Share

STRANDED (TERDAMPAR)
STRANDED (TERDAMPAR)
Penulis: MORA

Part-1: Bayangan Hitam Kelelawar Terbang

    Penampakan yang menyeramkan mendadak tersuguh di atas perairan itu. Sebuah bayangan raksasa hitam menyerupai sosok perempuan berpakaian kelelawar terbang terlihat menukik tajam membentuk garis melengkung setengah lingkaran. Dengan pergerakannya yang begitu cekatan, sosok bayangan hitam itu kemudian menyambar permukaan lautan. Dalam sekejap mata, sosok makhluk hitam itu menghilang tepat di belakang sebuah kapal yang sedang jangkar.

     Begitu menakjubkan aksi yang dia pertontonkan. Tak ubahnya bagai atraksi pesawat jet tempur yang terbang manuver menanjak tinggi ‘high-loop’ lalu menukik dengan tajam menuju ke permukaan lautan.

     Sosok makhluk apakah itu? Entahlah. Yang jelas bukan berasal dari dimensi biasa.

     Anehnya, tak satu pun dari kesembilan orang mahasiswa fakultas ilmu kelautan yang tengah melakukan penelitian di atas geladak kapal yang sedang jangkar itu menyadari adanya suatu penampakan. Padahal, keberadaan bayangan itu di saat menyambar permukaan lautan hanya berjarak beberapa jengkal jauhnya di belakang mereka.

     Entah apa sebenarnya yang terjadi, namun suasana yang senyap kemudian mendadak berubah ricuh. Sesaat setelah sosok bayangan hitam itu menghilang, penglihatan Wendra langsung digempur oleh penampakan yang menyeramkan. Seorang perempuan tua menyerupai sosok makhluk serigala betina terlihat olehnya muncul duduk bersila di atas geladak kapal. Kuku-kukunya yang panjang dia pertontonkan. Sudahlah panjang, kuku-kuku itu runcing pula. Perempuan tua itu lalu tersenyum mesra mempertontonkan gigi-giginya yang kuning kepada Wendra. Ternyata di sana ada taringnya, panjang pula.

     Tak pelak lagi, napas Wendra mendesah panjang. Kedua bola matanya terpelotot tajam. Mulut ternganga bulat. Lidah Wendra mencibir keluar. Wajahnya menjorok ke depan. Sesaat Wendra tampak bego mirip orang sakit ayan.    

     Jantung Wendra mencak-mencak. Sontak dia berteriak.

     “Baaah! Set... set... setaaaaaaaaaan...! Setaaaaaaaaaan...! Lihat itu ada setan...!” teriak Wendra terbata-bata. Suaranya melengking tinggi hingga membahana ke angkasa sana.

     Masing-masing orang geger mendengar teriakan. Semua pasang mata serempak tertumpuk pada Wendra. Namun tak ada satu pun keanehan yang terlihat di sana.

      Syahera, yang duduk tak jauh dari Wendra telak terperanjat. Pantatnya bahkan sempat terangkat.

     “Astaghfirullah, hampir copot jantungku!” Syahera mengusap-usap dadanya yang berdetak-detak.

     “Ngapain kamu tiba-tiba saja berteriak seperti orang gila gitu Wend! Jantung aku hampir copot nih gara-gara kamu, mikir dikit dong kalau mau bikin guyonan,” umpat Syahera lagi.

     “Memang dasar kurang kerjaan tuh anak.” Nita yang juga tersengat kaget ikut mengumpat.

     “Iya tuh,  geram juga aku dibuatnya.” Vivi langsung menyambung umpatan Nita.

     “Ikan gurami ... burung betet,” sebut Vivi lagi.

     “Hah! Ikan gurami burung betet? Apa-apaan tuh Vi.” Kulit jidat Wendra berkerut-kerut.

     “Elu teriak lagi langsung gue sabet.”

     “Bedebah!” Mulut Wendra ternganga. 

      Perempuan tua bertaring panjang menyerupai sosok makhluk serigala betina itu ternyata tidaklah ada di sana. Hanya suatu ilusi saja. Dalam beberapa saat, Wendra hanya bisa plonga-plongo menelan mentah-mentah kebingungannya. Perempuan tua bertaring panjang itu memang tak lagi terlihat olehnya.

     “Wah edan! Ke mana perginya ya dia? Jangan-jangan kapal yang disewa ini ada hantunya lagi.” Mulut Wendra semakin ternganga.

***** 

     Keanehan ternyata belumlah berhenti sampai di sana. Beberapa saat setelah Wendra menyaksikan adanya penampakan, hembusan hawa dingin seolah-olah menyelusup masuk ke dalam raga kesembilan orang mahasiswa fakultas ilmu kelautan itu. Syahera, Ratih, Nita, Wendra, Ganta, Cici, Vivi, Nining dan Sapta yang berada di atas geladak kapal mulai merasakan kejenuhan, juga kelelahan. Sebegitu cepatnya mereka rasakan. Tak ada lagi yang bersemangat untuk melanjutkan penelitian.

