Penampakan yang menyeramkan mendadak tersuguh di atas perairan itu. Sebuah bayangan raksasa hitam menyerupai sosok perempuan berpakaian kelelawar terbang terlihat menukik tajam membentuk garis melengkung setengah lingkaran. Dengan pergerakannya yang begitu cekatan, sosok bayangan hitam itu kemudian menyambar permukaan lautan. Dalam sekejap mata, sosok makhluk hitam itu menghilang tepat di belakang sebuah kapal yang sedang jangkar.
Begitu menakjubkan aksi yang dia pertontonkan. Tak ubahnya bagai atraksi pesawat jet tempur yang terbang manuver menanjak tinggi ‘high-loop’ lalu menukik dengan tajam menuju ke permukaan lautan.
Sosok makhluk apakah itu? Entahlah. Yang jelas bukan berasal dari dimensi biasa.
Anehnya, tak satu pun dari kesembilan orang mahasiswa fakultas ilmu kelautan yang tengah melakukan penelitian di atas geladak kapal yang sedang jangkar itu menyadari adanya suatu penampakan. Padahal, keberadaan bayangan itu di saat menyambar permukaan lautan hanya berjarak beberapa jengkal jauhnya di belakang mereka.
Entah apa sebenarnya yang terjadi, namun suasana yang senyap kemudian mendadak berubah ricuh. Sesaat setelah sosok bayangan hitam itu menghilang, penglihatan Wendra langsung digempur oleh penampakan yang menyeramkan. Seorang perempuan tua menyerupai sosok makhluk serigala betina terlihat olehnya muncul duduk bersila di atas geladak kapal. Kuku-kukunya yang panjang dia pertontonkan. Sudahlah panjang, kuku-kuku itu runcing pula. Perempuan tua itu lalu tersenyum mesra mempertontonkan gigi-giginya yang kuning kepada Wendra. Ternyata di sana ada taringnya, panjang pula.
Tak pelak lagi, napas Wendra mendesah panjang. Kedua bola matanya terpelotot tajam. Mulut ternganga bulat. Lidah Wendra mencibir keluar. Wajahnya menjorok ke depan. Sesaat Wendra tampak bego mirip orang sakit ayan.
Jantung Wendra mencak-mencak. Sontak dia berteriak.
“Baaah! Set... set... setaaaaaaaaaan...! Setaaaaaaaaaan...! Lihat itu ada setan...!” teriak Wendra terbata-bata. Suaranya melengking tinggi hingga membahana ke angkasa sana.
Masing-masing orang geger mendengar teriakan. Semua pasang mata serempak tertumpuk pada Wendra. Namun tak ada satu pun keanehan yang terlihat di sana.
Syahera, yang duduk tak jauh dari Wendra telak terperanjat. Pantatnya bahkan sempat terangkat.
“Astaghfirullah, hampir copot jantungku!” Syahera mengusap-usap dadanya yang berdetak-detak.
“Ngapain kamu tiba-tiba saja berteriak seperti orang gila gitu Wend! Jantung aku hampir copot nih gara-gara kamu, mikir dikit dong kalau mau bikin guyonan,” umpat Syahera lagi.
“Memang dasar kurang kerjaan tuh anak.” Nita yang juga tersengat kaget ikut mengumpat.
“Iya tuh, geram juga aku dibuatnya.” Vivi langsung menyambung umpatan Nita.
“Ikan gurami ... burung betet,” sebut Vivi lagi.
“Hah! Ikan gurami burung betet? Apa-apaan tuh Vi.” Kulit jidat Wendra berkerut-kerut.
“Elu teriak lagi langsung gue sabet.”
“Bedebah!” Mulut Wendra ternganga.
Perempuan tua bertaring panjang menyerupai sosok makhluk serigala betina itu ternyata tidaklah ada di sana. Hanya suatu ilusi saja. Dalam beberapa saat, Wendra hanya bisa plonga-plongo menelan mentah-mentah kebingungannya. Perempuan tua bertaring panjang itu memang tak lagi terlihat olehnya.
“Wah edan! Ke mana perginya ya dia? Jangan-jangan kapal yang disewa ini ada hantunya lagi.” Mulut Wendra semakin ternganga.
*****
Keanehan ternyata belumlah berhenti sampai di sana. Beberapa saat setelah Wendra menyaksikan adanya penampakan, hembusan hawa dingin seolah-olah menyelusup masuk ke dalam raga kesembilan orang mahasiswa fakultas ilmu kelautan itu. Syahera, Ratih, Nita, Wendra, Ganta, Cici, Vivi, Nining dan Sapta yang berada di atas geladak kapal mulai merasakan kejenuhan, juga kelelahan. Sebegitu cepatnya mereka rasakan. Tak ada lagi yang bersemangat untuk melanjutkan penelitian.
