Share

Newspaper

“Baik, ibu tutup teleponnya. Selamat malam sayang.”

Aleen berjalan dan melemparkan diri pada kasurnya, melemaskan badannya setelah seharian ia menjadi kaku karena berkerja.

Jeremy mendekati Aleen. “Dia tidak pulang?” tanyanya. Aleen mengangguk.

“Dia sudah remaja ternyata.”

Aleen tertawa, “Tapi dia bahkan tidak pernah berkencan.”

“Bukankah anak kita semua begitu?”

“Hahaha ya. Roger juga seperti itu.”

“Dan Paula.” ucap Jeremy ragu.

Aleen menoleh. “Ya.”

Seketika mereka hening, seakan-akan menyebut nama perempuan itu adalah hal tabu dan tidak diinginkan.

“Aku merasa tidak enak badan.” Aleen memiringkan badannya dan menarik selimut hingga pundaknya. “Dan mungkin, merasa tidak enak perasaan.”

_

“Sudah siap kan?”

Dua anak laki-laki berpakaian corak kotak-kotak mengangguk. Ibunya menekan bel.

Seseorang membuka pintu. “Oh, ayo cepat masuk.”

Dua wanita dengan dua anak laki-laki berjalan di koridor dengan suara ketukan sepatu bergema.

Maria membawa kedua anaknya untuk bergabung mempersiapkan pesta musim panas. Keduanya menggunakan setelan yang bercorak sama.

Alder Carson, putra pertama Maria dan Hardin Carson yang kira-kira hanya berselang cukup jauh dengannya, juga beberapa inci dari Alder.

“Baiklah. Kalian bisa bantu James dan Keena disana.” langkah Aleen terhenti di depan dapur yang terhubung dengan halaman belakang. Ia menunjuk ke arah James dan Keena yang sedang merakit dekorasi untuk dipasang.

Maria mengangguk, “Kami ada urusan lain sebentar.”

Keduanya pergi meninggalkan Alder dan Hardin yang mulai membantu persiapan pesta musim panas.

“Kemana El?”

“Menginap sehabis pesta.”

-

Alder dan Hardin menghampiri Keena dan James yang merapihkan serbet dan beberapa alat makan lainnya.

James menoleh, “Jangan buat kekacauan.” ucapnya datar.

Beberapa atau mungkin hampir semua dari keluarga mereka merasa tidak suka pada keluarga Carson, pengecualiaan untuk Tuan dan Nyonya Carson; Jonathan dan Maria.

“Akan ku ikat kalian di pohon jika berisik!” timpal Keena.

“Hehehe oke oke. Baiklah.” Respon Alder yang cecengesan membuat mereka geram.

Keena kembali menata serbet di atas meja dengan taplak bermotif kotak-kotak biru.

James mendekat, “Bagaimana jika turun hujan?”

“Kau kan dewa langit, tunda dulu sejenak.”

James membulatkan mata, “Kau masih ingat itu?”

“Aku bukan tipekal orang yang pelupa.”

“Baiklah tapi aku bukan Tuhan, bagaimana jika diperintahkan?”

Keena menoleh, “Memangnya kau selalu mematuhi Tuhan?” ejeknya.

“Terkadang.”

Tak kala mereka berbincang, ada beberapa noda di meja yang Keena siapkan.

Satu, dua, tiga, ada lebih dari tiga noda disana. Itu noda tanah. Keena memutar badan, James mengikuti arah pandang gadis itu.

Keena melebarkan matanya melihat Hardin menggali beberapa lubang tanah disana. Gadis itu menghampiri Hardin; menarik tangan anak enam tahun itu yang kotor karena tanah.

“Sudah ku bilang! Kenapa selalu menyusahkan?!”

“Hey, jangan kasar pada adikku.” teriak Alder dengan jar selai cokelat ditangannya.

James memperhatikan Keena yang semakin geram. Ia menarik gadis itu agar dapat meredakan amarahnya.

“Aku heran bagaimana bisa orang tua kami dan banyak orang lainnya menyukai keluarga ini, yang bahkan tidak memiliki sikap sopan pada tamunya.”

Darah Keena serasa menguap. “Tutup mulutmu! Orang seperti dirimu, tidak pantas ada disini!”

Alder mendegus, “Oh ya? memangnya tempat apa ini? Gereja? Surga Tuhan? mana mungkin tempat suci berisikan orang seperti-mu?”

“Jangan membawa arah pembicaraan kita pada omong kosong!”

“Sudah. Kita bersihkan lagi, tidak perlu diperumit.” James menengahi.

Alder menjatuhkan jar selai yang ia pegang. Ia mendekap kedua tangannya dan tertawa remeh. “Tidak perlu berpura-pura baik padaku. Aku tidak perlu kebaikan dari orang seperti kalian.”

“Lebih baik kau tutup mulutmu Alder!” Keena memperingati.

Lagi-lagi Alder meremehkan ucapan Keena. “Tidak sebelum kau kembali.”

“CUKUP!” suara itu menjadi perhatian di tengah pertengkaran Keena dan Alder.

Maria dan Aleen menghampiri mereka. Terlihat Hardin dengan tangan yang sudah bersih, sepertinya dia mengadu.

“Maafkan Alder.” ucap Maria pada Keena. “Minta maaflah!” ia sedikit mendorong Alder.

“Maaf sudah kasar.” terdengar tidak tulus, namun tidak kasar seperti ucapannya sebelum ini. Keena mengangguk.

Baru saja mereka menghela napas lega, terdengar suara seperti benda pecah dan teriakan. Mereka bergegas mendatangi sumber suara itu.

Itu suara Nane. Terlihat wanita tua itu sedang memegang sebuah surat kabar dengan pecahan gelas sampanye yang bertebaran.

Ia terduduk di lantai dan bergetar – menyerahkan beberapa lembar kertas yang ia pegang.

James membulatkan matanya ketika melihat halaman depan dari surat kabar yang ia dapat dari Nane. Ia menunjukannya pada yang lain.

“Perempuan itu kembali?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status