Jihye membuka mata, mendapati presensi Yunki yang menopang dagu pada dashboard menatapnya teduh. Setelah ciuman yang ... ehm ... cukup panas itu, Yunki hanya mampu mengajak sang istri tidur di dalam mobil--karena keinginan Jihye--kendati hasratnya ingin mengajak ke atas ranjang empuk. Semua hotel di pulau Udo sudah di booking atas nama Shin Geum Corp dan sangat riskan apabila mereka masuk ke salah satunya.
Sudut bibir pria itu tertarik ke atas tampak begitu tulus membuat Jihye harus mengerjap saat rona merah kini merambati hangat kedua pipinya.
"Hai ... pemandangan pagimu indah, bukan?" ucapnya. Jihye masih merangkum pemahaman, lantas bergerak pelan dan mendapati mantel milik Yunki menyelimuti tubuhnya.
"Lautnya memang indah," jawab Jihye lirih sambil menggeliat malas.
Yunki mendengkus. "Maksudnya, pertama kali membuka mata kau melihatku. Indah, 'kan?"
Jihye tertawa lantas bertanya. "Kau bangun sudah berapa lam
“Hye ... aku merindukanmu, tetaplah berada di sisiku." Ucapan itu mengalun begitu lembut menghangatkan relung, sarat akan sebuah harapan yang ditinggikan. Efeknya sungguh tidak main-main karena pelukan Yunki perlahan menjalar nyaman menggelitik permukaan perutnya. Jihye menyambutnya dengan tulus, memberikan tepukan lembut di punggung Yunki dan diam-diam berjanji akan mulai membuka hatinya perlahan. Rindu ... bahkan mereka bertemu setiap hari, tetapi kata itu seakan pas dengan suasana yang dirasakan keduanya saat ini.Yunki mengurai pelukan mereka, dengan tatapan teduh mulai mendekatkan wajahnya, dan kedua pasang bilah itu kembali saling memagut, membiarkan poin enam terjadi begitu saja.Ah, persetan dengan poin enam, bahkan dalam benak masing-masing, keduanya tengah merobek perjanjian itu. Yunki hanya ingin memastikan, menyelami dan benar-benar menyadarkan diri, bahwa sedikit demi sedikit dia memang telah jatuh pada pesona gadis yang selama ini coba ditola
Kesibukan yang terjadi akhir-akhir ini sungguh berimbas pada hubungan dua entitas manusia yang bernaung dalam satu atap itu.Jihye sangat sibuk membuat rencana anggaran untuk Smart City bersama Jimmy dan Gaeun. Begitu pun dengan Yunki, pria itu sering pulang larut dan melewatkan makan malam yang dibuat Jihye dengan sepenuh hati. Menyesakkan, sih, tetapi Jihye selalu berusaha berpikir positif.Di rumah, Yunki tampak lebih banyak diam dengan sorot seperti orang kebingungan dan sering menghabiskan malamnya duduk di kursi mini bar menenggak whisky. Hal itu tentu saja mencuatkan tanda tanya besar dalam diri Jihye. Berkali-kali gadis itu mencoba bertanya, tetapi hanya binar penuh penolakan yang dia dapat, seolah Yunki hanya ingin tenggelam dalam kubangan masalahnya seorang diri.Jihye mencoba mengerti, hidup satu atap selama hampir empat bulan dengan Yunki tidak serta-merta membuatnya mengenal pria itu seutuhnya. Dia harus menekan kuriositasnya dan mene
Jihye memaku, mencoba mencerna silabel yang baru saja menyapa rungu, merasakan seluruh atensi peserta rapat mengarah padanya."Bagaimana? Kau mau menjadi asistenku?" tanya Yuri sekali lagi."Nona Seo itu bekerja denganku, Nona Bae," potong Jimmy tampak tidak setuju.Yuri mengedikkan bahu. "Walau tampak seperti relawan HAM, tetapi aku suka gagasan yang dilontarkannya, mungkin dia bisa memberikan intruksi saat pengembang Glory Tech mengerjakan idenya, tentu jika ShinSajangnimmenyetujuinya," ucap Yuri melirik Yunki dengan binar tidak menerima penolakan."Menurutku itu hanya akan mengganggu kinerja Nona Seo," ucap Yunki."Aku berjanji tidak akan mengganggu waktu kerjanya dengan Jimmy, aku tidak setiap hari ke sini, kan?" tukas Yuri, seperti yang Yunki ketahui bila sudah berkeinginan, wanita itu akan melakukan apa pun untuk mendapatkannya.Diam-diam Jihye menarik sebuah senyuman saat mendapati dirinya menjadi bahan rebutan. "
Jika diibaratkan dengangamejenis MOBA--multiplayer online battle arena--mungkin tingkat pembantaian hati Jihye mencapai titiksavage.Pertemuan dengan sang kakak yang sejatinya penuh haru berbanding terbalik dengan ekspektasinya yang terlalu tinggi. Jihye bahkan tidak ingin mengingat apa saja isi dari konversasinya dengan sang kakak sore itu. Terlalu menyakitkan, terlebih kenyataan yang menghantamnya telak pada relung perihal sang suami yang merupakan mantan kekasih dari Seo Eunji. Bila dapat memilih, mungkin Jihye ingin bertransformasi menjadi setangkai dandelion yang terburai tertiup angin dan menghilang. Hari ini terlalu berat dan tampak belum berakhir karena dia masih harus menghadapi suaminya di rumah nanti. Jihye berdiri tepekur di pagar pembatas yang menghadap ke bentangan sungai Han di depannya, menatap penuh kehampaan pada air yang begitu tenang.Kalau aku menceburkan diri ke sungai past