Ratih, Vivi dan Nining bermalas-malasan meluruskan badan. Sapta terlihat berdiri memandangi hamparan lautan sekedar menenangkan pikiran. Wendra dan Ganta duduk berselonjor di pagar geladak menikmati mesra gelintingan tembakau beracun hingga berbatang-batang. Syahera dan Nita memilihi berleha-leha sejenak di belakang geladak tak jauh dari ruangan mesin kapal.
Keheningan di perairan itu tiba-tiba berubah gempar. Tak dada tanda-tanda, halilintar mendadak datang menghajar. Suara gelegar menebas pendengaran.
“Braaaak...! Buuuuum...!”
Begitu luar biasa dahsyatnya suara gelegar, begitu memekakkan. Terdengar bagai tembakan peluru kanon roket kaliber besar. Angkasa di atas perairan itu bergetar.
Jangankan manusia, jin dan setan yang bobok siang saja ikut kalang-kabut terperanjat. Seketika itu juga mereka hengkang ambil langkah seribu lari tunggang-langgang.
Seisi kapal apalagi, lebih telak terperanjat.
Sapta yang sedang berdiri di lantai geladak terpeleset karena tersengat kaget. Langsung dia tiarap di lantai geladak. Kedua kupingnya dia sumbat kuat-kuat. Dia kira ada peluru roket yang salah pencet nyasar ke sana.
Wendra yang bersandar di pagar geladak seketika terlonjak dari duduknya.
“Bedebah!” Latah dia mengumpat. Gelintingan tembakau beracun yang tengah dia hisap mesra sampai-sampai tertelan olehnya karena saking kagetnya dia.
Ganta yang sedang berselonjor bahkan terlompat. Kepalanya tersungkur ke depan dengan hebat. Jidatnya tak sengaja mendarat pada plat baja pembatas lantai geladak kapal yang tak lunak. Pastilah menyakitkan. Tak mau ketinggalan, bibir dan hidung Ganta juga ikut-ikutan mencium mesra lantai geladak.
“Mati aku maaaak....!” Ganta mencak-mencak menahan sakit yang begitu menyentak-nyentak. Jidat Ganta nyaris bocor. Mulutnya jontor. Wajahnya benjol-benjol. Maka hilanglah kegantengan Ganta mahasiswa fakultas ilmu kelautan itu untuk sesaat.
Ratih, Vivi, Cici dan Nining yang tengah beristirahat sontak tersentak. Kelopak mata yang baru saja terkatup kembali terangkat.
“Ya Allah!” Ratih mengucap.
“Astaga!” Vivi menepuk jidat.
“Buseeeeeet!” Cici terperanjat.
“Bedebah...!” Nining latah langsung melompat. Dipikirnya hari sudah kiamat.
Ketakutan bersarang. Tubuh gemetaran. Keempat orang mahasiswi itu langsung berhamburan duduk merapatkan badan saling berpegangan tangan.
Syahera yang berleha-leha di belakang geladak tak kalah kagetnya. Jantungnya berdetak kencang melebihi ambang batas detak jantung orang dewasa “Masyaallah.” Shahera berucap menyebut nama Tuhannya.
Nita yang juga berada di geladak belakang bahkan terlempar dari duduknya. Nyaris saja dia tersungkur di lantai geladak.
“Monyet! Eh copot-copot, eh copot lagi.” Nita latah mengumpat.
Wajah Nita yang pucat menengadah ke atas. Dilihatnya langit mendadak berubah hitam. Begitu menyeramkan. Nita mulai ketakutan. Langsung dia bubar lari kocar-kacir menuju ruangan penumpang meninggalkan Syahera.
“Hoi Nita, mau ke mana!” Syahera bersorak memanggil Nita. Namun Nita tak mempedulikannya.
“Buset tuh anak, main kabur saja,” umpat Syahera. Syahera akhirnya bangkit juga dari duduknya ikut-ikutan kabur menyusul Nita.
Suatu kejadian yang menyeramkan tiba-tiba menebas jantung Nita. Tepat di ambang pintu ruangan, sesosok makhluk serba putih menyerupai seekor serigala betina muncul menampakkan badan. Misteriusnya lagi, pintu geser ruangan penumpang yang tadinya terbuka itu mendadak terhempas, kemudian tertutup rapat.
“Braaaaak!” Suara bantingan pintu terdengar begitu keras. Jantung Nita kembali ditebas dengan lebih beringas.
Benar-benar menyeramkan. Tak pelak lagi, sepertinya memang ada sosok makhluk kasat mata yang sengaja datang membawa setumpuk dendam.
