SUAMIKU SANGAT MARAH SAAT TAHU AKU MASIH PERAWAN

SUAMIKU SANGAT MARAH SAAT TAHU AKU MASIH PERAWAN

Oleh:  Fitri Soh  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
2 Peringkat
13Bab
1.6KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Kulakukan berbagai cara agar bisa menikah dengan Om Redi sahabat ayahku. Hingga di malam pertama, Om Redi sangat marah karena aku masih perawan.

Lihat lebih banyak
SUAMIKU SANGAT MARAH SAAT TAHU AKU MASIH PERAWAN Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
El GeiysyaTin
Mampir ke novelku yaaa....! Pelangkah Tanpa Syarat! terima kasih!
2023-10-19 21:55:52
0
user avatar
El GeiysyaTin
Hai, ini karya keren lagi dari author satu ini, banyak bener ya, karyanya, paling bisa bikin penasaran! gas Ken lah!
2023-10-19 21:54:54
0
13 Bab
1
"Kenapa kau keluar darah?" Om Redi menatapku curiga. Tatapannya tertuju pada sprei tempat barusan kami memadu kasih.Jantungku berdetak kencang dan aku tiba-tiba menjadi sangat tegang. Bagaimana cara aku menjelaskannya? Jelas aku tak mungkin mengatakan padanya yang sebenarnya. Ia pasti akan sangat marah jika tahu aku masih perawan.Om Redi mengernyit heran saat tatapannya kembali tertuju pada darah di sprei. Kami baru saja menikah.Om Redi menatapku dengan wajah semakin curiga saja. Tatapannya padaku yang mulanya biasa saja kini berubah menakutkan. "Apa jangan-jangan, kau bohongi aku?!" Lelaki berbadan tegap ini mengikis jarak, masing-masing tangannya mendarat di pundakku. Ia menggeretakkan gigi dan terlihat sangat marah. Wajar, jika dia sangat marah. Aku mendapatkan lelaki seusia ayahku ini dengan cara curang. Aku mencintainya tapi dia hanya menganggapku anaknya. Maka kepada ayahku, aku bilang bahwa aku dan Om Redi telah tidur bersama saat Om Redi mabuk karena ditinggal bibi menikah
Baca selengkapnya
2
Sepanjang jalan aku sama sekali tak bisa tenang. Saat Om Redi menoleh, aku meringis memegangi perut, pura-pura sakit."Perutku sakit banget, nih, Om. Mending ke rumah mama aja." Karena mama tiriku juga bidan. Kalau periksa sama mama, tentu mama akan membantuku. Om Redi menggelengkan kepala sambil tertawa kecil. Satu tangannya terangkat mengusap-usap kepalaku dengan gemas. Aku menepisnya dan dia tertawa kecil. "Kau ini aneh sekali. Rumah mama kau itu jauh. Di sana ada bidan. Dasar anak kecil."Aku melotot galak padanya. Aku udah jadi istrinya, bisa-bisanya ia masih mengataiku anak kecil. Tidak ingat apa kejadian tadi?Kupikir, ia tak akan memintaku 'tidur' dengannya karena yang ia cintai hanya bibi. Bibiku adalah cinta pertamanya. Namun, ternyata aku salah. Om Redi yang mengajak duluan, mengatakan bahwa kalau aku sudah jadi istrinya, yaa sebaiknya lakukan saja apa yang seharusnya dilakukan oleh suami istri. Malam sangat dingin, pula. Toh, aku sudah hamil anaknya, pula. Ya, sekalian s
Baca selengkapnya
3
"Lebih baik kita ke rumah mama aja, Om. Mungkin, alat Bu bidan rusak," kataku sambil mengusap keringat di dahi. Tegangnya. Sampai jantungku mau melompat keluar saja.Om Redi mengangguk padaku. Tapi, ia menatap Bu bidan lagi seperti ingin memastikan. Sungguh sikap Om Redi membuatku takut bukan kepalang. Walau aku telah menunjukkan pada suamiku ini alat kehamilan milik temanku yang kuakui sebagai milikku, tetap saja saat ini aku was-was. Takut Om Redi akan mempercayai ucapan Bu Bidan dan kembali ragu pada istrinya ini."Ayo, Om. Tempat mama sekarang," kataku cepat saat melihat bu bidan hendak membuka mulut. Lalu, aku menarik tangan suamiku. Om Redi merogoh saku dan meletakkan selembar uang seratus ribu di meja. Bu bidan berseru agar mengambil uang kembalian, tapi aku terus menarik tangan Om Redi untuk pergi dari tempat mengerikan ini, takut kalau Bu bidan akan meyakinkan bahwa aku memang gak hamil."Kita periksa di rumah mamaku aja. Pasti alat Bu bidan rusak. Yakin, deh, pasti rusak."A
Baca selengkapnya
4
