SUAMI ONLINE 5
Oleh: Kenong Auliya Zhafira
Seseorang yang baru dikenal karena perjodohan terkadang membutuhkan sedikit kebohongan untuk memancing seberapa yakin hatinya akan hubungan yang ada. Kepekaan bisa saja goyah karena kenyataan yang ditampilkan berbeda dengan bayangan.
Kenes masih tidak peka persamaan antara Emran dan Danesh. Padahal jelas-jelas nama pria yang menikahinya secara online adalah Danesh Emran.
Wanita bisa menjadi makhluk pengingat terbaik soal kesalahan pria. Akan tetapi, terkadang kepekaannya bisa berkurang drastis hanya karena bingung antara yakin atau tidak.
Kenes menjadi salah satunya, di mana ia tidak mampu mengumpulkan kepingan-kepingan ingatan hingga membentuk pembenaran yang sempurna.
Dalam diam, Danesh berterima kasih pada remaja yang menggoda mereka. Ia jadi bisa tahu kalau Kenes merasa salah tingkah karena godaan receh. Mungkin saja, setelah ini perasaan Kenes bisa tumbuh untuknya.
"Cie ... mulai goyah, nih, karena godaan? Beruntungnya aku. Jadi tahu kalau kamu malu digoda." Danesh ikut menggoda Kenes yang semakin membuat pipinya merona.
Ia masih berusaha memberikan celah untuk Kenes agar lebih yakin. Namun, sepertinya masih belum peka. Momen yang sesuai mungkin masih dibutuhkan beberapa kali lagi.
Wanita yang sudah berusia, rasa pekanya bisa gampang berubah amnesia.
"Au, ah! Buruan ... katanya mau jalan-jalan keliling Alun-Alun? Entar keburu malem. Kan, aku mau mampir ke warung dulu," elak Kenes untuk menyamarkan rasa malunya.
"Ya udah. Ayo."
Danesh berjalan lebih dulu ke arah timur Alun-Alun untuk mengawali kencan yang entah apa namanya. Sedangkan Kenes mengikuti dari belakang dengan hati goyah. Goyah antara bayangan Emran dan juga Danesh yang sama-sama nyata.
'Mungkin nggak sih, kalau mereka orang yang sama?' tanyanya dalam hati. Namun, ia tidak mau berpikir terlalu dalam, takut sakit kepala.
Orang-orang di sekitar semakin memandang aneh ke arah Danesh. Mereka berjalan seperti kereta odong-odong, yakni depan belakang.
Danesh seketika menghentikan langkahnya. Hingga membuat Kenes menabrak punggungnya.
"Aw ...!" pekik Kenes. Dahinya sedikit sakit membentur punggung Danesh yang lumayan kuat. Tangannya mengusap dahinya beberapa kali.
"Kalau jalan mau berhenti, ngomong dong! Kan, jadinya aku nabrak," ucap Kenes masih memegangi dahinya.
Danesh langsung menarik jemari wanita di belakangnya agar langkahnya bisa sejajar. Setidaknya pandangan orang menjadi benar terhadapnya.
"Kita, kan, suami istri. Jadi jalannya berjejeran gini ... jangan kaya kereta. Biar nggak ilang. Ini kan, tempat ramai," jawab Danesh asal. Ia tidak peduli reaksi Kenes, wanita yang sedang berbicara sendiri di sampingnya.
Dia aslinya mau modus. Karena ia ingin jalan berdua dan mengukir kenangan di jalanan Alun-Alun. Danesh berjalan sembari menatap gerak langkahnya sendiri. Ingatan tentang simbol pernikahan tetiba muncul di kepala.
Danesh menghentikan langkahnya sekali lagi. Lalu berbalik menatap Kenes.
"Aku sampai lupa ngasih kamu simbol untuk pernikahan kita" ucap Danesh lagi sambil menepuk jidatnya sendiri.
Ia sampai melupakan sesuatu yang penting karena terlalu senang bertemu Kenes. Sebelum berangkat harusnya sudah diberikan, biar orang langsung paham saat melihat jari manis yang berkilauan. Sebagai pertanda kalau mereka adalah pasangan, bukan pacaran.
Jadi mereka tidak perlu mendengar godaan para remaja yang membuat malu, jika statusnya sudah berpasangan.