*****
Pintu ruangan penumpang itu tertutup dengan tiba-tiba. Nita yang berada di ambang pintu hampir celaka. Tubuhnya nyaris saya bonyok terjepit di antara dua buah daun pintu yang terbuat dari kombinasi baja dan logam biasa. Kekagetan Nita luar biasa. Jantungnya yang dua kali ditebas keterkejutan berdetak dengan ganas. Nyaris saja jiwanya terlepas. Nita telak terjungkal. Beruntung, Syahera yang ikut menyusul sigap menyambut tubuh Nita dari arah belakang. Kepala Nita yang hampir saja membentur benda keras berhasil dia selamatkan. Nita benar-benar ketakutan. Pikirannya berkecamuk menyaksikan adanya suatu penampakan, sesosok makhlu putih menyerupai serigala betina yang kelaparan. “Setaaaan...! Lihat itu Ra, ada setaaan..!” teriak Nita dengan suara membahana. Mulut Nita membulat ternganga. Kelopak matanya terangkat sempurna. Dia kira ada setan usil yang berbuat jahil di dalam ruangan penumpang sana. Syahera yang tak menduga Nita berteriak sebegitu keras ikut-iku
Syahera yang sedang berlarian ingin menuju ke geladak bahagian depan mendadak kaget. Dia mendengar suara ribut-ribut dan teriakan. “Tunggu dulu Nit!” Syahera berhenti sesaat. Pergelangan tangan Nita dia pegang erat. “Sepertinya tadi aku ada dengar suara teriakan Ganta dari arah depan,” sebut Syahera. Dia semakin mempertajam pendengarannya. “Aku tadi juga dengar Ra, kayaknya si Ganta itu habis terpeleset deh.” “Mungkin jadi karena sambaran halilintar tadi Nit.” “Emang kayaknya, soalnya aku tadi juga hampir tersungkur.” “Kita tunggu di sini saja ya Nit, tadi aku juga dengar mereka semuanya mau pindah ke belakang.” “Iya Ra, aku juga takut ke depan, katanya masih ada badai terlihat di depan sana.” Langkah Nita dan Syahera akhirnya tertahan sebelum mereka melewati akses jalan sempit yang ada di pinggiran dinding-dinding sisi sebelah kanan ruangan penumpang. Hanya jalan sempit selebar setengah meter yang dibatasi oleh dinding ruangan dan ping
Nita yang berdiri di belakang Syahera bahkan langsung terlompat dikagetkan oleh gelegar halilintar yang hebat. Maksud hati ingin ngumpet di belakang ruangan penumpang agar selamat. Namun dia mendadak terperanjat. Seekor kelelawar raksasa berwarna hitam sekonyong-konyong muncul dari arah belakang geladak. Penglihatan Nita tersengat, dia kembali melompat. Lalu merapat ke dinding yang ada di belakang ruangan penumpang. “Syahera, lihat itu, ada kelelawar raksasa!” Nita histeris bersorak. Tangannya menunjuk-nunjuk ke arah kelelawar raksasa yang melejit sebegitu cepat mendekati kecepatan sambaran kilat. Tak hanya melejit sebegitu cepat, namun juga sangat besar terlihat. Mungkin ada puluhan kali besarnya jika dibandingkan dengan ukuran kelelawar biasa yang sering bergayut di ranting-rantingan lebat. Pendengaran Syahera dikagetkan oleh teriakan Nita. Syahera langsung menoleh ke arah Nita. Wajah Nita tampak pucat olehnya mendekati pucatnya wajah mayat. Lalu Syahera melihat ke ar
Kekagetan ternyata tak hanya menimpa Sapta, namun Wendra juga. “Aneh, ngapain si Sapta itu ketakutan melihat aku ya?” pikir Wendra. Baru saja Wendra terjaga setelah dirinya dihadiahi kekagetan oleh kemunculan sesosok penampakan kelelawar raksasa hitam, kini dia dihadiahi lagi oleh keheranan. Sapta bagai ketakutan melihat dirinya. Ganta yang berwajah bonyok bahkan ikut juga terlepas dari papahan Sapta. “Hoi Sapta, kamu itu lagi ngapain? Lagi kesurupan setan apa?” Sapta yang mendengar makhluk gosong itu bicara langsung tersentak. “Orang apa siluman!” Kulit jidat Sapta berkeriput banyak. Dalam penglihatannya, Wendra adalah sesosok makhluk berwujud siluman. “Wah, udah gila elu Sap, kamu pikir aku ini makhluk siluman!” “Bah! Siluman bisa bicara?” Sapta ternganga. “Buset elu Sap!” Wendra mencela. “Itu Wendra Sap, bukan siluman.” Ganta yang ikut terjungkal menceletuk. “Hah! Ternyata kamu Wend, bukan siluman?” “Begok kamu Sap!”
