lian tetap tenang. Ia memandang Ji Bao Oek dengan sorot mata dingin. “Silakan tanyakan pada putramu sendiri, Paman Ji. Dia pasti bisa menjelaskan apa yang aku maksud.”
Ji Bao Oek tertegun sejenak, namun tatapannya segera beralih kepada Ji Liong, yang berdiri di sisinya dengan wajah tertunduk. Nalurinya merasakan ada yang tidak beres. Ia meraih bahu putranya dan mengguncangnya lembut. “Liong-er, apa yang sebenarnya terjadi? Jelaskan padaku.”
Ji Liong menggigit bibirnya, terlihat ragu, namun akhirnya ia menghela napas berat. Dengan suara pelan yang penuh dengan penyesalan, ia berkata, “Ayah… aku tidak bisa lagi menggunakan ilmu bela diri. Beberapa nadi penting dalam tubuhku… putus. Bahkan untuk menggunakan biasa pun, aku kesulitan.”
Kata-kata itu bagaikan pukulan keras bagi Ji Bao Oek. Ia terdiam, merasakan tubuhnya gemetar. Ia tak menyangka anaknya yang berbakat dan tangguh ini bisa mengalami nasib yang begitu tragis. Ia bahkan tersurut mundur beberapa langkah, memandang putranya dengan sorot mata penuh kesedihan dan kekecewaan.
“Bagaimana bisa…? Siapa yang melakukan ini padamu?” ucapnya.
Sebelum Ji Liong sempat menjawab, suara Pendekar Hu Chuan terdengar dingin. “Apakah aku salah jika membatalkan pernikahan ini, Tuan Ji? Aku tak ingin anakku menghabiskan hidupnya hanya untuk mengurus seseorang yang tak bisa melindunginya, bahkan melindungi dirinya sendiri.”
Kata-kata itu menghantam Ji Bao Oek lebih keras dari serangan apa pun yang pernah ia terima dalam hidupnya. Wajahnya memucat, matanya berkaca-kaca, namun ia menahan air matanya. Ia tidak ingin mempermalukan dirinya lebih jauh. Tanpa berkata lagi, ia membalikkan tubuhnya dan melangkah pergi, memberi isyarat pada para murid dan pengikutnya untuk mengikutinya.
Namun, sebelum ia benar-benar pergi, Ji Liong yang telah menahan emosinya tiba-tiba berteriak dengan suara bergetar, “Aku cacat karena kau, Siauw-moi (adinda)! Mengapa kau begitu tega menghancurkan keluargaku?”
Suara Ji Liong menggema di halaman itu, menarik perhatian semua orang. Hu Ling Lian menatapnya dengan pandangan dingin, seolah tuduhan itu tidak berarti baginya. “Kakak Ji Liong, aku tidak pernah memaksamu melakukannya. Semua kau lakukan dengan sukarela!”
Ji Bao Oek yang mendengar itu tersentak. Ia menoleh dengan tatapan tak percaya, mencari penjelasan dari raut wajah anaknya. “Liong, apa yang sebenarnya terjadi? Jelaskan padaku!”
Sesaat Ji Liong tampak ragu. Ia memandang Hu Ling Lian dan Ji Bao Oek bergantian. Seolah ia ingin mempertegas hatinya, siapa yang harus ia ikuti.
Ji Liong menghela napas panjang, lalu mengangkat wajahnya dengan pandangan sedih yang bercampur kecewa. Ia mengalihkan tatapannya dari wajah ayahnya ke arah Hu Chuan. “Paman Hu, Ayah… beberapa hari yang lalu, aku dan Hu moi-moi melakukan latihan bersama. Hu moi-moi mengatakan bahwa ia sedang mempelajari ilmu tenaga sakti langka, ketika ia hampir celaka aku membantunya,”
Ji Bao Oek menyipitkan matanya, mencoba memahami maksud ucapan putranya. Sementara itu, Hu Ling Lian tetap berdiri dengan tatapan yang dingin dan tenang, tidak menunjukkan sedikit pun rasa bersalah.
