Share

13

"Kenapa, laah, a-yok."

"Kan gak boleh Om, nanti pendarahan takutnya." Aku beralasan. Ini yang selalu ia katakan saat aku menggodanya.

"Kau ini, plin plan kali laah. Kemarin kau goda aku. Cinta bilang tadi, tak apa." Om Redi kembali mendekat mengikis jarak, membuatku jadi semakin ketakutan saja.

Aku nyengir kecil. Dia mengungkit-ungkit aku menggodanya pula. Kulihat wajah suamiku tampak begitu memginginkannya, ini kesempatan aku beneran hamil anak nyata. Tapi gimana kalau ketahuan? A-duuh. Gak seharusnya tadi pakai pengganjal perut. Gimana, niih?

"Yok."

"Emmp, tapi gak usah dibuka ya, Om?" kataku akhirnya, menatapnya harap-harap cemas. Semoga saja ia setuju.

Ia mengernyit memandangku. "Hahaha. Memang bisa? Aneh kau ini." Tangannya bergerak ke arah bajuku.

"Maksudku, baju aku gak usah dibuka, gi-tuu."

"Bukalaah." Ia beringsut mendekat.

Kedua tanganku terjulur lurus ke depan menghalanginya lebih dekat ke arahku. "Bentar. Aku ...." Putar otak. Putar otak.

"Aku kayaknya pengen pipis deh,
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status