Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 19POV OPI."Sini kamu Opi! Dasar bini gak punya sopan santun. Bisanya bikin malu laki aja!" sentak Mas Agas sambil melepaskan pergelangan tanganku dengan kasar."Mas, sakit. Pelan-pelan aja 'kan bisa.""Gak bisa! Kesel aku sama kamu. Kenapa sih kamu itu gak mati aja sekalian? Aku 'kan udah bilang gak usah ikut ya gak usah. Ngapain kamu maksa, hah?! Terus itu Ibumu, kenapa kamu pake larang-larang dia buat makan sama Arin?""Ya aku gak Sudi Mas Ibu makan sama mereka. Ibu 'kan kita yang bawa ke sini, masa Ibu makan sama mereka. Mau ditaruh di mana harga diri kita?""Harga diri? Kamu pikir kalau kita biarin Ibu makan sama mereka terus harga diri kita bakal kemana, hah?!""Ck tapi Mas, aku gak suka sama si Arini, lagaknya udah kayak orang berada aja. Pokoknya Ibu gak boleh makan sama mereka.""Ah udah terserah. Pokoknya aku gak mau tahu ya, mulai sekarang aku gak mau lihat kamu bikin malu aku lagi, apalagi di depan Arini, paham?!" sentaknya k
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 20Dadaku kembali bergemuruh dan naik turun tak karuan. Cepat kutarik sprei itu hingga semua bantalnya jatuh ke lantai. Lalu kubawa sprei itu ke kamar mandi.Dar! Dar! Dar!"Mas! Mas buka!" Aku teriak sambil menggedor pintu kamar mandi."Apaan sih? Ganggu aja! Pergi sana! Mati bila perlu!" teriaknya kasar. Aku bahkan masih dapat mendengarnya dengan jelas meski pintu ditutup rapat.Hatiku tentu makin nyeri dan perih. Tapi aku tak punya alasan untuk pergi dari sana, walau dia menyentak bahkan berkata kasar, aku tetap menunggunya di depan kamar mandi."Ngapain kamu masih di sini? Ngehalangin jalan aja! Awas!" sentaknya ketika dia selesai mandi.Aku yang tengah duduk memeluk lutut di dekat pintu kamar mandi langsung bangkit."Mas, apa ini?!" teriakku kencang. Kedua mataku melotot menatapnya geram."Apa? Dasar bini gak berguna!" balasnya sambil melengos pergi dari hadapanku.Cepat aku mengekor."Mas, tunggu!""Apa sih kamu? Awas. Aku capek. M
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 21POV Arini."Rin, beneran kamu gak apa-apa? Kita ke rumah sakit aja ya," tanya Bang Jaya lagi."Iya Rin, ke rumah sakit aja kenapa sih, takut kamu kenapa-kenapa," timpal Ibu mertua."Gak apa-apa, Bu, Bang. Arin gak apa-apa. Arin cuma kaget dan masih agak sesek dikit aja kok tapi beneran gak apa-apa ini."Ya Allah untung aja aku masih selamat. Gak tahu tadi siapa yang masuk dan mencoba membekapku tadi. Ternyata beneran ngeri jadi orang kaya, belum juga kami seminggu tinggal di sini, orang jahat udah berani aja masuk. Astagfirullah."Bang, Itu Mang Anwar udah pergi beli susu 'kan?" "Udah. Udah pergi tuh nyalain mobil. Udah malem, Abang suruh pake mobil aja kasian."Aku mengangguk sambil terus berusaha menetralkan napasku yang masih sedikit berantakan. Sementara Bang Jaya duduk di sebelahku untuk terus memastikan kondisiku, dan ibu mertua sibuk menenangkan Nuna yang kehabisan susu."Besok, suruh Mang Anwar nyari orang buat pasang cctv Jay
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 22"Tadi, saat Ibu ajak Nuna jalan-jalan pake stroller, masa tiba-tiba ada yang mau serempet kami dari belakang. Gak tahu siapa. Iseng banget tuh orang, untung gak celaka.""Ya Allah Bu, hati-hati. Terus Nuna gimana sekarang?""Gak apa-apa. Tadi untung ada Mang Anwar baru pulang jemput Mbak Mumun, dia teriak terus Ibu langsung aja ngehindar. Nuna nangis sih, tapi cuma bentar.""Alhamdulillah kalau gitu, Bu. Ya udah Arin pulang sekarang aja ya.""Eh udah selesai emang? Kalau belum, kalian selesain aja dulu. Nuna gak apa-apa kok.""Oh ya udah, Bu. Titip Nuna bentar ya, Bu.""Iya."Tut!"Kenapa katanya Rin?""Nuna sama Ibu hampir keserempet motor, Bang.""Ya ampun. Terus gimana?""Gak apa-apa. Tadi untung ada Mang Anwar baru pulang jemput Mbak Mumun, dia teriak terus Ibu langsung aja ngehindar. Nuna nangis sih, tapi cuma bentar.""Alhamdulillah kalau gitu, Bu. Ya udah Arin pulang sekarang aja ya.""Eh udah selesai emang? Kalau belum, kalian