Bibir Kanes melengkung membentuk senyum tipis melihat Danesh bersikap demikian. Akalnya menggila. Hatinya mulai tertarik dengan sikap Danesh yang selalu membuatnya tak berkutik. Ia orang yang penuh kejutan.
Danesh mencari cincin seberat tiga gram yang ia simpan di saku celana. Tiga puluh detik pencarian akhirnya bisa ketemu.
Mata Kenes menyipit melihat model cincinnya. Hanya polos tanpa hiasan apa pun. Ia berpikir cincin itu akan ada berlian atau permatanya, seperti di acara lamaran selebrita. Namun, ia sadar kalau dirinya hanya wanita biasa.
"Aku pakaikan ya?" tawar sang pria.
Kenes menurut ketika jemarinya digenggam begitu saja. Ada desir aneh merayap ke hatinya tanpa permisi.
"Modelnya polos banget. Kamu yang pilih kah?" tanya Kenes dengan mata masih melirik cincin di tangan Danesh.
"Sengaja milih yang polos. Kan, sepolos pernikahan kita yang mau aja dinikahin virtual."
"Halah. Modus! Bilang aja pelit."
"Beneran. Ini spesial aku pesan loh ... aku juga sebenarnya ada. Tapi warna emas putih. Kamu nggak percaya?" Danesh mencari kembali cincin satunya di saku celana.
Setelah ketemu, Danesh menaruhnya di telapak tangan. Meskipun model sederhana, tetapi jika disandingkan berdua cincin itu terlihat serasi dan elegan.
Ya elah, cincin aja bisa terlihat serasi dan membuat wanita terpesona. Kalah telak sama mereka. Padahal cincin tidak bisa saling bicara dan berdebat.
Danesh meraih jemari Kenes sekali lagi. Lalu melingkarkan cincinnya tepat di jari manisnya.
"Pas banget. Tambah cantik," lirih Danesh menatap jemari Kenes yang berkilauan.
Kenes sadar memang cincin itu jadi lebih indah setelah berada di tempatnya. Akan tetapi, ia tidak tahu kalau dalam cincin tersebut ada ukiran nama Danesh Emran. Sedangkan milik Danesh juga terdapat ukiran nama Kenes Nismara.
"Suka, kan?" tanya Danesh yang melihat wanita di depannya seakan tak berkedip menatap jemarinya.
"Suka. Cincinnya. Tapi ... orang yang ngasih belum suka," jawab Kenes.
"Nanti lama-lama juga suka sama orangnya. Aku yakin itu. Karena cinta bisa datang karena terbiasa. Aku percaya suatu saat nanti kamu akan memiliki cinta yang besar untuk hubungan ini," ucapnya dengan yakin. Seyakin hatinya saat menerima tawaran perjodohan ini.
"Punya kamu pakai sendiri atau ...." Penuturan Kenes terpotong karena hati yang baru setengah menerima.
"Kalau kamu nggak mau pakaikan, aku juga bisa pakai sendiri."
Danesh mengambil cincin miliknya dan memakainya sendiri. Akan tetapi, sebelum menyentuh ujung jari, Kenes mengambil alih dan memakaikannya.
Ada satu harapan untuk menyelamatkan pernikahan ini dari ambang perpisahan. Karena perasaan mulai ikut bermain secara perlahan. Membuat hati semakin tertawan tapi bukan tahanan.
"Makasih Ken-ken, Sayang ...." Danesh mengacak rambut Kenes lembut dengan penuh sayang.
Lagi dan lagi Kenes merasa seperti sedang bersama Emran. Namun, yang di depannya itu Danesh, pria yang berbeda.
"Ya udah. Jalan lagi yuk?" ajak Danesh sembari menggandeng jemari Kenes. Takut hilang di tengah keramaian.
"Oh, ya, uang mas kawin yang tadi itu cuma sebagai syarat sahnya pernikahan aja. Aku udah nyiapin buku tabungan khusus sebagai bentuk nafkah dariku," ucap Danesh dengan langkah yang bergerak maju.
"Enggak apa-apa. Santai aja. Uang yang tadi udah aku simpan. Itung-itung sebagai kenangan," jawab Kenes yang ikut melangkah bersama menyusuri jalan.
Mereka berjalan dengan langkah kaki yang beriringan, membuat angan masing-masing melayang jauh tentang pemikiran masa depan seperti apa untuk pernikahannya.
