Share

Eps 2: Pemburu Gadis III

Hari ini adalah hari libur. Hari ini juga waktunya untuk mengakhiri Darwin South. Dia tidak bisa dibiarkan terus menerus. Aku sangat yakin, kemarin malam dia memburu gadis lain.

Berita penculikan muncul pagi ini. Bukan tentang empat gadis lagi. Gadis ini bernama Olivia Paw.

Mengingat kapak berdarah itu membuatku semakin takut. Aku tidak bisa membayangkan apa yang terjadi pada Olivia.

"Maaf, aku terlambat. Adikku sangat menyebalkan." William datang sambil berlari. Napasnya tidak beraturan. "Siap?"

"Ya, siap." Sejujurnya aku tidak siap. Hati, mulut dan pikiran tidak bisa bekerja sama.

William sepertinya terlihat ... tidak siap juga. Senyumnya sangat kaku. Kantung matanya juga terlihat hitam. Sepertinya, dia tidak tidur.

Bau rumah Darwin tercium sangat amis. Rasanya aku ingin mual. "Tekan belnya," suruhku pada William.

Dia mengikuti apa yang kusuruh.

Warna merah dari rumah Darwin tidak seperti warna cat sungguhan. Jangan bilang, dia menggunakan darah. Memang gila pria itu.

Suara pintu terbuka juga terdengar sangat menyeramkan. Darwin juga terlihat sangat tidak baik.

"Nona Scott dan temannya yang terkena spray. Apa kabar?" tanya Darwin sambil menjulurkan tangannya. Ew, aku tidak akan menyentuh tanganmu lagi.

"Kami baik," balas William menjabat tangan Darwin. "Namaku George dan Elina menceritakanku tentang dirimu. Aku dengar, kamu sangat suka berburu. Aku juga suka berburu. Hari ini pasti kamu akan berburu. Ajak aku sekalian."

William sangat pintar bersandiwara. Pantas saja dia selalu dipaksa oleh ketua klub drama sekolah untuk bergabung.

Kulihat wajah Darwin terdiam tanpa senyum. Ayolah, terima tawarannya.

"Maaf, hari ini aku sedang tidak ingin berburu. Tubuhku sangat pegal."

Sial. Kita butuh rencana B. Kita tidak punya rencana B!

"Kalau begitu, boleh kami masuk?" ijin William terlihat bingung.

Ini yang kutakutkan. Rencana seperti ini terlihat sangat beresiko. Mungkin salah satu diantara kita bisa saja tidak selamat. Atau kita berdua yang tidak selamat.

Jika dilihat dari ruang tamu, semuanya bersih. Sepi dan sunyi. Sepertinya dia tinggal sendirian.

"Bantu kami ... Kamu harus berhati-hati ... Dia mengincarmu ... "

Dia ... maksudmu Darwin? Darwin mengincarku? Apa yang dia inginkan dariku? Tubuhku mulai gemetar hebat. Sekarang, William harus bisa membawa Darwin ke suatu tempat.

"Bisa kamu tunjukkan alat seperti apa untuk berburu? Aku ingin tahu semuanya darimu, karena aku yakin kamu hebat sekali," pinta William seakan bisa membaca pikiranku.

"Tentu, ikut aku," ajak Darwin.

Saat mereka ingin bergerak, aku bertanya pada Darwin. "Tuan South, di mana kamar mandi?" Itulah yang bisa kupikirkan sekarang.

"Akan kuantar."

"Tidak. Tidak perlu. Cukup bilang saja arahnya." Trik baru untuk menculik diam-diam? Kamu salah besar, Darwin.

"Di sebelah dapur, dekat tangga ruang bawah tanahku. Berhati-hatilah."

Berhati-hati? Apa dia memasang perangkap? Lupakan itu. Mereka berdua sekarang sudah menghilang dari hadapanku. Ini saatnya aku pergi ke ruang bawah tanah sambil membawa kamera.

Aku sudah menyiapkan kamera dari tadi. Waktunya merekam semuanya.