“Awalnya, aku tidak merasa curiga,” lanjut Ji Liong, suaranya semakin berat. “Hu moi-moi terlihat kesulitan, dan aku pikir menyalurkan sebagian tenaga dalamku akan membantunya. Namun, saat proses itu berlangsung, aku merasakan tenagaku disedot semakin cepat. Dan sebelum aku menyadari, aliran tenaga dalamku terasa seperti terserap sepenuhnya.”
Hu Ling Lian menyeringai kecil, menatap Ji Liong dengan senyum tipis yang membuat suasana di sekitar semakin mencekam.
“Begitu tenagaku habis, aku terjatuh. Nadi-nadi penting di tubuhku seakan tersumbat, dan aku tak bisa mengumpulkan tenaga dalam lagi,” lanjut Ji Liong, suaranya bergetar menahan kemarahan dan rasa sakit. “Aku kira ia akan berbelas kasih, Tapi nyatanya, hari ini… ia dan keluarganya justru mempermalukan kita di depan orang banyak.”
Mendengar pengakuan putranya, Ji Bao Oek merasa dadanya seperti terbakar amarah. Tiba-tiba ia melangkah maju, tinjunya mengepal, wajahnya merah padam. Sorot matanya berubah tajam, memancarkan kebencian dan tekad untuk membalas penghinaan ini.
“Hu Socia!” teriaknya, suaranya menggema di halaman itu. “Kau sungguh gadis tak tahu diri! Setelah mencelakai anakku, kau masih berani berdiri di sini dengan wajah tanpa rasa bersalah?”
Ji Bao Oek mengangkat tangannya, bersiap menyerang Hu Ling Lian. Namun sebelum serangan itu benar-benar dilepaskan, Hu Chuan, ayah Hu Ling Lian, melangkah cepat dan berdiri di depan putrinya, mengangkat satu tangan untuk menghalangi serangan Ji Bao Oek.
“Tuan Ji, jangan bertindak gegabah!” seru Hu Chuan dengan nada tegas. Matanya memandang langsung ke arah Ji Bao Oek, memperingatkan dengan sorot yang penuh ancaman.
Ji Bao Oek berhenti, tapi sorot matanya penuh dendam. “Putrimu telah menghancurkan masa depan putraku! Ini bukan hanya soal harga diri, Hu Chuan, tapi juga keadilan!”
Namun, sebelum Ji Bao Oek sempat melanjutkan kata-katanya, beberapa sosok mulai berdatangan di halaman kediaman keluarga Hu. Mereka adalah orang-orang sakti dan kerabat terdekat Hu Chuan, masing-masing berdiri dengan tenang namun memancarkan aura kekuatan yang tak terbantahkan. Mereka semua mengenakan pakaian berbeda, menandakan status mereka sebagai pendekar dari berbagai aliran yang memiliki hubungan baik dengan keluarga Hu.
Ji Bao Oek menyadari bahwa situasinya semakin genting. Meski hatinya membara oleh kemarahan, ia juga tahu bahwa jika pertarungan ini berlanjut, ia tidak hanya membahayakan dirinya, tapi juga para murid serta kedua anaknya yang berada di sini. Mata Ji Bao Oek berkaca-kaca, memandang putranya yang terluka dan menghadapi kenyataan pahit ini. Dengan berat hati, ia merendahkan tangannya yang sudah terangkat.
“Baiklah, Hu Chuan,” katanya dengan suara yang bergetar. “Kau boleh merasa menang hari ini. Tapi ingat, penghinaan ini tak akan aku lupakan!”
Dengan pandangan penuh kebencian, Ji Bao Oek membalikkan badan dan memberi isyarat pada murid-muridnya untuk mengikuti. Para pengikutnya tampak cemas namun tetap setia mengikuti langkahnya meninggalkan halaman kediaman keluarga Hu.
