“Julie bagaimana dengan yang lainnya, apa ada kendala juga?” tanya Jessi kepada sekretarisnya yang duduk di hadapannya.
“Yang lain tidak ada masalah, Nona. Kendalanya hanya dia bagian ini saja. Ini berjalan sangat lambat sehingga yang lain mengeluhkan kinerja dari departemen ini.” Julie menyerahkan berkas laporan dari masing-masing divisi.
“Dia lagi,” gumamnya saat melihat laporan yang diberikan oleh sekretarisnya. “Beritahu yang lain, sepuluh menit lagi meeting.”
“Baik, Nona.” Julie segera mengumumkan ke setiap departemen yang bertanggung jawab atas perilisan produk baru.
Jessi dan Julie bangun dari duduknya, mereka hendak ke ruang meeting untuk membahas kendala yang dialami pembaruan produk yang akan diluncurkan dua bulan lagi.
Leon belum tahu masalah yang terjadi dengan sang boss. Ia mengikuti dua wanita cantik yang berjalan begitu tergesa dengan kebingungan.
‘Sepertinya ada masalah lagi, tapi apa?’ gumam Leon dalam hatinya sambil t
“Hahaha … anda tidak sadar? Baru saja anda mengakuinya?” Jessica tertawa mengejek laki-laki paruh baya itu. Marcus menjadi gelagapan karena ucapannya secara tidak langsung mengakui perbuatannya. “Maksudnya bagaimana anda bisa menuduh saya seperti itu? Apa anda mempunyai bukti?” “Aku diam bukan tidak tahu atas semua perbuatanmu.” Salah satu sudut bibir Jessi terangkat. “Aku tahu anda selalu memberikan semua info penting di Beauty Corporation kepada CEO D. R Corporation. “Itu tidak benar, Boss. Semua itu bisa saya jelaskan.” Laki-laki paruh baya itu masih mengelaknya. Ia pikir semua yang ia lakukan tidak akan tercium oleh atasannya. “Silakan anda jelaskan di kantor polisi,” sahut Jessi. “Kantor polisi?” Marcus terkejut, lalu bangun dari duduknya. “Anda tidak bisa seenaknya seperti, Nona Jessica.” “Aku yang berkuasa di sini, apa pun yang aku lakukan itu demi kebaikan perusahaanku dan kesejahteraan para pegawai Beauty Corporation yang bekerja sungguh-sungguh dan tentunya selalu s
"Tidak apa-apa, Nona." Julie menarik sudut bibirnya ke atas. "Sebenarnya saya sedang patah hati," ucapnya malu-malu sambil menunduk."Astaga! Apa kamu perlu teman untuk berbagi? Aku siap menjadi pendengarmu." Jessi merasa khawatir dengan sekretarisnya.Wanita cantik itu menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya. Ia mendongak menatap sang boss yang ada dalam gendongan laki-laki yang dicintainya."Saya tidak apa-apa, Nona. Saya akan menyibukkan diri dengan bekerja untuk melupakannya. Saya tidak akan jatuh cinta lagi. Saya hanya akan bekerja dan bekerja!" ucap Julie dengan semangat.Jessi mengacungkan jempolnya kepada Julie. "Itu bagus. Sebaiknya jangan menjadi budak cinta, jika kita ingin sukses.""Siap, Nona!" balas Julie dengan tegas. "Kalau begitu saya bekerja dulu, Nona," ucapnya setelah membukakan pintu ruangan sang CEO. "Silakan!"Leon membawa bosnya masuk, lalu mendudukkannya di sofa. Ia merogoh salep yang ada di dalam kantung jas
“Ah ... tidak, Nona. Saya tidak ingin jatuh cinta lagi sebelum sukses. Untuk saat ini hati saya benar-benar tertutup.”'Saya patah hati karena cinta saya bertepuk sebelah tangan kepada Tuan Leon, Nona,' ucap Julie dalam hatinya.“Baiklah, aku mengerti.” Jessi mengangguk-angguk sambil tersenyum. “Silakan kembali bekerja!”“Baik, Nona.” Julie segera keluar dari ruangan boss-nya.Jessi menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi sambil menggoyang-goyangkan kursi kebesarannya setelah sang sekretaris keluar dari ruangannya.Wanita itu memijat batang hidungnya sambil memejamkan mata. “Kenapa aku bisa seceroboh itu, hingga kakiku terkilir,” gumamnya.Leon masuk ke dalam ruangan boss-nya. Ia berjalan pelan sambil memandang wajah cantik sang nona yang terlihat sangat kusut. “Silakan, Nona.” Pengawal itu menaruh kopi panas di meja kerja sang boss.Aroma kopi buata