"Sekarang aku berada di rumah Darwin South. Dia adalah pria yang menculik gadis dan juga pembunuh. Aku bisa membuktikan semuanya. Yang kalian butuhkan hanyalah melihat ruang bawah tanahnya."

Saat aku memegang knop pintu, tanganku gemetar. Hawa dingin datang dan suara-suara pun terdengar.

Astaga, bau sekali. Bau darahnya menyengat. Aku ingin mual.

Ruang bawah tanahnya sangat gelap. Saat aku nyalakan lampu, alangkah terkejutnya aku. Mimpiku dengan kejadian asli hampir sama. Yang membedakannya adalah dimimpiku tidak begitu seram, sedangkan aslinya ... Aku tidak ingin mengatakan itu lagi. Kakiku rasanya lemas. Aku sungguh tidak berdaya.

"Nona Scott?"

Oh tidak. Darwin datang tanpa bersama William. Apa dia sudah melakukan sesuatu? Dan sekarang dia ingin menghabisiku? Kapak berdarah berada ditangannya dan aku tidak bisa apa-apa selain jalan mundur.

"Di mana William? Apa yang kamu lakukan padanya?"

"Seharus aku yang bertanya. Apa yang kamu lakukan di sini, Nona Scott? Merekam semuanya?"

Dia terlihat seperti Iblis.

"Bantu kami ... Bantu kami ... "

Aku tidak tahu harus bagaimana sekarang. Aku ketahuan. Matilah aku. Sial, pakai acara terjatuh. Jatuh di atas jasad yang sudah bau. Tubuhku penuh dengan darah sekarang.

"Aku tidak akan membiarkanmu pergi. Sebenarnya, aku sudah mengincarmu. Di saat pertama kali kita bertemu, kamu membuatku ingin menculikmu langsung. Tapi kamu terlihat jijik padaku," ujarnya mencoba memegang daguku.

"Jangan sentuh!" Aku pukul tangannya.

William, datanglah. Darwin sudah mulai mengangkat kapaknya. Aku minta maaf ibu.

Suara keras terdengar sangat jelas. Kapak yang dipegang Darwin terjatuh, begitu juga Darwin.

William memukul kepala Darwin menggunakan panci. Akhirnya aku bisa bernapas lega. Jika dia tidak datang, semuanya berakhir buruk.

"Bangun." Dia menarik tanganku menjauh dari jasad para gadis. "Rekam semuanya. Aku akan mengikat Darwin untuk jaga-jaga, jika dia terbangun. Setelah itu, telpon polisi."

***

Aku menelan ludah berkali-kali. Menggosok tangan juga berkali-kali. Mengusap wajah juga berkali-kali. Aku sudah tidak ingin melakukan ini. Kumohon para hantu, berhentilah mengusik hidupku.

Ini adalah kasus yang paling buruk. Ibu pasti akan marah padaku. Ucapan William kemarin malam, semoga tidak terjadi. Ibu bukan tipe orang yang mengurung anaknya sendiri.

"Permisi! Saya ingin bertemu anak saya."

Itu suara ibu, tapi ditahan oleh beberapa polisi. Tanpa basa basi, aku langsung memeluknya erat.

"Kamu baik-baik saja? Ada yang luka? Apa yang terjadi? Ibu melihatmu ada ditelevisi."

Tangan ibu sekarang berada di kedua pipiku. Aku tidak bisa berbicara, karena air mataku sudah turun sangat deras.

"Kamu melakukannya? Mencoba untuk mereka yang membutuhkan pertolongan?"

Aku hanya bisa mengangguk dan memeluknya lagi.

"Kamu sudah membaik, Zoe?"

Aku menoleh ke asal suara sambil melepas pelukan. "Lumayan," balasku pelan.

"Dia siapa?" tanya ibuku bingung. Wajah bingungnya membuatku ingin tertawa. Aku memang tidak pernah bercerita tentang murid kelas, yang selalu kuceritakan hanyalah hantu-hantu yang mengejar.