Namun, sebelum benar-benar pergi, Ji Liong yang berada di belakang rombongan menoleh dan menatap Hu Ling Lian dengan tatapan penuh kesedihan dan kekecewaan. Ia menggelengkan kepalanya pelan, seolah menyadari bahwa cinta dan kepercayaannya selama ini hanyalah angannya belaka.
“Akan kuingat hari ini Hu Socia. Dan kujamin kau akan menyesalinya,” ucap Ji Liong kemudian meninggalkan tempat mengikuti rombongannya. Kemarahan nampak pada dirinya sehingga mengganti panggilan Siauw-moi menjadi Socia.
Di bawah langit yang tertutup awan kelabu, suasana di markas besar Perkumpulan Pengemis Kaifang dipenuhi dengan ketegangan yang terasa memenuhi udara. Para anggota dari berbagai wilayah telah berkumpul di aula utama, tempat pertemuan besar akan digelar. Wajah-wajah penuh tanda tanya dan kegelisahan memenuhi ruangan itu. Mereka adalah kaum pengemis, namun di dunia persilatan, Perkumpulan Pengemis Kaifang bukanlah sekadar kumpulan gelandangan biasa. Dengan ribuan anggota yang tersebar di seluruh negeri, mereka adalah kekuatan yang diperhitungkan, mata dan telinga dunia persilatan yang bisa menentukan arah perubahan zaman.Hari ini, sebuah kabar buruk menyebar dengan cepat. Ketua mereka, telah menghilang tanpa jejak. Tidak ada pesan, tidak ada peringatan, hanya sunyi yang menciptakan kekacauan di antara para anggota. Desas-desus menyatakan bahwa ia telah tewas dalam sebuah pertarungan melawan musuh yang tidak diketahui. Yang lebih mengejutkan, pusaka tertinggi mereka, Tongkat Pemukul An
Di bawah langit malam yang semakin pekat, suasana di halaman utama Tian Gong Pai masih dipenuhi ketegangan yang melanda siapapun yang berada di tempat itu. Ratusan murid menyaksikan pertarungan yang akan menentukan nasib sekte mereka. Beberapa dari mereka menahan napas, sementara yang lain berbisik dengan penuh kecemasan. Udara terasa berat oleh tekanan energi yang melingkupi area tersebut, seolah-olah alam pun menahan napas menanti apa yang akan terjadi selanjutnya.Wajah Tian Ju semakin mengeras. Ucapan Ji Liong yang membujuknya untuk menyerah, malah membuat ia murka. "Menyerah? Hahaha! Mimpi saja!" Dengan cepat, ia mengangkat pedangnya tinggi-tinggi dan berteriak, "Semua murid yang setia padaku! Bunuh mereka!"Saat Tian Ju berteriak lantang, puluhan murid yang setia kepadanya langsung bergerak maju dengan pedang terhunus, mencoba menyerang Ji Liong dan keempat Pelindung Naga. Mereka mengerahkan seluruh keberanian dan kekuatan mereka, yakin bahwa jumlah mereka yang banyak akan mamp
Malam masih pekat saat Ji Liong bersama keempat Pelindung Naga bergerak menuju Tian Gong Pai. Perjalanan mereka penuh dengan kewaspadaan, sebab mereka tahu musuh bisa saja mengintai kapan saja. Angin dingin dari Pegunungan Qilian berhembus menerpa mereka, membawa kesunyian yang menegangkan."Kita hampir sampai," kata Pelindung Naga Timur, yang berjalan di depan.Dari kejauhan, siluet bukit Tian Gong mulai terlihat. Sekte yang pernah menjadi tempat Ji Liong tumbuh dan berkembang kini tampak seperti benteng yang dipenuhi penjaga. Cahaya obor berjejer di sepanjang gerbang utama, menandakan kesiapan para pengawal untuk menghadapi siapa pun yang mencoba masuk tanpa izin.Saat mereka tiba di depan gerbang utama, beberapa sosok berjubah gelap muncul dari bayangan. Para penjaga Tian Gong Pai yang seharusnya mengenali mereka malah berdiri dengan siaga, menatap mereka dengan tatapan penuh kecurigaan."Berhenti di situ!" salah satu penjaga berseru. "Tidak ada yang boleh masuk tanpa izin ketua ka