Sisa malam itu apakah Yunki dapat tidur dengan nyenyak dan nyaman? Jawabannya tentu saja tidak. Pria itu terus-menerus berguling ke sisi kanan dan kiri membayangkan Jihye sedang menangis dalam kamarnya. Beberapa kali netra sepekat jelaga itu bergulir pada kotak cincin biru di atas nakas samping tempat tidurnya. Bukankah, seharusnya dia merasakan kelegaan tatkala cincin itu kembali? Kenapa justru rasa perih yang kini mendominasi relungnya terlebih saat melihat jari manis Jihye bengkak dan membiru."Apa yang harus aku lakukan saat dia sepertinya ingin sendiri?" ucapnya lirih pada plafon putih yang terbentang di atasnya. "Apakah Jihye cemburu? Kalau iya, kenapa sikapnya sok tangguh seperti itu?"Lobusnya kini merepetisi kejadian sore tadi. Tatkala Jimmy dan Jeongguk menjadi dua orang terakhir di antara mereka yang keluar dari ruangan rapat, menyisakan dirinya dan Yuri di sana. Pak Ong yang saat itu terpaksa menyembulkan kepalanya di balik pintu berhasil keluar dengan angg
Hari itu, mungkin seharusnya Jihye sangat bahagia karena salah satu poin dalam daftar impiannya terwujud yaitu bertemu kembali dengan sang kakak. Terlebih, bila menilik penampilan Yuri yang begitu glamor, dapat dipastikan jika gadis itu hidup dengan layak selama ini dan sudah sepatutnya Jihye bernapas lega akan hal tersebut. Namun, bagaimana jadinya bila kehadiran sang kakak justru menimbulkan friksi baru dalam kelesahnya?Yuri membentangkan senyum tatkala mendapati presensi Jihye berdiri di hadapannya, menilik penampilan Jihye dari atas ke bawah seolah tengah menilai berapa uang yang dihabiskan sang adik dalam penampilannya."Hai duduklah ... aku bersyukur kau tampak tumbuh dengan baik walau hidup dalam kemiskinan."Mendengar kalimat sarkasme itu, Jihye hanya mengulas senyum. Sejak dulu sang kakak memang mempunyai kecenderungan berbicara menyebalkan seperti itu dan hal demikian mengingatkannya pada Yunki. "Aku bangga dengan hidupku karenaappa&nbs
Jihye masih disibukkan dengan segala macam berkas hingga nyaris melupakan makan siang, jika saja Hyunwoo tidak menyodorkanrice bowlke padanya."Nona Seo, kau harus makan.""Astaga ... Hyunwoo-ssigomawo, kau pahlawan penolongku. Cacing di perutku memang sudah demo, tapi aku tanggung dengan laporan ini," Jihye berseru senang dan tanpa dia sadari ucapannya itu diam-diam menimbulkan rona merah di kedua pipi Hyunwoo."Jangan sungkan, Nona Seo. Kalau kau membutuhkan apa pun aku siap membantumu." Hyunwoo girang bukan main melihat Jihye tampak senang dengan pemberiannya."Nae,gomawo."Hyunwoo tersenyum malu-malu, melangkah mundur dan tanpa sengaja menabrak tumpukan kertas di atas meja di dekatnya.Well... yang terjadi sesudahnya tentu adegan saling bantu dalam menumpuk berkas-berkas yang tercecer tersebut. Tidak ada yang istimewa, tidak ada adegan tak sengaja menggengg
Gelenyar itu masih saja terasa sampai Jihye membuka mata. Silir angin yang merangsek masuk ke bukaan kecil jendela yang sengaja dia dorong ke luar tadi malam memberikan sensasi cukup dingin pada tubuh bagian atasnya yang polos.Tunggu dulu ... polos? Maksudnya polos yang bagaimana? Seperti mendapatkan gelombang kejut yang membuat kesadaran Jihye terbangun seratus persen, gadis itu terduduk, menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya lantas menatap nanar Yunki yang masih mengatupkan mata dengan selimut menutupi tubuh sampai leher. Bisa tolong Jihye tidak? Saat ini degup jantungnya bertalu sangat cepat, bahkan terlalu cepat. Dengan getaran-getaran kecil yang kini mendominasi setiap inci tubuhnya. Jihye membenamkan diri di balik selimut mencoba mencari tahu, apa pria yang tertidur di sebelahnya itu sama polos bagian atas seperti dia. Tengkuknya meremang, getaran-getaran itu berubah menjadi rasa merinding yang membuat sirkuit otaknya terasa macet, te