"Aku hanya bercanda Leon." Jessi tertawa pelan sambil menggelengkan kepala, lalu kembali fokus pada layar komputernya.Setelah beberapa menit ia masih melihat Leon berdiri di depannya. Ia kembali memandang sang pengawal itu."Kenapa kamu masih berdiri di situ? Mulai detik ini sampai aku sembuh, kamu harus menggendongku, jadi kakimu harus diistirahatkan. Aku tidak mau terjatuh saat dalam gendonganmu. Sekarang duduklah!"Leon tampak berpikir, yang dikatakan boss-nya ada benarnya juga, jadi Leon menurut saja pada perintah sang nona."Baiklah, Nona, saya tunggu di luar.""Di sini saja. Aku tidak mau berteriak saat memerlukan bantuanmu. Kamu duduk saja di situ supaya aku tidak kesulitan jika memerlukan bantuanmu," titah Jessi sambil menunjuk sofa yang ada di ruangan itu."Baik, Nona." Leon segera menuju sofa. Ia sengaja duduk membelakangi boss-nya supaya bisa menggunakan ponselnya.Ketika ia membuka ponselnya tampak ada pesan m
Leon mendapat pukulan dari Jimmy setelah laki-laki itu menggendong kekasihnya. "Beraninya menyentuh kekasihku!" Jimmy kembali memukul Leon.Leon terhuyung dan hendak terjatuh, namun laki-laki jangkung itu bisa menyeimbangkan tubuhnya."Maafkan saya, Tuan. Saya hanya mengikuti perintah Nona Jessi."Walau sakit, Leon tetap menunduk hormat kepada Jimmy sebagai tanda minta maaf.Bisa saja ia membalas perbuatan teman kencan boss-nya, tapi Leon berusaha menahannya karena tidak ingin ada masalah nantinya."Jimmy ...!" Jessica berteriak saat melihat teman kencannya memukul Leon. "Sekarang keluarlah dan jangan pernah menemuiku lagi!" Jessi sangat kesal dengan Jimmy yang sangat pencemburu."Kamu lebih membela dirinya?" tanya Jimmy dengan penuh amarah sambil menunjuk Leon. Wajahnya sudah memerah karena emosi melihat kekasihnya digendong laki-laki lain di hadapannya. "Kamu membiarkan dia bersikap kurang ajar padamu. Dia hanya seorang pengawal, Jes
'Semoga hanya sekedar gugup saja berada dekat wanita secantik Boss,' ucap Leon dalam hatinya sambil memejamkan mata.Ia tidak mau melihat wajah cantik itu karena khawatir terperdaya olehnya."Bibirmu berdarah, mungkin sedikit robek," ucap Jessi sambil melihat bibir pengawalnya."Tidak apa-apa, Nona. Ini tidak sakit." Leon membuka mata, lalu memegang tangan sang nona. "Biar saya saja Nona.""Kamu diamlah!" Jessi membersihkan luka di sudut bibir Leon dengan sangat hati-hati.Berada sedekat itu dengan wajah sang nona membuat dada Leon berdebar-debar tak karuan. 'Jangan sampai hati saya terperdaya,' batinnya sambil memandangi wajah sang nona.“Leon, maafkan aku,” ucap Jessi sambil mengoleskan salep anti biotik pada luka di bibir pengawalnya.“Kenapa Nona minta maaf? Ini sudah menjadi kewajinban saya.”“Kamu bukan sedang melindungiku, Leon.”“Tidak apa-apa, Nona. Tuan Jimmy sepe
Leon tambah berdebar saat mendengar ucapan sang nona. ‘Dua bulan lagi bukan waktu yang sebentar untuk menjaga hati saya supaya tidak tertaut pada wanita sempurna seperti Nona Jessi karena itu bisa menggagalkan semua rencana yang telah saya susun,’ batin Leon.“Leon, kenapa kamu diam saja? Bagaimana rasanya, enak bukan?” Jessi menatap Leon yang sedang mengunyah makanannya dengan jarak yang sangat dekat. ‘Ternyata Leon sangat tampan, bahkan dia terlihat lebih menarik dari pada Jimmy dan Alan,’ gumamnya dalam hati."Apanya yang enak, Nona?" tanya Leon yang belum fokus dengan pertanyaan sang nona."Tentu saja makanannya, memangnya apa lagi?" Jessi tampak tersenyum melihat wajah Leon yang terlihat polos.“Oh ...." Leon baru tersadar. "Makanan ini sangat enak, Nona. Terima kasih sudah memberi makanan seenak ini,’ ucap Leon setelah menelan makanannya dengan susah payah.Tidak seperti biasanya, ta
"Ucapanmu terdengar seperti seorang laki-laki yang sedang merayu kekasihnya,” ucap Jessi sambil tertawa pelan. “Benarkah?” tanya Leon malu-malu. “Kalau begitu saya bena-benar minta maaf atas kelancangan saya.” Kata-kata itu keluar dari mulutnya tanpa disadarinya. Entah kenapa ia berbicara seperti itu kepada Jessi. “Kamu terlalu banyak minta maaf, Leon.” Jessi tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. “Tolong, antarkan saya ke meja kerja, pekerjaan saya sudah memanggil-manggil sejak tadi.” “Baiklah, Nona.” Leon membopong wanita cantik itu dan membawanya ke meja kerja, lalu mendudukkannya di kursi kebesaran sang CEO. “Selamat bekerja, Nona.” “Terima kasih selalu menyemangatiku.” “Sama-sama, Nona.” Leon kembali duduk di sofa setelah sang nona kembali fokus pada pekerjaannya. Laki-laki itu menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa sambil memijat batang hidungnya. Ia merasakan keanehan pada dirinya saat berada dekat dengan sang boss.