Sofia tidak bisa menikmati rekreasi hari itu karena terus terngiang dengan perkataan Azzam sebelum berangkat tadi. Ia terlihat menghela nafas berat beberapa kali dan tidak fokus dengan apa yang dilihatnya. Bahkan ia tidak terlihat tertawa saat yang lain terlihat bergembira. Hanya sekedar melempar senyum tipis agar tidak terlihat aneh di mata yang lainnya.
Fuad akhirnya mulai menyadari keanehan pada Sofia setelah memergokinya menghela nafas beberapa kali. Diam-diam ia terus mengamati perilaku Sofia dan bertanya dalam hati, apa yang sebenarnya dipikirkan oleh wanita dicintainya tersebut.
“Dek, ada apa? Apa ada sesuatu yang mengganggumu?” bisik Fuad sambil menghampiri Sofia yang berjalan di belakang. Sedangkan rombongan yang lain sudah berjalan jauh di depan.
“Tidak ada, Mas. Aku hanya sedang tidak mood saja,” jawab Sofia berbohong. Ia tidak mau merusak kesenangan hari itu.
“Apa kamu lelah? Mau istirahat dulu?” tawar Fuad
Sofia menahan nafas tidak sabar menunggu jawaban Fuad. Hatinya terasa sakit mengingat kekalutan yang dialami tiap malam saat membayangkan kemesraan Fuad dan Lidya.Namun, semua rasa gundahnya seakan tidak berarti karena ternyata Fuad sepertinya belum menyentuh Lidya sama sekali. Lelaki itu bahkan tidak pernah tidur sekamar dengan Lidya dan selalu tidur di ruang tamu seperti cerita Azzam.“Katakan, Mas ... Ceritakan semuanya dengan jujur. Jangan ada yang ditutup-tutupi lagi. Benarkah apa yang dikatakan Azzam padaku?”Fuad mengangguk pelan dengan memasang wajah bersalah.“Maafkan aku, Dek.” Fuad mencoba memegang tangan Sofia. Namun segera ditepis dengan kasar.“Kenapa? Kenapa kamu lakukan itu, Mas?” tanya Sofia dengan berurai air mata. “Apa kamu tidak tahu bagaimana kalutnya perasaanku setiap kali kamu tidur di rumah Lidya. Membayangkan kalian berdua bermesraan dan memadu kasih hingga membuatku tidak bisa tid
Fuad terbangun saat azan subuh berkumandang. Ia duduk sejenak di kasur sambil menunggu kesadarannya pulih sepenuhnya. Mengucek mata dengan sebelah tangan dan memandang kasur di sebelahnya sudah kosong.Dipindainya sekitar kamar untuk mencari keberadaan Lidya. Namun wanita itu tidak tampak di mana pun. Dengan gerakan cepat, Fuad segera mengenakan pakaiannya yang tergeletak di lantai tidak jauh dari kasur.Saat baru selesai memakai celana, terdengar suara pintu kamar dibuka. Lidya masuk dengan membawa sebuah nampan berisi secangkir kopi yang mengepulkan uap panas. Aroma kopi langsung memenuhi seluruh kamar saat Lidya mendekat.“Mas, baru bangun?” sapa Lidya sambil meletakkan nampan di atas nakas. Rambutnya yang tergerai sebahu terlihat basah dan membasahi bahu Lidya.“Iya,” jawab Fuad sambil mengenakan kaos yang baru saja diambilnya.“Aku baru saja membuatkan kopi untukmu. Minumlah, mumpung masih hangat,” tawar Lid
Makan malam kali ini, Lidya benar-benar melayani Fuad layaknya seorang raja. Lidya memasak ayam goreng dan sambal terasi sesuai permintaannya tadi pagi. Ditemani beberapa sayuran mentah sebagai lalapan dan juga irisan timun yang menambah kesegaran.Untuk anak-anak, Lidya memasak sayur yang dimasak sop. Mereka bertiga tampak lahap memakan makan malam setelah lelah beraktivitas seharian.Setelah makan malam, mereka semua pindah ke kamar untuk belajar dan mengerjakan PR yang harus dikumpulkan besok di sekolah. Dengan dibantu Fuad, Azzam dan Azizah mengerjakan PR lebih cepat dari biasanya.Kegiatan dilanjut dengan menonton televisi bersama. Lidya yang sudah selesai membereskan dapur turut bergabung bersama yang lainnya dengan membawa beberapa stoples camilan.“PR-nya sudah dikerjakan semua?” tanya Lidya sambil menaruh stoples di dekat Fuad.“Sudah, Ma,” jawab Azzam tanpa menoleh dari layar televisi.“Azizah, bagaima
Jika sebelumnya waktu di rumah Lidya adalah saat yang tidak menyenangkan dan terasa lama bagi Fuad, maka sekarang hal tersebut tidak berlaku lagi. Kini, ia selalu menanti waktu yang akan dihabiskannya dengan Lidya dengan tidak sabar. Waktu menunggu selama tiga hari terasa sangat lama baginya sehingga membuatnya hampir mati karena bosan.Fuad tampak menghela nafas beberapa kali saat duduk di depan televisi bersama Sofia. Merenung sambil memandang layar ponselnya yang tidak pernah lepas dari genggamannya sejak tadi. Ia bahkan tidak fokus saat diajak Sofia mengobrol dan tidak mendengarkan cerita Sofia dengan serius.“Mas ... Apakah ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?” tanya Sofia saat melihat Fuad tampak melamun dan tidak menyimak ceritanya.Fuad yang masih tenggelam dalam lamunan panjangnya hanya terdiam, tidak mendengarkan ataupun menjawab pertanyaan Sofia.“Mas ....” Sofia menjawil lengan Fuad lembut sehingga membuat lelaki ters
