Suasana perjalanan pulang kembali ke kota kami berjalan seperti biasa, Mas Andri menyetir sambil mengajak Nanda bernyanyi seperti yang biasa mereka lakukan di perjalanan. Aldy dan Nanda duduk di belakang sementara aku duduk di depan.Tak terhitung sudah berapa lagu yang dinyanyikan Nanda berduet dengan papanya, dari lagu “Naik Delman” ketika di jalan kami berpapasan dengan delman, lagu “Pelangi-Pelangi” ketika di jalan melihat ada pelangi hingga lagu “Kereta Api” ketika mobil kami berhenti di pintu perlintasan kereta. Aku hanya sesekali tersenyum sambil menoleh ke kursi belakang. Aldy terlihat sesekali menggoda adiknya jika lagunya salah, kemudian sesekali melepas pasang headphonenya.Di pertengahan perjalanan kulihat Aldy dan Nanda sudah terlelap di kursi belakang. Keheningan pun menyeruak di antara kami. Hanya terdengar deru mesin mobil serta suara kendaraan lain yang melaju di jalan tol ini. Mas Andri begitu tenang, kantung matanya sudah tidak nampak mencolok seperti tadi ketika di
Ingatanku melayang saat Mas Andri menjemputku di bandara bulan April lalu. Saat itu aku dan kedua rekanku keluar dari pintu kedatangan di bandara. Di luar kulihat sudah berdiri Mas Andri di balik pagar pembatas penjemput. Kedua rekanku bahkan menggodaku bahwa aku sungguh beruntung begitu tiba sudah ditunggu sang pangeran. Aku sedikit heran melihat penampilannya, tidak biasanya dia memakai kaca mata hitam. Saat kutanyakan padanya, dia berkilah matanya merah karena kelilipan dan membuatnya harus memakai kaca mata hitam. Penampilannya juga terlihat tidak fresh seperti biasanya, tapi aku hanya menduga Mas Andri mungkin lagi banyak pekerjaan. “Itu adalah hari ketiga di mana aku menikahi Rini. Aku menikahinya tanggal 13 April lalu.” Suara mas Andri membuyarkan lamunanku.Ia terisak, menangis di depanku.Heyyy ... kenapa dia menangis? Harusnya aku yang menangis lagi mendengar pengakuan yang kedua kali darinya.***Pov AndriAku gelisah mondar-mandir di ruanganku seorang diri. Sampai jam se
[KAU DATANGLAH KE ALAMAT YANG AKAN KUKIRIM SETELAH INI. INGAT JANGAN LAPOR POLISI JIKA KAU INGIN ORANG-ORANGMU INI SELAMAT!!] Suara berat dan nyaring dari seberang sana langsung terdengar saat aku mengangkat telpon. Belum sempat kujawab panggilan telpon sudah diakhiri.Tring…Tring…Tring…Beberapa pesan beruntun masuk pada aplikasi whatsapp di ponselku. Aku terkejut ketika kubuka foto-foto yang dikirim dari nomor ponsel Eko. Terlihat Eko dan Rini masing-masing diikat pada sebuah kursi. Mulut mereka dilakband. Tanpa pikir panjang aku segera keluar dan turun keparkiran. Aku memakai mobil operasional perusahaan karena mobilku dipakai Eko dan Rini tadi saat mewakiliku ke PT. AB. Aku menyetir dengan tergesa-gesa menuju alamat yang dikirimkan tadi.Aku memasuki sebuah gudang tua sambil mengikuti instruksi dari seseorang lewat ponselku. Tak butuh waktu lama aku sudah sampai di tempat di mana Eko dan Rini berada. Aku melihat pemandangan yang persis dengan foto yang dikirim padaku tadi. Eko d
“KAU GILA!!! AKU PRIA BERISTRI!!” Sahutku dengan emosi.“Berani sekali kau membentakku. Oke jika kau tidak mau menuruti perintahku maka aku akan menjual wanita sialan ini." Pria yang kurasa adalah boss besar para penjahat ini menghardikku. Rupanya rentenir yang waktu itu membuat keributan di rumah Rini masih punya pimpinan lagi, dan kurasa pria di depanku inilah orangnya.“Lakukan sesukamu, aku tidak mau ikut campur lagi."“Wah sudah kuduga nyalimu besar juga. Ikat dia dan lepaskan lelaki itu." Katanya sambil menunjuk Eko.“Kau tau, tadi anak buahku salah tangkap mengira asisten setiamu ini adalah kau karena dia memakai mobilmu. Bahkan hampir saja tadi dia yang kupaksa menikahi wanita sialan itu. Untung saja asistenmu ini segera mengaku jika dia bukan kau. Jika tidak kurasa mereka berdua sudah menjadi suami istri yang sah sekarang.” Pria itu tertawa menyeramkan.Drrrtttt …. Drrrtttt …. Ponselku berdering. Kulihat ada panggilan video masuk dari Nuri. Buru-buru kutolak panggilan videony