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 23Aku menggeleng-geleng cepat, "Mbak, ini nggak seperti yang, Mbak-""Menjijikan! Jadi ini kelakuan kalian di belakangku, hah?!""Nggak, Mbak. Ini gak seperti yang Mbak pikirin, ini-""Ibuuu!" Mbak Opi teriak tak memberiku kesempatan menjelaskan.Kontan saja, semua orang akhirnya berhamburan datang ke dapur. Aku mulai panik. "Ada apa sih kamu Opi? Teriak-teriak udah kayak di hutan aja," protes Ibu yang tampak kesal."Lihat itu Bu, lihat mereka. Tega-teganya mereka berbuat tak senonoh di rumah ini."Ibu dan semua orang di sana menatapku dan suaminya Mbak Opi bingung, sementara aku cepat menggeleng-gelengkan kepala untuk menampik tuduhan Mbak Opi."Berbuat tak senonoh? Maksudnya gimana?" tanya Ibu, masih tampak bingung."Mereka Bu, mereka selingkuh!" tukas Mbak Opi. Jarinya bertelunjuk lurus padaku dan suaminya.Ibu menyeringai dengan mata melotot penuh."Apa?! Selingkuh?" Ibu mengulang ucapan Mbak Opi dengan nada yang sangat amat terkeju
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 24Brak!Bang Jaya membanting bobot ke atas sofa. Raut wajahnya sudah tak dapat kugambarkan. Dia sepertinya marah, kecewa dan entah apa lagi.Walau tadi dia membelaku, ternyata dia juga benar-benar termakan omongan Mbak Opi yang menuduhku habis-habisan, belum lagi suaminya yang biadab itu, kenapa dia harus memberikan kesaksian palsu? Dasar bajingan."Bang ...." Belum juga aku melanjutkan ucapan, dia sudah melirik tajam ke arahku."Bang, Abang harus percaya sama Arin, semua ini gak bener Bang, sumpah," kataku lagi.Dia hanya mengembuskan napas kasar sambil berpaling muka."Pengakuan si brengsek itu, sama sekali gak bisa dipercaya Bang, buat apa Arin selingkuh? Arin udah punya suami, anak dan juga mertua yang baik 'kan?" Aku tak menyerah.Ekor matanya melirik sekilas."Arin gak tahu lagi harus ngomong apa kalau sampai Abang gak percaya, tapi Arin berani sumpah, bahwa semua itu hanya fitnah. Arin gak ada niatan sedikit pun buat selingkuh apa
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 25"Arin! Kamu kenapa bengong lagi?" Pertanyaan Ibu mertua membuatku mengerjap.Aku cepat menggeleng, meyakinkan beliau bahwa tak ada apa-apa dan semua baik-baik saja.Tetapi karena ibu mertua terus saja mendesak agar aku cerita, akhirnya tak terasa air mataku lolos juga.Aku terisak-isak di pangkuan beliau yang tengah sibuk memangku Nuna. Sampai akhirnya beliau memanggil Mbak Mumun untuk membawa Nuna sebentar ke dalam."Bawa Nuna main sebentar.""Baik, Bu."Aku lalu dibawa ke dapur, diberi minum. Setelah agak tenang, aku ditanya lagi soal masalah yang membuatku mendadak jadi murung seharian ini."Cerita sama Ibu, ada apa?" Beliau mengangkat daguku.Lagi, aku terisak dan berhambur dalam pangkuan beliau. Ibu mertua cepat mengelus kepalaku."Anggap Ibu adalah Ibumu sendiri Rin, jangan sungkan cerita," ucap beliau lembut."Bu, Bang Jaya salah paham.""Loh, kenapa?""Semalam, Bu ...."Kuceritakan semuanya meski dengan suara bergetar dan peras
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 26"Iya si Opi masa bilang katanya adiknya tega ngerebut suaminya. Adiknya si Opi siapa lagi kalau bukan si Arin, iya 'kan?" kata Bu Wiwin.Ibu mertua diam, lalu melirik pelan ke arahku sambil menghela napas. Aku menunduk saja. Sudah kadung lemes, males juga kalau harus jelasin, mending kalau mereka ngerti, kalau nggak? Percuma."Halah, biasa itu, lagi ada percikan dikit, kesalahpahaman, palingan juga entar pada baikan lagi." Ibu mertua merespon santai akhirnya, sambil mengibaskan tangannya di depan wajah."Ah masa sih? Kok kayak lagi ada masalah gede ya? Si Opi sampe koar-koar di Facebook gitu. Mana komenannya pedes-pedes kayak nyindir si Arin." Bu Wiwin maksa."Udah biarin aja. Namanya anak muda, kakak beradik pasti ada aja kan gesekannya? Kita yang tua-tua yang harus paham. Iya 'kan ibu-ibu?" respon Ibu mertua lagi, sambil senyum lebar pada mereka berdua."Ya iya sih, tapi emang bener kalian lagi slek Rin?" Bu Wiwin menyikut lenganku.