“Ratih, apa kamu lihat juga?” Nita buru-buru bertanya. Ratih kembali mengernyitkan kulit jidatnya. “Aku pikir hanya aku saja tadi yang lihat, makanya aku tak ingin menceritakannya pada siapa pun.” Jawaban Ratih tak langsung mengiyakan pertanyaan Nita. “Berarti, kamu lihat juga kan Rat?” Nita menegaskan lagi pertanyaannya. “Itu masalah Nit, soalnya menurut aku hal itu sangat tak masuk logika. Kamu tahu juga kan bahwa kelelawar itu adalah jenis hewan mamalia yang di siang hari hidupnya selalu bergayut, bukannya sejenis unggas seperti burung laut yang bisa terbang melanglang buana. Jadi mana mungkin mereka bisa terbang sampai sejauh ini, mustahil Nit! Lagi pula jenis kelelawar kan hanya keluar di malam hari. Jadi menurut aku....” kalimat Ratih terhenti sampai di sana. Sepertinya dia teringat akan sesuatu. Ratih kemudian menampakkan wajah ketakutannya pada Nita dan Syahera. “Astaga, jadi teriakan Wendra tadi? Mungkin saja dia memang benar melihat adanya penam
Kaget, benar-benar luar biasa kaget. Cici, Vivi, Nining, Wendra, Ganta dan Sapta yang sudah terlebih dahulu berada di dalam ruangan penumpang terperangah hebat. Wajah mereka berenam sontak berubah pucat. Mulut ternganga bego melihat. Mata yang menyaksikan terbelalak bulat. Tak seorang pun dari mereka yang mampu berucap. Syahera, Ratih dan Nita yang berada tepat di ambang pintu tak kalahnya tersengatnya. Nyaris saja mereka celaka. Ketiganya serempak terjerit. “Buseeeeet...!” Ratih berteriak kaget. Dia langsung terpeleset. “Allahuakbar...!” Syahera latah bersorak. Dia sontak terlonjak. “Ciat...!” Nita meloncat. Persis menirukan gaya seorang pesilat. Kali ini untuk yang ke dua kalinya Nita diteror oleh kejadian misterius yang sama. Dengan mata kepalanya sendiri, Nita kembali menyaksikan bagaimana pintu ruangan penumpang itu tiba-tiba saja kembali terhempas, lalu tertutup rapat. Dirinya kini semakin trauma berat. Wajah pucat, mulut terkatup erat. Sejenak
Penglihatan Cici dan Vivi yang terperangkap di dalam ruangan penumpang langsung tegang mengetahui Nita yang tadi berjalan menuju ke geladak depan tiba-tiba saja tak lagi terlihat di balik kaca jendela ruangan penumpang. “Astaghfirullah, lihat itu Nita tercebur!” Cici langsung bersorak. “Apa, Nita tercebur?” Sapta membelalakkan mata, soalnya dia tadi tak melihatnya. “Di mana Ci?” tanya Sapta penasaran, juga penuh kekhawatiran. “Di sana Sap, aku tadi sempat melihat Nita berjalan ke depan, lalu dia mendadak lenyap, mungkin saja terjungkal,” tunjuk Cici ke arah kaca jendela ruangan yang ada di sisi sebelah kanan deretan paling belakang. “Bah, jadi Nita tercebur ke laut?” Sapta tercengang. “Masak Ci, kok aku nggak lihat.” Wendra yang baru saja sadar dari telernya menyela. Dia kemudian mendekat ke arah Cici. “Ya Allah, Cici itu benar Wend, aku tadi juga lihat Nita itu tiba-tiba saja menghilang di sana.” Vivi yang tadi juga melihat mendahului jawaban
Tak hanya di dalam ruangan, di luar ruangan penumpang kemelut juga tak kalah sengitnya. Langkah Syahera terhenti sebelum dia sempat melewati akses jalan sempit yang ada di pinggiran dinding-dinding ruangan. Di sepanjang akses jalan itu hingga menuju ke arah lantai geladak bahagian depan Nita sama sekali tak lagi terlihat olehnya. “Lho, Nitanya kok nggak ada ya? Nggak mungkin deh dia bisa menghilang secepat itu.” Rasa waswas mulai menyelimuti benak Syahera. Penglihatan Syahera kemudian tertuju ke arah lautan. “Waduh, jangan-jangan dia....” gumam Syahera membayangkan sesuatu hal yang tadi sempat terpikirkan olehnya. “Jangan-jangan Nita sudah kecebur masuk ke dalam laut,” sebut Syahera lagi. Keceplosan ternyata dia bicara. Syahera langsung menyekap mulutnya. “Ya Allah...., jangan deh, jangan Nit, nggak mungkin.” Syahera memicingkan matanya. Tak ingin sebenarnya Syahera mengucapkan kalimat itu. Tak ingin juga dia berpikiran hingga sampai jauh ke sana. Namun entah