Malam yang sunyi di pegunungan Qilian di perbatasan Gansu dan Qinghai. Angin berhembus lembut membawa aroma tanah yang basah. Di sebuah paviliun yang terletak di puncak bukit, Ji Liong duduk dengan tenang, menatap langit yang dipenuhi bintang. Ia baru saja kembali dari pertempuran melawan beberapa murid Kong Tong Pai, membawa suami istri orang tua dari ketua mereka.Tak lama, suara langkah kaki mendekat. Empat sosok berjubah gelap muncul dan membungkuk hormat di hadapannya. Mereka adalah Empat Pelindung Naga Tian Gong Pai, para pengawal setia yang telah bersumpah untuk melindungi sekte dan pemimpinnya dengan nyawa mereka.Pelindung Naga Timur, yang bertubuh tinggi dengan wajah tajam, maju pertama kali. "Ketua, selama beberapa hari ini aku menyusup ke Shaolin dan Butong untuk menggali informasi. Mereka mulai menaruh prasangka dengan kita menduga Tian Gong Pai menyusun kekuatan untuk menantang mereka. Namun, hingga saat ini mereka belum bergerak secara terang-terangan."Ji Liong mengang
Ji Liong menatap ke arah Pemuda Kong Tong Pai dihadapannya. Ia mencari pemuda inilah yang menyamar sebagai dirinya. Namun sepertinya, pemuda itu tidak bersama mereka.Pemuda Kong Tong Pai tersenyum tipis, tetapi matanya tajam, penuh percaya diri. "Jadi kaulah yang telah membuat kekacauan di sini? Beraninya kau menyusup ke wilayah kami dan berusaha membawa tawanan kami?"Ji Liong tetap berdiri tegap, tidak menunjukkan reaksi apapun. Matanya meneliti pemuda itu dengan saksama, mencoba mengukur kekuatan lawannya. Ia dapat merasakan aura yang cukup kuat dari pemuda itu, menandakan bahwa ia bukanlah pendekar sembarangan."Lepaskan mereka," Ji Liong berkata dingin. "Atau aku akan membuat tempat ini menjadi kuburan bagi kalian."Pemuda itu tertawa kecil, lalu mengangkat tangannya, memberi isyarat kepada anak buahnya agar tetap waspada. Ia pun maju. "Kau sombong sekali. Aku, Liang Houw, murid utama Kongtong Pai, ingin melihat seberapa kuat kau sebenarnya."Tanpa peringatan, Liang Houw melesat
"Cukup bicara," kata lelaki tua itu akhirnya. "Jangan bermimpi bisa keluar dari tempat ini. Nasib kalian bergantung pada keputusan anak kalian sendiri. Jika ia berhasil menjalankan perannya, kalian akan tetap hidup. Jika tidak..." Ia membiarkan kata-katanya menggantung, tetapi ancaman itu jelas.Dengan itu, lelaki tua itu berbalik dan berjalan keluar ruangan, diikuti oleh dua pengawal setianya. Setelah memastikan keadaan aman, Ji Liong menarik napas dalam-dalam dan mulai bergerak perlahan. Ia harus pergi sebelum seseorang menyadari kehadirannya.Dengan gerakan yang nyaris tak terdengar, ia menutup kembali genteng yang ia angkat tadi dan mundur perlahan. Ia harus memastikan tidak meninggalkan jejak. Setelah itu, dengan kecepatan dan ketangkasan luar biasa, ia melompat ke atap lainnya, bergerak lincah seperti bayangan malam.Ketika akhirnya ia berhasil keluar dari lingkungan rumah itu, Ji Liong berhenti sejenak di salah satu sudut gelap desa, mengatur nafasnya. Ia mendapatkan informasi