Share

Show Me, Paula

Aroma daging asap yang menyebar membuat nafsu makan El bertambah. “Kapan aku bisa mencicipinya?”

Nyonya Chris tekekeh, “Tunggu sebentar, El.”

Wanita itu datang dengan hidangan makan malam yang sedari tadi ia olah.

“Apa kata mereka?”

 

El mengangguk, “Tentu mengizinkan. Aku bilang kau akan mengadakan pesta dengan tim redaksi lainnya.” 

Gadis itu berbohong mengenai pesta, Nyonya Chris mengerti. “Ah gadis nakal. Kalau begitu kita harus buat pesta sungguhan.”

Sudah tidak terhitung dalam pikirannya, berapa botol minuman yang mereka teguk. Stephanie Chris, kini merasa jiwanya kembali lebih muda.

Enam jam El terlelap karena lelah bersenang-senang semalaman. Ia membuka perlahan matanya – kemudian duduk dan terdiam. 

El tertidur dekat jendela, ia menatap ke arah luar. Lebih dari setengah nyawanya sudah terkumpul, ia berdiri dan berjalan mencari kamar kecil.

Ia menatap kaca. Berantakan, pikirnya. El mencuci mukanya, ia mengangkat kepalanya – mendapati seseorang dibelakangnya. Ia sontak tekejut.

“Nyonya Chris!”

Wanita itu tertawa renyah, “Maaf. Tapi kau seperti aktor yang berakting – dan, kau tahu, depresi.”

El mendelik, “Ya, mungkin suatu hari nanti. Oh, dan jam berapa sekarang?”

“Sepuluh kalau tidak salah.” jawab Nyonya Chris singkat.

Ia terkejut; membulatkan matanya dan membiarkan mulutnya terbuka untuk beberapa saat. El mempercepat aktivitasnya. 

“Um, aku tidak mempersiapkan akan menginap.” ucap El ragu.

Nyonya Chris yang sedang mengoles selai pada roti, menatapnya, “Pilih saja di atas, aku rasa ukurannya sama.”

El menaiki tangga yang membawanya ke lantai dua rumah minimalis itu. Membuka lemari yang memperlihatkan banyak pakaian untuk ia pilih.

Merasa sudah siap, gadis itu berjalan menuruni tangga. Aroma roti panggang menyebar seperti harum rumah yang nyaman.

“Makanlah dulu.” tawar Nyonya Chris. “Ayahmu menghubungiku tadi, bertanya tentangmu. Menawari untuk menjemputmu pulang.”

“Lalu, apa jawabanmu?”

Nyonya Chris menghela napas, “Setelah mendengar ceritamu tentang Paula, aku sedikit tidak percaya, tapi kau terlihat senang bertemu dengannya. Jadi ku bilang aku akan mengantarmu nanti sore.” 

El memeluk erat Nyonya Chris. Memang guru-nya yang satu ini sudah El anggap seperti orang tua-nya.

-

Cuaca hari ini tidak seperti hari sebelumnya, jalanan agak basah dan ada beberapa air tergenang di jalan berlubang akibat hujan semalam.

“Perubahan cuaca yang terlalu cepat ya?” El menoleh, seseorang berbicara kepadanya.

Seorang pria dengan pakaian rapih berwarna coklat dengan dasi bercorak garis-garis miring, duduk di sebelah El. 

Gadis itu mengira-ngira umurnya sekitar 25 tahun, kelihatan sesuai dengan orang seusianya.

“Mungkin karena peningkatan permukaan air laut?” balas El.

Pria bermata hijau itu terkekeh, “Jadi kau pintar dalam sains, ya?”

El menggeleng, “Tidak hahaha, aku pernah mendapatkan nilai F dalam pelajaran itu.”

“Cukup pintar untuk orang yang pernah gagal dalam pelajaran itu.” Pria itu mendekatkan wajahnya. “Kau tidak sedang ada masalah kan?”

Gadis itu mengerutkan dahi, kebingungan. Satu-satunya masalah saat ini ada seorang pria yang bisa saja ia anggap sebagai penguntit dan berbicara padanya.