Kenes sesekali menatap ke bawah di mana empat kaki berjalan kompak menyusuri jalan.
Mungkinkah pernikahannya juga bisa berjalan seperti kaki mereka yang seirama?
Ah, andai saja itu bisa ....
"Capek nggak?" tanya Danesh karena sudah merasa sampai di ujung utara Alun-Alun.
"Enggak. Kenapa? Kalau capek mau gendong gitu?"
"Mau banget malah. Pengen digendong?" Danesh menaik turunkan alisnya. Membuat Kenes semakin salah tingkah.
"Enggak. Udah ayo ... entar kemaleman. Katanya mau nganter ke warung dulu," protes Kenes. Aslinya malu kalau harus digendong di tempat umum.
Danesh yang akan melangkahkan kakinya, tiba-tiba berhenti mendengar namanya dipanggil.
"Danesh Emran ...?!"
Ia pun menoleh, begitu juga Kenes. Seorang wanita cantik melambaikan tangannya ke arah Danesh, suaminya.
"Hai ... apa kabar? Udah lama nih nggak jumpa. Sama siapa? Pacar?" tanya wanita itu terdengar begitu akrab. Matanya pun menatap Kenes.
Seketika Kenes merasa ada yang terbakar api. Panas.
Danesh menjadi serba salah. Ia paham kalau wajah wanita yang baru dinikahinya berubah kalem. Seperti menahan sesuatu. Apalagi matanya yang selalu menatap ke bawah. Di mana kaki mereka tidak lagi berempat, melainkan berenam.
"Silviana? Kamu ngapain di sini?" Danesh bertanya dengan perasaan campur aduk. Netranya bolak-balik menatap Kenes dan Silviana.
"Aku lagi jalan-jalan aja. Ini siapa kamu?" tanya Silvi sembari menunjuk ke arah Kenes dengan telunjuknya.
"Oh ... sampai lupa ngenalin. Ini Kenes, istriku."
Kenes mengangkat kepalanya. Mendengar Danesh menyebut istrinya membuat desiran halus masuk ke dalam dada.
Satu poin lagi membuat Kenes hampir meleleh.
Sikap Danesh yang tidak menyembunyikan statusnya pada orang lain, mampu sedikit mengubah pola pikirnya.
Apa memang benar kalau dia menjalani pernikahan ini dengan hati? Kalau benar demikian berarti harus bersiap jika Danesh menyentuhnya secara tiba-tiba.
Heh, malah ngarep.
------***-------
Bersambung
SUAMI ONLINE 44 C Last Episode Oleh: Kenong Auliya Zhafira Sementara di tempat prasmanan, Kenes melihat romantisnya Ratan mengambil banyak makanan untuk Silviana yang tengah merasakan ngidam. Ternyata ia bisa menjadi suami siaga. Meski pesonanya masih kalah jauh dibanding Danesh–suaminya. Setelah puas menikmati hidangan acara, Kenes memutuskan pulang. Apalagi Athalla terlihat mengantuk. Kasian kalau harus tidur dalam gendongan. Keduanya berpamitan, lalu meninggalkan acara. Danesh sengaja melajukan motor kecepatan sedang agar sampai ke rumah dengan cepat. Hanya sepuluh menit akhirnya mereka bisa menidurkan Athalla di kamar. Tubuh mungilnya menggeliat merasakan pergerakan. Suasana kamar yang sejuk membuat tidurnya kembali anteng. "Mas, tungguin ya ... aku mau ganti baju dulu," pinta Kenes sembari menuju ke lemari untuk
SUAMI ONLINE 44 BLast EpisodeOleh: Kenong Auliya ZhafiraWanita yang tampah menahan air matanya menjawab penuh binar bahagia. "Wah, makasih, Mbak Bos!"Inilah yang membuat Yuyun bertahan di sini. Mempunyai juragan royal dan tidak pelit. Selain itu kepercayaan yang diberikan itu penuh totalitas. Kali ini mereka bisa bertemu dengan keadaan yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Bahkan banyak kebaikan yang menyertai kehidupan mereka.Kebahagiaan mereka bertambah kali lipat kala mendapati kedatangan orang tua dan mertuanya. Mereka terlihat tengah berjalan memasuki warung. Setelah menangkap gerombolan orang yang dikenal, mereka menghampiri dengan binar penuh kerinduan.Athalla yang tengah anteng dalam gendongan mendadak tertawa mendapati ciuman bertubi-tubi dari kedua neneknya."Ibu ke sini, kok, nggak bilang
