Share

Part 9–Hampir Celaka

Kami sampai di terminal kota tempat kelahiranku ketika jam sudah lewat tengah malam. Kami duduk di halte terminal karena tak ada kendaraan umum menuju desa di jam segini.

"Benar kata papanya Aldi, Pak. Harusnya kita bisa tunda kepulangan ini sampai pagi. Bapak, sih, apa-apa pakai emosi dulu," gerutu Ibu.

"Sabar. Ini Bapak lagi coba telepok Entis buat minta tolong jemput. Tapi, kok, belum diangkat juga."

"Ya sudah Bapak coba terus. Ibu mau beli minum dulu di warung sana." Ibu menunjuk kedai yang ada di seberang kami. Cukup berjarak dari sini.

"Ya sudah sana," sahut Bapak sembari terus mencoba menelepon kerabat dari keluarga Bapak.

"Kamu mau dibelikan apa, Nur?"

"Air putih saja, Bu."

"Roti mau?"

Aku menggeleng.

"Ya sudah." Ibu berlalu pergi ke sana sendirian.

Aku duduk dengan menjulurkan kedua kaki ke depan seraya mengusap-usap perut. Rasa lelah membuatku tak sabar ingin membaringkan badan. Kurogoh ikatan dari saku jaket, lalu mengikat rambut yang sedari tadi dibiarkan terurai.

"Pak, ak
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status