 

El sedikit memundurkan kepalanya, “Tidak.”

Pria itu ikut menjauhkan kepalanya, mengangguk. “Maaf, ku kira. Karena jarang ada anak seusia-mu yang pergi sendiri ke pelabuhan.”

Mata biru-nya membulat, El tersontak. “Apa?! jadi..- jadi ini bukan bus ke pusat kota?”

“Kau mau ke sana?” tanya pria itu khawatir. El mengangguk.

Hampir tiga mil El berjalan, supir bus tadi bilang halte bus untuk ke pusat kota kira-kira 4 mil jauhnya.

Gadis itu memandang beberapa dollar yang pria di bus tadi berikan, katanya ia merasa kasihan karna El perempuan dengan usia muda.

“Kalau tahu seperti ini, aku seharusnya menggunakan taksi.” El terdiam, ide yang seharusnya terpikirkan di kepala-nya muncul.

Gadis itu memandang sekitar mencari taksi. Hanya ada satu taksi yang ia temui; di sebrang jalan dari persimpangan, setidaknya ia harus menyebrang sebanyak empat kali untuk itu.

Dengan langkah kaki yang secepat mungkin ia gerakan, ia melewati orang-orang yang berjalan di depannya. 

Hujan mulai turun, pergerakan orang-orang lebih cepat untuk menghindari basah kuyup. “Sial.” umpatnya.

El menghela napas, akhirnya ia mendapati perjalanan yang layak. Hujannya hanya turun sebentar, sudah tidak terlihat rintikan air lagi.

Café dengan nuansa ala prancis sudah berada di depan mata El. Ia menghela napas, melihat wanita dengan pakaian mewah duduk sendiri, itu Paula.

El memasuki Café itu dengan hati yang berdegup kencang. Perlahan ia mendekati wanita itu dan duduk di depannya.

“Maaf aku sempat tersesat.” ucap EL ragu, ia masih merasa segan.

Paula mendengus, “Tak apa, aku juga baru sampai.”

El menceritakan semalam ia tidak kembali ke rumahnya, Paula paham kenapa.

Paula memberikan sebuah buku tebal pada El, gadis itu kebingungan. Janji yang Paula buat adalah Paula menceritakan tentang dirinya, bukan memberikan buku.

“Sebenarnya ini apa? kau bilang akan menceritakannya semua padaku.”

“Memang. Semua pertanyaanmu akan terjawab disitu.” Paula menunjuk buku itu. “Dan kau akan tahu seperti apa keluarga-mu itu, rahasia mereka tercantum pada buku itu.”

El menatap ragu, “Bolehkah?”

Paula mengangguk, “Bukalah”

El coba mendeskripsikan buku aneh itu pada otaknya; buku itu memiliki tampilan depan yang timbul, 

seluruh bukunya berwarna hitam dengan tulisan putih dan merah pada beberapa lembar yang ia buka, 

dan sebuah bentuk yang menurutnya tidak asing. 

“Ini apa? sepertinya tidak asing.” El menunjuk pada tengah buku yang memperlihatkan bentuk bintang hijau dengan permata asli di tengahnya.

Paula tersenyum, “Naiklah ke atap pada tengah malam,nanti kau tahu. Pastikan hanya kau. Petunjuk yang membantu ada di halaman dua puluh tiga, halaman itu muncul pada pukul dua belas malam dan hanya tiga menit.”

“Aku tidak mengerti. Bahkan tulisan dalam buku ini tidak dapat aku baca.” 

“Kau akan secara tidak sadar mengerti, tapi kau hanya punya waktu tujuh menit untuk membacanya.”

El tersontak, “Bagaimana aku bisa baca sebanyak ini dalam waktu tujuh menit?! halaman mana saja yang penting untuk dibaca?”

Paula mendekat, “Gunakan naluri dan waktumu dengan baik.”

El terdiam. Dalam kepalanya seperti mengolah sesuatu yang besar dengan sebuah gergaji minatur, sulit untuk dicerna.

“Berikan aku sedikit petunjuk"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status