SUAMI ONLINE 44 ALast EpisodeOleh: Kenong Auliya ZhafiraMelihat orang yang telah lama tidak bertemu dengan penampilan berbeda pasti merasa terpesona. Apalagi jika itu mengarah hal lebih baik. Ditambah lagi itu adalah sesuatu yang memang menjadi kewajiban wanita muslim.Yuyun masih menatap takjub kecantikan Mbak Bosnya. Ada keinginan merayap ke hati jika nanti sudah siap lahir batin berpenampilan seperti wanita panutannya dalam bekerja.Rasa haru tersingkir untuk menyapa kehadiran pemilik warung seblak yang tiap hari bertambah ramai."Ya, Allah, Mbak Bos! Tambah cantik aja tidak bertemu berbulan-bulan. Dari tadi kenapa nggak bilang, malah diem aja!" protes Yuyun sambil melepaskan pelukan. Kemudian beralih menatap bayi mungil yang tengah memperhatikannya dengan seksama. Seperti ada rasa takut bertemu orang baru."Dika
SUAMI ONLINE 43 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraEnam bulan kemudian ....Athalla yang kini berusia enam bulan lebih terlihat menggemaskan. Momen terbaik perkembangan Athalla menjadi memori yang tidak akan terlupakan oleh keduanya. Bagaimana lelahnya begadang dan memahami tangisannya menjadi pengalaman melelahkan tapi membahagiakan.Mereka saling bahu membahu menjaga buah hati bergantian. Ketika Kenes membersihkan diri, maka Danesh bertugas menjaga anaknya. Mengajak bercanda dan bermain cilukba telah menjadi candu yang mengembalikkan rasa penat."Sayangnya Ayah, sekarang udah bisa ketawa ... bajunya juga bagus, jadi tambah ganteng," puji Danesh sembari menciumi perut Athalla. Suara tawanya terdengar begitu bahagia.Kenes yang baru selesai mandi menjadi gemas dengan tingkah suaminya. Ia s
SUAMI ONLINE 43 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraMendapat menu sarapan lain dari biasanya, rasanya sedikit menurunkan nafsu makan. Hidup sekarang bukanlah seperti zaman orang tuanya. Di mana sudah banyak kemajuan di bidang teknologi dan ilmu kesehatan. Akan tetapi, sekarang harus disuguhkan kehidupan yang sama seperti ibunya dulu.Kenes menatap isi meja makan. Meski rasa masakan ibunya selalu menjadi juara di hati, tetapi jika harus menu seperti ini setiap hari dipastikan bosan.Sang ibu yang tiba-tiba berdiri di belakangnya mengamati gerak anaknya. Ia tahu kalau menu sarapannya pasti tidak sesuai selera."Kenapa hanya diliatin? Ayo, sarapan. Biar ASI kamu lancar," ucap wanita yang melahirkannya 32 tahun lalu.Kenes menoleh, menatap sang ibu. "Apa cuma ini, Bu? Masa sayur bening sama rebusan tempe?" keluhnya.
SUAMI ONLINE 42Oleh: Kenong Auliya ZhafiraKekuatan memberi senyum pada pasangan kadang bisa menjadi penyemangat diri sendiri untuk terus berjuang melawan ribuan luka. Melihat pasangan menangis bukan hal yang ingin dilihatnya saat ini.Kekuatan itu mampu memberi sugesti positif untuk tetap bertahan menghadapi berbagai macam keadaan. Walaupun dalam kondisi terlara sekali pun.Kenes yang mulai menemukan kembali kekuatannya langsung fokus pada arahan Bu Rose. Tekadnya berjuang perlahan membara demi kehidupan yang didambakan keluarga. Memiliki buah hati sebagai penerus adalah imipan bagi setiap perempuan. Sedangkan dirinya hanya tinggal selangkah lagi untuk mendapatkan malaikat kecil."Sekali lagi ya, Mbak ... tarik napas dalam ... lalu mengejan." Bu Rose tidak lelah memberi arahan.Kenes menghirup napas sedalam mu