Aku memijit kepala yang tiba-tiba berdenyut pusing. Aku tak bisa berpikir. Aku tak bisa berpikir. Yaa coba bayangkan saja, masa gak hubungan sampai melahirkan? Lalu aku, melahirkan hamil pura-pura bagaimana?Aku meremas-remas tangan karena bingung. Saat melihat Mama tersenyum-senyum, aku menyentak napas kesal, lalu melotot padanya. Mama tiriku ini, akhir-akhir ini senang sekali menggodaku. Ternyata, sikapku tak luput dari perhatian ayah. Ayah berlama-lama memandangku, lalu berganti ke Om Redi."Kamu benar-benar harus menepati janjimu." Om Redi mengangguk, ia meletakan tangan di dahi."Siap, ayah mertua!"Ayah mendelik padanya, dan keduanya tertawa bersamaan."Kamu harus jaga putriku dengan baik. Kamu tahu sendiri aku sangat menyayanginya.""Siap, ayah mertua.""Sayang sama aku juga kan, Mas?" Mama menimpali. Yang langsung dijawab ayah dengan merangkulnya."Auu, malu. Lebih baik kita pulang sekarang, Put." Om Redi berdiri. Ayah melepas tangannya dari pundak mama."Menginap saja di si
Baca selengkapnya
5
"Ayok, kita ke dokter sekarang." Om Redi berdiri yang segera disusul ayah dengan antusias. Ayah ini ya ampun, ngebet banget. Padahal ia dulu marah-marh saat kuberi tahu anaknua ini hamil. Tanganku yang memegang sendok begitu dingin, aku menatap Mama dengan memohon. Tolong aku, Maa, pleasee.Mama menatapku jengkel. Ia akhirnya memandang suaminya lalu tatapannya pindah ke Om Redi yang menatapnya dengan heran karena mama tiba-tiba tertawa tampak dibuat-buat."Kenapa lah kau ini, Cin. Masih waras kan, kau?" Tangan Om Redi mendarat di kening mama dan ayah langsung melotot pada Om Redi."Dia mertuamu sekarang. Perbuatanmu tidak sopan," kata ayah protes. Tapi ia juga menatap Mama yang terus tertawa penuh keheranan."Apanya yang lucu? Kami sedang panik malah kamu tertawa." Ayah menggelengkan kepala. Wajahnya terlihat jengkel."Yaa aku ngerasa lucu aja, Mas. Kan masih 3 bulan, yaaa belum keliatan lah jenis kelaminnya."Ayah memicingkan mata. "Siapa yang mau melihat jenis kelaminnya? Kita hanya
Baca selengkapnya
6
"Kenapa kau?" Ia menoleh sekilas saat aku kembali mengusap air mata."Gak papa, Om." Masa di gak tahu aku sedih? Atau pura-pura gak tau? Segitunya banget."Nanti aku akan langsung ke muara.""Iya, Om."Ia memandangku, dan kembali menatap jalanan yang rusak parah membuat tubuhku sesekali terlonjak-lonjak ke atas. Begitu sampai rumah Om Redi langsung mengganti bajunya, setelah itu mengeluarkan motor. Aku memperhatikan sekeliling yang begitu berantakan lalu tatapanku tertuju pada suamiku yang berjalan mendekat. Ia memakai topi dan kaca mata hitam menutupi matanya."Kau jangan lelah-lelah. Istirahat sajalah," katanya saat aku mengambil sapu."Aku hanya bersihin rumah. Berantakan banget."Ia mengibaskan tangan. "Tak perlu kau bersihkan, lah. Nanti kita ke muara, lihat rumah di sana.""Mau pindah ke sana, Om?" tanyaku penasaran.Ia menoyor kepalaku. Aku mendelik sebal padanya. Dulu sih gak papa ia bersikap begini. Tapi sekarang kan aku istrinya, seharusnya ia tak bersikap seolah aku anak t
Baca selengkapnya
7
Lalu mereka tertawa bersamaan. Nyebelin. Nyebeliin! Aku menoleh ke belakang dengan kesal sebelum melanjutkan langkah menuju rumah, memasukkan anak kunci pada tempatnya kemudian mendorong pintu membuka. Aku terperangah mendapati rumah dalam keadaan bersih dan penuh dengan barang-barang dengan harum masih baru. Ada sofa, lemari, juga fotoku dan Om Redi pas ijab kabul ukuran besar. Saat aku menuju kamar, ranjang juga tampak baru. Aku sering ke sini dan tak pernah melihat barang-barang ini sebelumnya. Ayah sepertinya mempersiapkan semuanya sebelum kami menikah."Zain benar-benar!" Terdengar kesal suara Om Redi. Aku keluar kamar dan bersikap masa bodoh padanya karena kejadian barusan."Kau ngambek padaku?" Ia mendongakkan daguku, memaksa menatapnya saat aku berpaling. Kutepis tangannya sambil terus pura-pura ngambek."Om gak boleh begitu lagi padaku. Itu keterlaluan, tau!"Ia nyengir kecil. "Baiklaaah," katanya sambil menjatuhkan diri di sofa. Aku duduk di sampingnya dengan wajah cemberut.