"Nama saya William Thunder. Teman kelas Zoe."

Teman kelas? Aku bahkan tidak ingat kapan kita jadi akrab.

"Kamu tidak pernah cerita, jika punya teman kelas." Ibu menatapku seperti menginginkan penjelasan.

"Itu tidak perlu dipikirkan. Yang harus dipikirkan sekarang aku ingin di rumah saja," balasku.

Setelah ini, aku tidak ingin ke mana-mana. Aku seperti trauma untuk mampir ke rumah tetangga.

Tempat tidur adalah tempat pertama yang kucari. Nyaman sekali rasanya merebahkan tubuh di atas tempat yang empuk. Pikiranku mulai reda saat ini. Ya, saat ini. Aku tidak tahu apa yang terjadi besok. Semoga tidak ada lagi yang datang.

Saat aku ingin menutup mata, tiba-tiba ibu datang ke kamar dan berjalan seperti orang yang panik. Aku yang melihat ibu juga menjadi panik.

"Temanmu, William, ada di depan rumah sekarang."

"Hah? Ada apa?"

"Dia mengajakmu makan malam," jawab ibu dengan senyuman miring. "Anak Ibu sudah mulai memiliki teman lelaki," godanya yang membuat wajahku memerah. "Datangi dia."

William tidak memberi kabar apa pun. Kenapa tiba-tiba sekali? Tidak di sekolah, tidak di rumah, sama saja. Dasar pengganggu.

"Ada apa?" tanyaku sambil menaruh kedua tangan dipinggul.

"Hanya ingin mengajak makan malam di rumah orang tuaku. Keberatan?" Wajahnya terlihat malu.

Ini bukan William yang kukenal. Entah kenapa aku merasa jijik melihatnya seperti ini. Tapi aku juga tidak bisa menolak, jika yang mengajak makan malam adalah orang tuanya. Dan makanan gratis.

"Kenapa tidak mengabariku?"

"Jika aku punya nomor ponselmu, aku akan menelponmu."

Oh ya, dia memang tidak memiliki nomor ponselku. Aku juga tidak punya. Itu juga karena dia selalu mengganggu, jadi aku selalu emosi padanya. Salah satu cara untuk hidup tenang hanyalah menjauh. Jangan bilang dia datang ingin menjadi pemburu gadis kedua. Dia bilang sendiri, jika suka berburu. Mengingat caranya sandiwara tadi pagi membuatku tertawa sambil menggeleng kepala.

Sampai di kamar, aku dikejutkan oleh lima arwah gadis. Tidak mungkin, jika mereka ingin meminta bantuanku lagi.

"Terima kasih telah menolong kami. Kami bisa hidup tenang sekarang."

Ternyata hanya berterima kasih. Aku sudah panik duluan.

"Sama-sama," balasku singkat sambil tersenyum.

Cahaya terang muncul di jendela kamarku. Mereka mulai pergi ke arah di mana mereka akan tinggali sekarang.

"Kamu dan teman lelakimu sangat cocok. Aku suka," ujar Olivia sambil tertawa pelan.

Maksudnya aku dan William? Tidak. Kami hanya cocok sebagai rekan. Jangan mengada-ngada kamu.

Walau pun aku- bukan, bukan aku tapi kami, mengalami situasi yang menegangkan tapi hasilnya membuat hati kami lega. Membantu hantu sama seperti membantu manusia. Melihat mereka tersenyum, aku juga tersenyum.

Setelah mengganti pakaian, aku menuruni tangga dan melihat William masih tersenyum dari tadi. Senyumannya bisa membunuh para gadis. Tunggu, aku juga gadis.

"Berangkat sekarang, Nona Elina Scott?" canda William sambil menjulurkan tangan kanan.

Aku tertawa teringat bagaimana sandiwara kami lagi. Sambil menggandeng tangannya, aku pun membalas.

"Ya, sekarang, Tuan George."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status