     Ratih, Vivi dan Nining bermalas-malasan meluruskan badan. Sapta terlihat berdiri memandangi hamparan lautan sekedar menenangkan pikiran. Wendra dan Ganta duduk berselonjor di pagar geladak menikmati mesra gelintingan tembakau beracun hingga berbatang-batang. Syahera dan Nita memilihi berleha-leha sejenak di belakang geladak tak jauh dari ruangan mesin kapal.

     Keheningan di perairan itu tiba-tiba berubah gempar. Tak dada tanda-tanda, halilintar mendadak datang menghajar. Suara gelegar menebas pendengaran.  

     “Braaaak...! Buuuuum...!”

     Begitu luar biasa dahsyatnya suara gelegar, begitu memekakkan. Terdengar bagai tembakan peluru kanon roket kaliber besar. Angkasa di atas perairan itu bergetar.

     Jangankan manusia, jin dan setan yang bobok siang saja ikut kalang-kabut terperanjat. Seketika itu juga mereka hengkang ambil langkah seribu lari tunggang-langgang.

     Seisi kapal apalagi, lebih telak terperanjat.

     Sapta yang sedang berdiri di lantai geladak terpeleset karena tersengat kaget. Langsung dia tiarap di lantai geladak. Kedua kupingnya dia sumbat kuat-kuat. Dia kira ada peluru roket yang salah pencet nyasar ke sana.

     Wendra yang bersandar di pagar geladak seketika terlonjak dari duduknya.

     “Bedebah!” Latah dia mengumpat. Gelintingan tembakau beracun yang tengah dia hisap mesra sampai-sampai tertelan olehnya karena saking kagetnya dia.

     Ganta yang sedang berselonjor bahkan terlompat. Kepalanya tersungkur ke depan dengan hebat. Jidatnya tak sengaja mendarat pada plat baja pembatas lantai geladak kapal yang tak lunak. Pastilah menyakitkan. Tak mau ketinggalan, bibir dan hidung Ganta juga ikut-ikutan mencium mesra lantai geladak.  

     “Mati aku maaaak....!” Ganta mencak-mencak menahan sakit yang begitu menyentak-nyentak. Jidat Ganta nyaris bocor. Mulutnya jontor. Wajahnya benjol-benjol. Maka hilanglah kegantengan Ganta mahasiswa fakultas ilmu kelautan itu untuk sesaat.  

     Ratih, Vivi, Cici dan Nining yang tengah beristirahat sontak tersentak. Kelopak mata yang baru saja terkatup kembali terangkat.

     “Ya Allah!” Ratih mengucap.

     “Astaga!” Vivi menepuk jidat.

     “Buseeeeeet!” Cici terperanjat.

     “Bedebah...!” Nining latah langsung melompat. Dipikirnya hari sudah kiamat.  

     Ketakutan bersarang. Tubuh gemetaran. Keempat orang mahasiswi itu langsung berhamburan duduk merapatkan badan saling berpegangan tangan.  

     Syahera yang berleha-leha di belakang geladak tak kalah kagetnya. Jantungnya berdetak kencang melebihi ambang batas detak jantung orang dewasa “Masyaallah.” Shahera berucap menyebut nama Tuhannya.  

     Nita yang juga berada di geladak belakang bahkan terlempar dari duduknya. Nyaris saja dia tersungkur di lantai geladak.

     “Monyet! Eh copot-copot, eh copot lagi.” Nita latah mengumpat.

     Wajah Nita yang pucat menengadah ke atas. Dilihatnya langit mendadak berubah hitam. Begitu menyeramkan. Nita mulai ketakutan. Langsung dia bubar lari kocar-kacir menuju ruangan penumpang meninggalkan Syahera.

     “Hoi Nita, mau ke mana!” Syahera bersorak memanggil Nita. Namun Nita tak mempedulikannya.

     “Buset tuh anak, main kabur saja,” umpat Syahera. Syahera akhirnya bangkit juga dari duduknya ikut-ikutan kabur menyusul Nita.

      Suatu kejadian yang menyeramkan tiba-tiba menebas jantung Nita. Tepat di ambang pintu ruangan, sesosok makhluk serba putih menyerupai seekor serigala betina muncul menampakkan badan. Misteriusnya lagi, pintu geser ruangan penumpang yang tadinya terbuka itu mendadak terhempas, kemudian tertutup rapat.

     “Braaaaak!” Suara bantingan pintu terdengar begitu keras. Jantung Nita kembali ditebas dengan lebih beringas.

     Benar-benar menyeramkan. Tak pelak lagi, sepertinya memang ada sosok makhluk kasat mata yang sengaja datang membawa setumpuk dendam. 

*****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status