Aku bersama William kembali memasuki kelas kemarin, karena kelas kami masih ditutup. Tapi sebelum itu, aku ijin pada William untuk ke kamar mandi lagi.
Walaupun kamar mandi perempuan bukanlah tempat Stephanie dibunuh, tapi dia pasti bisa memberi petunjuk lain. Misal, muncul tulisan berembun dikaca atau membisikku sesuatu, seperti saat dia marah pada Karen.
Sekarang aku berdiri di depan kaca. Berharap Stephanie bisa memberi petunjuk.
"Baiklah Stephanie, aku tidak punya banyak waktu. Kamu harus memberiku petunjuk lain. Aku tidak bisa diam tanpa petunjuk. Aku temukan apa yang kamu maksud, yaitu nama. Lalu, apa selanjutnya?"
Lampu kamar mandi pun berkedip. Berikan aku petunjuk, Stephanie.
Apa yang kuharapkan sirna. Lampu kembali normal, ketika ada beberapa murid perempuan masuk ke kamar mandi. Ini bukan waktu yang tepat.
"Bagaimana?" William bertanya padaku, saat aku keluar dari kam
"Apa?!"Karen sungguh terkejut mendengar penjelasanku, sampai beberapa murid kelas menoleh pada kami."Rekaman ini buktinya. Mereka akan mengajakmu ke kamar mandi, jika aku tidak berhenti. Tapi, jika aku berhenti, pasti Stephanie juga tidak akan membiarkanku diam," ujarku menjadi dilema.William terlihat marah. Dia tidak percaya akan menjadi sangat parah. "Kita harus melapor sekarang! Ini sudah tidak bisa dibiarkan!""Aku tidak yakin rekaman ini cukup untuk dijadikan bukti. Kita harus mencari saksi. Danny! Kita harus mencarinya nanti! Dan Karen, jika Kevin mengajakmu untuk ikut, jangan terima."Karen mengangguk setuju.Masalahnya sekarang, di mana Danny berada?Jika mereka bisa membuat rencana, kami pasti bisa juga.Bel pulang sekolah berbunyi, dengan cepat kami bertiga keluar dari kelas. Sebelum Pak Clint dan Kevin menemukan Danny, kami harus men
Hari ini, aku tidak akan tinggal di rumah dengan menghabiskan banyak waktu hanya untuk tidur saja.Ibu mengajakku keluar kota selama empat hari, karena ada pelanggan yang menelpon untuk datang. Ingin meminta pendapat tentang dekorasi rumah.Di tengah jalan, kami juga sempat berhenti untuk mengisi bensin mobil, dan membeli cemilan serta minuman.Rasanya, ingin seperti ini terus, tapi kalau terlalu lama libur sekolah juga tidak menyenangkan.Kali ini, pelanggan yang kita temui memiliki rumah yang lumayan besar, jika dilihat dari luar. Jadi penasaran, isi rumahnya pasti luas sekali.Seorang wanita berambut pirang terang keluar dengan senyum bahagia. "Selamat datang. Maaf, jika aku menyulitkanmu sampai datang ke sini," ujarnya merasa tidak enak."Tidak masalah, Nyonya Ginger," balas ibu dengan tenang."Panggil saja Maddie, Maddie Ginger," balas Maddie.
"Sayang, ayo bangun."Kudengar suara Andrew sedang membangunkan Vinny. Ya, aku sudah terbangun sebelum Andrew datang, hanya pura-pura masih tidur.Vinny bergerak tanda sudah bangun.Entah pendengaranku yang salah atau masih mengantuk, kudengar ada suara kecupan. Pikiran buruk yang kemarin sudah hilang, seketika menjadi muncul kembali."Mandilah, Ayah ingin mengajakmu dan Zoe jalan-jalan," ujar Andrew membuat Vinny pergi dari kamar.Aku yang masih pura-pura tidur pun dihampiri juga olehnya."Zoe sayang, bangun. Ayah ingin mengajakmu pergi bersama Vinny."Sayang? Dan dia tidak sadar, daerah mana yang dia sentuh? Ingin sekali kuteriak."Zoe sayang ... " Seketika dia meremas sesuatu dibagian tubuhku, hingga aku melenguh dan menatapnya tajam. Dia ini sudah seperti penjahat kelamin.Aku langsung bergegas ke luar kamar. Sempat berhenti sambil menoleh padanya. "Lain kali, jika ingin membangunkan orang, jangan pernah sentuh bokongnya." Se
Kami berempat telah berkumpul di meja makan, kecuali Maddie. Sudah hampir dua jam Maddie tidak keluar dari kamar."Maddie belum bangun?" tanya ibu yang mulai khawatir. "Apa sakitnya semakin parah? Kita bawa saja ke rumah sakit," ajaknya ingin sekali pergi ke kamar.Andrew berdeham, lalu menjawab, "Sebenarnya ... dia sudah pergi ke rumah orang tuanya kemarin malam. Ayahnya tiba-tiba sakit, jadi tengah malam dia membangunkanku untuk minta diantar."Sedari tadi, aku melihat wajah Andrew dan Vinny yang ketakutan, seperti menyimpan suatu rahasia."Kenapa tiba-tiba sekali? Lalu bagaimana dengan dekorasinya?" tanya ibu yang terkejut."Aku ... juga sudah bilang itu, tapi dia bilang itu bisa diurus nanti," jawab Andrew lagi.Ini sungguh tidak beres. Tidak masuk akal. "Oh ya, dia meninggalkan pesan." Dia pergi ke kamar untuk mengambil uang tebal. Uang itu dia taruh di depan ibu.