Baca selengkapnya
8
"Silau aku ini. Si-lau. Gantilaah." Ia masih menatapku dengan jari-jari yang direnggangkan lalu pura-pura kejang lagi. Ih nyebelin banget, sumpah. "Om, apaan siiih!" Aku mencubit perutnya kuat. Ia akhirnya berhenti bertingkah konyol, tapi masih tetap menatap dengan jari-jari tangan yang direnggangkan. Ya percuma, kan? Tetap aja kelihatan. Dia kira lucu, apa? Aku mendengkus sebal."Janganlah berpakaian seperti itu, Put. Silau aku in-nii."Aku mengerutkan kening, heran sekali padanya. Hei, lelaki normal pasti harusnya seneng kan yaa lihat yang segar-segar? Pasti ada yang tak beres dengannya. Tapi tentu saja dia normal karena kami waktu itu melakukannya."Emang apa salahnya? Om kan udah jadi suami a-kuuu." Aku beringsut mendekat padanya, ia langsung menutup mata, membuatku mencubit perutnya berkali-kali. "Salah, laah. Aku ini normal, laah. Kau memancingku itu namanyaa."Aku yang mulanya kesal kini tersenyum penuh kemenangan. "Ya gak papa, dong. Kan udah sah, Om. Nggak dosa dapet pahal
Baca selengkapnya
9
Oh, iya juga, yaa? Kenapa aku tak memikirkannya, ya? A-duuh, kenapa ruwet sekali bohong ituu.Aku memutar otak. A-haaa, aku tersenyum saat ide cantik merasuk ke benak. Itu hal yang gampang ternyata. Aku bisa pinjam pengganjal perut yang waktu itu kupakai untuk drama kelulusan kakak kelas. Tapi itu ada di rumah Nina. Baiklah, nanti menghubunginya setelah di rumah."Aku takut, jangan-jangan perkembangan dia ini terganggu." Om Redi mengusap perutku.Aku melotot padanya. Ih, amit-amit, jangan sampai lah. Aku pun ikut mengusap perut, dan tersenyum geli teringat ini hanya anak hayalan. Jadi kenapa aku tiba-tiba kesal? Kutatap suamiku yang terlihat risau. Aku pun menggeleng."Ya gak lah, Om. Nanti juga besar sendiri." Aku kembali mengusap perut. "Ini hanya belum besar aja. Nanti juga besar.""Mungkin karena tubuh kau mungil kali." Ia memandangku.Aku mengangguk-angguk. "Ya mungkin kali, Om. Emp, antar aku ke rumah nenek ya, Om? Aku ada perlu dengan temanku.""Baiklah. Aku juga ada perlu deng
Baca selengkapnya
10
"Putri! Jaga bicaramu!"Aku mengangguk. Hubunganku dan bibi mulai berubah sejak ia memutuskan Om Redi. Dulu, Om Redi selalu curhat tentang hubungannya dan bibi. Om Redi terlihat sangat bahagia saat bibi menerima lamarannya. Tapi bibi membuang Om Redi demi mantan suami mama. Dan yang terjadi waktu itu, bibi menangis histeris setelah malam pertama. Entah apa yang terjadi. Yang kutahu dari mama, bibi ditalak tiga."Maafin aku ya, Bi." Aku mengulurkan tangan pada bibi yang segera disambutnya. Aku diajari oleh ayah agar tak sungkan meminta maaf jika merasa salah. Setelah itu, aku melangkah cepat menuju dapur. Aku makan sambil tangan kiri mengetik pesan.Udah sampai mana, Nin?Ini lagi di jalan. Bawel, deh. Oh ya, persiapkan diri Put. Aku datang gak sendiriJantungku berdetak kencang. Jangan-jangan, Nina datang bersama teman-teman sekelas, lagi. Hanya 7 orang yang tahu kalau aku menikah satu di antaranya adalah Nina. Namun, hanya Nina yang menghadiri pernikahan siriku. Ya, aku dan Om Redi m
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status