“Dek.”Sebuah tepukan mendarat lembut di bahu Sofia. Membangunkannya yang tertidur di ruang salat dengan mengenakan mukena.Setelah mengerjap beberapa kali, Sofia mulai menggerakkan badan dan bangkit perlahan dari posisinya yang separuh telungkup. Badannya terasa pegal karena posisi tidur yang tidak benar. Ditambah alas yang keras menambah rasa pegal itu semakin menjadi-jadi saat ia menggerakkan tubuhnya.Matanya terasa pedas dan bengkak sehingga Sofia cukup kesulitan saat membuka mata pertama kali. Saat berkaca di kamar mandi ia bisa melihat pantulan wajahnya yang terlihat mengerikan dari cermin. Wajah sembab dan mata yang bengkak serta kemerahan akibat tangisan yang cukup lama semalam.Sofia mengembuskan nafas kasar saat memikirkan bagaimana cara menyembunyikan hal ini dari Fuad.“Tunggu ... Ia tadi bahkan diam saja dan tidak berkomentar apa pun saat membangunkanku. Apakah dia tidak menyadarinya atau memang tidak mau peduli lagi
Sofia memutuskan untuk tidak pergi ke toko hari itu karena hati dan pikirannya masih kacau. Ia tidak ingin suasana hatinya akan mempengaruhi sikapnya saat di toko nanti. Terlebih lagi, ia belum siap untuk bertemu dengan Lidya.Membayangkannya saja sudah membuat hatinya perih. Terbayang dengan pesan-pesan mesra antara Lidya dan Fuad yang penuh dengan kata-kata panas dan intim.Belum lagi beberapa pose foto Lidya yang terlihat menggoda dan seksi terus menempel di pikiran Sofia. Foto yang dikirim oleh Lidya pada Fuad saat mereka berkirim pesan. Membuatnya diserang oleh adegan kemesraan mereka berdua saat di tempat tidur memadu kasih. Sehingga Sofia tidak bisa menahan air mata lebih lama lagi.Setelah Fuad berangkat, Sofia menghabiskan waktu dengan berbaring di tempat tidur. Menangis dengan tubuh tertutup selimut dari ujung kepala sampai kaki. Agar suara tangisannya teredam dan tidak terdengar keluar. Meskipun kini ia di rumah sendirian, tapi ia tidak mau suar
“Mas ... Ada hal penting yang ingin kubicarakan. Bisakah kamu menyimpan ponselmu sebentar dan mendengarkan perkataanku dengan sungguh-sungguh. Aku tidak akan lama,” ucap Sofia suatu malam pada Fuad.Setelah berpikir cukup lama dengan menimbang semua hal, Sofia akhirnya memutuskan untuk mundur dan menyerah pada hubungan pernikahan ini. Ia akan meminta cerai pada Fuad untuk memberikan kesempatan pada lelaki itu agar lebih dekat dengan Lidya.Bukan tanpa alasan Sofia akhirnya memutuskan untuk menyerah. Sudah tiga bulan lebih ia berusaha untuk merebut kembali perhatian Fuad. Mencoba bersabar dan bertahan dengan sikap dingin Fuad. Juga menerima setiap kali lelaki mengatakan padanya bahwa ia tidak akan pulang dan menginap di rumah Lidya.Fuad sudah tidak bisa bersikap adil lagi dan menghabiskan waktu lebih banyak di rumah Lidya daripada bersama Sofia. Pun saat sedang menginap di rumah Sofia, lelaki itu lebih sering menghabiskan waktu untuk menatap ponsel d
Fuad mengangguk pelan dengan menatap Sofia tanpa berkedip. Nafas Sofia terasa tercekat melihat jawaban Fuad. Untuk sesaat ia hanya mampu terdiam dan bingung harus berkata apa. Ada sesuatu dalam lubuk hatinya yang terdalam terasa nyeri tapi juga merasa penasaran. Meronta dan menuntut untuk dituntaskan.“Berapa bulan?” tanya Sofia lirih setelah menenangkan diri cukup lama.“Sudah berjalan sepuluh minggu, sekitar dua bulan lebih.”“Kenapa tidak ada yang memberitahuku?” tuntut Sofia dengan suara serak karena menahan rasa sesak dalam dada. Dadanya serasa diimpit oleh beban yang sangat berat, bahkan untuk sekedar menarik nafas terasa sangat sulit. Sofia merasa sedih karena tidak dianggap. Rasanya seperti dikhianati oleh dua orang yang paling ia percayai dan paling ia sayangi di saat bersamaan.“Apa kalian tidak pernah menganggapku ada? Atau ... Karena kalian menganggapku hanya sebagai orang luar yang akan mengganggu kebahagiaan kalia