Bagaimana kisah Serena dan Dante sejuah ini? Jangan lupa tinggalkan jejak kalian yaa Selamat membaca love -minaya-
“Ya ampun, benar ini calon menantuku?” Seorang wanita dengan pakaian dan perhiasan yang sangat modis itu berdiri sambil menatap Serena dengan tatapan ternganga.Wanita itu terlihat cukup muda, dengan mata yang sama persis seperti manik mata milik Dante. Tidak diragukan lagi gen wanita ini sangat kuat.“Elena, kau membuatnya tidak nyaman,” ucap pria berwibawa yang terlihat persis perawakannya seperti Dante. Melihat sekilaspun tau kalau pasangan ini adalah orang tuanya.“Janga menahan istimu, Reynad. Biarkan dia puas-puas melihat calon menantunya,” sahut Jack—papa Serena yang sudah duduk manis di sebelah papa Dante yang Serena ketahui namanya adalah Reynad.“Hallo, tante, om. Saya Serena Ambrose,” ucap Serena formal sambil memperkenalkan dirinya. Di sampingnya, Dante masih berdiri tanpa mengucapkan apapun.Situasi ini sungguh tiba-tiba bagi Serena, bahkan papa dan kakeknya tidak memberitahunya jik
“Serena, kita akan bertemu sebentar lagi ya, mama titip Dante padamu,” ucap Elena masih dengan senyum merekah di wajah cantiknya. Elena terlihat sangat bahagia mengingat putra satu-satunya yang dia miliki akan segera melepas masa lajangnya yang berkepanjangan itu. Elena dan Reynad pulang karena acara pertemuan dua keluarga sudah selesai. Itupun sudah terlambat 1 jam karena Serena terlambat datang. Anehnya, saat kakek dan papanya menanyakan tadi kenapa dia terlambat, Dante membelanya lagi mengatakan bahwa dia yang lupa menjemput Serena. Padahal, pria itu tidak ada memberitahunya kalau ada acara penting seperti ini. “Jaga kesehatanmu, ya! Dante. Jangan lupa jaga menantu mama!” ucapnya pada putranya itu. Dante hanya membalasnya dengan mengangguk. “Tuan Ambrose, kita akan bertemu sebentar lagi, kami pulang dulu,” ucap Reynad sambil memeluk papa dan kakek Serena. “Dante, papa titip Serena!” Reynad berucap sambil menepuk lengan putranya. Darahnya berdesir ketika Reynad mengucapkan kata
“Serena kau hanya milikku, kemarilah.” “Siapa kau?” Serena berucap dengan nada gemetar. Seorang pria yang tidak dapat dia lihat wajahnya karena penerangan yang minim itu membuat Serena ketakutan setengah mati. Di tangannya, pria itu memegang sebuah belati yang terlihat sangat tajam. Serena menelan ludahnya susah payah. “NICO TOLONG AKU!” teriak Serena tetapi tidak ada yang menolongnya. Teriakan demi teriakan hanya membuat pria misterius itu semakin gencar untuk mendekat ke arahnya. Pria itu berjalan semakin mendekat. “Jangan pernah mengabaikanku Serena, kau hanya milikku, ingat?” “Jangan mendekat!” teriak Serena sambil berjalan mundur. Kenapa tidak ada orang di mansion ini? Apa dirinya akan berakhir mati seperti ini? Di tangan penguntit yang selalu menerornya ini? “Siapa kau?” tanya Serena namun terdengar tidak terlalu penting di situasi genting seperti itu karena dengan sekali hentakan saja pisau tajam itu bisa menembus jantungnya. “Katakan kau hanya milikku, Serena.” Pria itu
“Nona, sekarang giliran anda untuk memakaikan cincin pernikahannya ke jari manis suami anda.” Ucapan pendeta tersebut tak mambuat lamunan Serena buyar sedikitpun. Malahan, gadis tersebut terus menatap pria yang sebentar lagi akan sah menjadi suaminya, berpakaian lengkap bak pangeran dari sebuah kerajaan. Haruskan hidupnya berakhir seperti ini? Pertanyaan itu sudah berputar ribuan kali di kepalanya ketika Serena mulai bersiap-siap untuk acara pernikahannya. Sekarang, ketika Serena menatap dalam-dalam mata cokelat milik Dante, dia hanya memiliki 2 kemungkinan, entah dibunuh atau membunuh. Keadaa hening, gereja megah yang berada di bibir pantai Italia itu menjadi saksi bisu keputusan Serena untuk menikahi pria yang berencana akan membunuhnya. Seluruh mata menyorot ke arah mereka berdua, bahkan dari ribuan wartawan yang hadir hanya sebagian yang diperbolehkan masuk. Serena tersenyum, lalu memakaikan cincin itu di jari manis Dante dengan gerakan penuh keyakinan. Tanga kecilnya yang se