Bagus sekali. Kedua makhluk itu masih tidur di pagi hari, jadi ibu bisa pergi ke kantor polisi tanpa sepengetahuan mereka.Sedangkan aku, di sini sedang menonton televisi sambil menahan hawa dingin yang datang."Aku minta maaf atas apa yang kulakukan di kamar mandi saat itu." Maddie terduduk di sebelahku sambil ikut menonton televisi."Karena saat itu Andrew menginginkanmu pergi, aku tidak ingin hal itu terjadi. Tapi di sisi lain, aku juga marah karena tidak diberitahu.""Aku juga minta maaf, karena tidak memberitahumu. Saat itu, aku ingin mencari bukti terlebih dahulu. Jika aku langsung mengatakannya padamu tanpa bukti, sama saja dianggap penuduh. Aku tidak tahu, jika kondisimu sampai seperti ini ...,' balasku sambil menoleh padanya. "Tapi tenang saja, ibuku sedang pergi ke kantor polisi. Semua rahasia di rumahmu ini akan terbongkar," lanjutku meyakinkan."Aku akan membantu, jika kamu membutuhkanku," balasnya singkat. Dia menoleh padaku sambil tersenyu
"Oh, begitukah? Wah, pasti asik sekali menjadi Kakak.""Tidak begitu asik. Aku bukan orang yang suka diberi pujian, apalagi berlebihan."Aku sedang berbincang dengan Vinny tentang bagaimana aku di sekolah. Dari masih diganggu, sampai banyak murid bahkan guru dan staff memberi pujian setelah aku masuk televisi.Sambil membawa keranjang baju yang baru kusterika ke kamar, aku menjawab pertanyaan banyak Vinny yang sedari tadi tertarik dengan kehidupanku.Bukan ingin tertawa, tapi mengingat sikapnya kemarin ... sudahlah. Lupakan masa lalu."Lalu, lalu, apa Kak William itu tampan?"Aku terkekeh saat menaruh keranjang baju. "Dimata seluruh gadis begitu. Tapi bagiku, biasa saja," jawabku sambil mengambil sebagian baju untuk dimasukkan dalam lemari."Aku jadi ingin bertemu dengannya," tukas Vinny. Entah kenapa, aku merasa tidak ingin membiarkannya bertemu pada William.
Sesuai dengan ucapanku kemarin malam, aku sudah berada di depan Ussy Delrey yang menatapku bingung."Maaf, apa kita pernah bertemu sebelumnya?"Aku melihatnya ... seperti bukan pembunuh. Johan memberiku petunjuk, yaitu wanita rambut pendek warna hitam, sedangkan Ussy rambut panjang warna cokelat.Tidak bisa mendekat padanya karena ada lapisan kaca dengan beberapa lubang, jadi aku memintanya untuk ikut mendekat."Aku tahu kamu tidak bersalah. Kamu bukanlah pembunuh."Mendengar ucapanku, dia terlihat sangat senang. "Akhirnya! Akhirnya ada yang percaya! Sungguh, bukan aku yang melakukannya. Aku dijebak!""Aku tahu itu. Sekarang, aku butuh beberapa jawaban." Aku mengeluarkan secarik kertas dengan beberapa pertanyaan yang sudah kubuat kemarin malam."Aku membaca artikel tentang dirimu. Kamu tinggal bersama tiga teman perempuan. Apa di antara mereka, kamu pernah membua
Aku memang menerima ajakan Jordan dengan berani, tapi melihat ada tiga polisi di depan rumah TKP, membuat nyali menciut. Tidak yakin, jika ini akan berhasil."Apa kita tetap melanjutkan ini?" tanyaku pada Jordan yang masih mengemudi."Sudah sejauh ini kamu ingin mundur?" tanyanya balik."Kamu tidak lihat? Ada tiga polisi di depan rumah yang masih terjaga. Dan kamu ingin membawaku ke mana? Rumahnya sudah terlewat jauh." Aku mengeluarkan ponsel untuk bersiap menelpon polisi, jika dia macam-macam."Kamu pikir, kita masuk melalui pintu depan?" tanyanya lagi dengan senyuman miring.Tetap saja. Mau lewat depan atau belakang, jika ketahuan bisa gawat. Lihat saja nanti, jika sungguh kita tertangkap, aku orang pertama yang akan menunjuknya. Tentu saja, hanya ada aku seorang.Dia menghentikan mobil tepat di belakang rumah.Ada jendela yang terbuka sedikit di balkon. Bisa k