“Jangan lakukan ini, Pak! Tolong jangan ikuti kemauan mereka. Biarlah Rini yang menanggung ini semua, jika mereka ingin membawaku dan menjualku pun aku sudah pasrah pak. Sekali lagi kumohon jangan mengikuti kemauan gila penjahat itu.” Rini memohon padaku. Dia sudah kembali mengenakan baju tertutup lengkap dengan jilbab, lakband pada mulutnya pun sudah dilepas. Sepertinya para komplotan ini sudah menyiapkan semua dengan rapi. Tadi kulihat ada seorang wanita yang masuk ke gudang ini untuk mengganti baju Rini.“Lalu apa yang bisa kulakukan sekarang Rini? Kau pikir jika aku menolak ide mereka aku dan Eko akan dilepaskan begitu saja? Mereka bukan orang bodoh Rin. Jika aku menolak pun aku yakin bukan hanya kau, tapi nyawaku dan Eko pun terancam.”“Tolong, Pak, aku tidak mau menikah. Apalagi dengan Bapak. Rini lebih baik dijual oleh mereka atau mati sekalian pak. Rini tidak mau melibatkan Pak Andri apalagi mbak Nuri yang sudah sangat baik pada Rini.”“Tenanglah Rin, ini demi keselamatan kita
“Saya terima nikahnya Rini Anggraini Binti Muhammad Samsul dengan mas kawin uang seratus ribu rupiah dibayar tunai.” Aku mengucap ijab kabul dengan suara gemetar. “Sah???”“SAH!!!”Tubuhku seolah tak bertulang saat mendengar saksi mengatakan jika pernikahan yang baru saja terjadi ini sah. Dan sah sudah aku memiliki dua orang istri sekarang. Hatiku hancur berkeping - kepingRini menangis tergugu demi mendengar kata SAH dari saksi, pundaknya terlihat naik turun menahan isakannya. Sedangkan aku? Aku merasa tubuhku hilang melayang tidak berpijak pada bumi. Saksi menyatakan ijab kabulku sah setelah tiga kali aku mengulanginya. Ya Allah, aku telah mengkhianati Nuri istriku, aku telah menduakannya. Tak terasa air mataku pun mengalir. Eko yang sedari tadi hanya duduk diam menepuk-nepuk pundakku. Aku meraih pundak asistenku itu dan mengeluarkan emosiku yang sedari tadi tertahan. “Aku kalah Ko, aku kalah!”“Sabar ya, Pak. Saya yakin Bapak akan bisa melalui semua ini. Saya akan selalu mendukun
Dua hari setelah peristiwa yang membuatku dengan terpaksa menikahi Rini, aku tidak melihat wanita itu datang kekantor. Ada sedikit rasa khawatir dalam hatiku, apalagi Rini tinggal seorang diri di rumah kontrakannya. Entah kenapa hari ini, aku merasa penasaran apakah dia benar-benar tidak masuk kerja atau memang kebetulan tidak telihat olehku. Perlahan aku menuju divisi marketing."Selamat pagi Pak Andri," sapa Meli karyawanku di bagian marketing yang juga adalah teman seruangan Rini."Selamat pagi Meli, saya sedang mencari Rini ada yang hendak kudiskusikan dengannya. Apa kau melihatnya?" sahutku.“Rini sudah 3 hari ini tidak masuk, Pak, ponselnya juga tidak aktif. Bahkan kemarin saya ke rumah kontrakannya tapi sepertinya dia lagi tidak ada di rumah. Saya tadinya mau menanyakan ke bagaian HRD apakah Rini mengajukan cuti.”3 hari? Bukankan baru 2 hari ini dia tidak masuk kerja? Ahh iya 3 hari yang lalu hari di mana aku menikahinya dia memang tidak sempat ke kantor karena kusuruh Eko lan
"Rini mencoba bunuh diri dengan melukai pergelangan tangannya, Pak" Eko menatapku sambil menarik nafas panjang.“Astaghfirullahaladzim .... Aku tak menyangka Rini bisa senekat itu.”"Beruntung saya datang tepat waktu, Pak. Jika tidak ...." Dia tak meneruskan kalimatnya."Lalu bagaimana lukanya, Ko? Apa kata dokter?" cecarku."Bapak bisa menanyakannya sendiri nanti. Akan kurang etis jika saya yang menjelaskan karena saya bukan petugas medis." Entah mengapa aku merasa Eko sedikit sinis ketika mengucapkannya."Maaf, Pak. Bukannya saya bermaksud lancang menggurui Bapak. Saya hanya ingin mengingatkan bapak agar lebih memperhatikan Mbak Rini. Sungguh malang nasib gadis yatim itu, dan gadis itu adalah istri bapak yang sah di hadapan Allah. Sekali lagi maaf, saya hanya mengingatkan Napak sebagai sesama umat muslim," ucap Eko sambil menunduk."Tidak apa-apa, Ko. Saya mengerti. Terima kasih sudah mengingatkanku. Dan terima kasih juga sudah membawanya kemari tepat waktu. Maafkan jika tingkah la