“Selamat untuk kalian berdua, mulai sekarang kalian harus lebih dewasa ya, terutama kamu Dante, usiamu jauh lebih tua dari Serena jadi kamu harus selalu menuntunnya sebagai seorang suami.” Elena berucap dengan senyuman khasnya. Dante hanya mengangguk sebagai balasan. “Tidak perlu khawatir, Ma,” jawabnya singkat. Kedua keluarga Ambrose dan Massimo kini sedang berkumpul di tempat makan outdor yang langsung mengarah ke bibir pantai yang sangat indah. Cahaya matahari yang hampir terbenam membuat suasana semakin intim dan berkesan, tapi tidak bagi Serena. Karena dia terpaksa harus menikah dengan pria yang ingin membunuhnya ini. Sungguh tragis! “Apa kalian akan tetap tinggal di sana?” tanya Reynad memecah keheningan. Makanan pembuka sudah dihidangkan dan mereka sedang menunggu makanan utama datang. “Ya, Pa,” jawab Serena dengan nada canggung. Sangat tidak nyaman rasanya mengatakan sebutan ‘papa’ untuk Reynad. Hari ini hanya papanya yang bisa hadir karena kakek Serena ada urusan mendad
“Aku tidak akan masuk sebelum kau menjawab pertanyaanku.” Serena berhenti tepat di depan pintu kamar hotel yang akan mereka tempati untuk malam ini. Dante yang sejak tadi mengekor di belakangnya hanya menatap Serena dengan tatapan malas. “Kau sebut itu pertanyaan?” tanya Dante dengan nada meremehkan. Serena menyilangkan tangannya di dada sambil menatap suaminya itu. “Kau mengatakan kau hanya melakukan sesuatu hanya untuk uang, apa kakek membayarmu untuk memberikannya cucu perempuan?” tanya Serena denga nada yang pelan, karena mereka berdua masih berdiri di lorong hotel. Walaupun tipe kamar ini sangat eksklusif, tidak menutup kemungkinan ada yang menguping pembicaraan pengantin baru itu. “Jadi itu yang ada di otak kecilmu itu selama ini?” Dante terkekeh sambil menoel kepala Serena membuatnya tersulut emosi. “Apa kau tidak bisa menjawab pertanyaan seseorang tanpa ikut bertanya balik?” Serena berucap dengan kesal. “Masuklah dulu, kita berbicara di dalam,” ucap Dante mendahului Serena
“Kau tidak sedang bercanda kan?” tanya Serena dengan raut wajah yang sangat tercengang. Dante menatap Serena dengan tatapan serius. “Apa saya terlihat seperti orang yang suka bercanda?” tanya Dante balik. Seperti biasanya pria itu selalu menjawab pertanyaannya dengan pertanyaan balik. Tapi benar, pria ini tidak terlihat seperti orang yang suka bercanda. “Oke, memang benar aku tidak bisa mengingat apapun tentang masa laluku, tapi apa buktinya jika kau yang menyelamatkanku? Kenapa kau bisa ada di sana? Dan bagaimana bisa?” tanya Serena dengan pertanyaan bertubi-tubi. Sangat sulit baginya untuk mempercayai perkataan Dante. “Inilah kenapa saya malas mengatakan ini, karena saya tidak suka ikut campur urusan orang lain,” jawabnya dengan nada dingin. “Tidak bisakah kau langsung menjawab pertanyaanku?” Dante menghembuskan napasnya kasar, lalu mengeluarkan sesuatu dari dalam dompetnya. Sebuah foto yang sedikit usang membuat Serena
“Saya tau semuanya karena mamamu berselingkuh dengan ayah saya,” jawab Dante dengan nada yang terdengar sedih.Serena tiba-tiba berdiri sambil menutup mulutnya tak percaya. “Dante, kau serius?” tanya Serena tak habis pikir.Begitu banyak rahasia yang tidak dia ketahui selama ini, bagaimana bisa Serena hidup dengan egois, menyalahkan semua orang dan merasa paling menderita?“Jadi mamaku berselingkuh dengan Reynad, papamu?” tanya Serena.“Bukan, Reynad adalah papa tiri saya. Ayah kandung saya yang berselingkuh dengan mamamu. Dan pria yang dikatakan Fredrick mati bersama mamamu itu adalah ayahku.”Napasnya tercekat. Setelah semua fakta itu Elena masih sangat baik dengannya, bagaimana bisa?“Aku tidak tau harus mengatakan apa,” ucap Serena dengan nada getir. Seluruh tubuhnya lemas, seluruh semangatnya untuk hidup rasanya sirna begitu saja.“Oleh karena itulah saya sebenarny