SUAMIKU YANG DI HINA BUKAN PREMAN SEMBARANGAN Bag 2
**
Saat Gala memberikan kotak cincin ke Bapak. Pria paruh baya itu tak percaya. Dari mana be-ga-jul, urakan bisa punya sesuatu yang berharga untuk di berikan ke anaknya. Jangan-jangan dia mencuri.
"Dari mana kamu dapat ini, Ha! Apa kamu men-curi. Dasar gak punya moral kamu. Demi menikahi anak saya kamu mencuri!" hardik Bapak tajam.
"Wah, bagus banget. Seperti ada permata beneran di cincin ini," kata Tisa takjub merebutnya.
Dengan cepat Gala segera mengambilnya, dia merebut itu secara kasar.
"Ini untuk calon istriku. Ini milikku dan aku tidak mencuri."
"Terus kamu dapat dari mana, ha!" sentak Bapak tak terima. Mana mungkin mahar buat anaknya sesuatu yang haram, apalagi hasil curian.
"Ini punya almarhum Ibuku. Ini sesuatu yang sangat berharga untukku. Warisan keluargaku secara turun temurun dan akan di berikan ke calon istriku." Gala berkata tenang.
"Halah, paling juga imitasi. Banyak barang tiruan sekarang. Kalian percaya preman urakan kayak dia punya sesuatu yang berharga." Seorang warga nyeletuk.
"Benar juga, Pak. Udahlah, memang Mbak Kamaya cocok sama dia. Sama sama selevel. Nikahkan saja mereka, Pak," sahut Tisa ke Bapaknya.
"Kamu bukannya membela tapi malah menyudutkan!" sergah Bapak ke Tisa. Gadis itu mendumel saat Bapak justru memarahi dia.
Dari dulu Tisa memang tak akur dengan Kamaya. Mereka seperti bukan saudara. Kamaya terus terusan mengalah untuk adiknya.
"Maya, kamu mau menikahi le-la-ki gak jelas begini?" tanya Bapak.
Maya menatap sekitar, semua orang dengan garang menghakiminya. Mau bagaimana lagi. Dia sudah basah dan kejebur lumpur, otomatis buat membersihkan semuanya juga butuh waktu. Mereka tak akan percaya apa yang sebenarnya terjadi.
"Iya, Pak. Maya bersedia."
Tak berselang lama, rumah kontrakan Gala semakin ramai. Pak Kades, tokoh agama, dan tokoh masyarakat juga sudah datang. Mereka akhirnya di bawa ke balai desa.
Bapak yang memang ayah kandung Maya menjadi wali nikah putrinya. Asalkan sah saja lebih dulu, mereka menikah secara agama.
Dengan tarikan nafas, Gala membacakan akad pernikahan yang sangat sakral itu dan para saksi mengatakan sah.
Derai air mata mengiringi Bapak melepaskan Kamaya, putrinya menjadi istri Gala. Bapak tak sangka kalau kejadian ini terjadi begitu cepat.
"Alhamdulillah. Sekarang kalian resmi menjadi suami istri. Pengantin lelaki bisa memasangkan cincin ke pengantin wanita. Serta pengantin wanita mencium tangan suaminya," kata tokoh agama yang memang berdomisili di kampung itu.
Dengan jantung yang berdegup kencang, Gala memasangkan cincin warisan ibunya ke tangan Maya. Pria itu tak sangka kalau Maya sudah resmi menjadi istrinya.
Kamaya pun melirik Gala saat cincin itu sudah tersemat di jarinya. Sesuai arahan, gadis itu mencium tangan Gala yang sudah resmi jadi suaminya. Maya tak sangka cincin indah ini bisa di pakainya dan entah bagaimana nasib rumah tangganya nanti.
"Pernikahan kalian memang di awali dengan hal buruk. Tapi, kita tak bisa menghakimi sepihak. Daripada kalian pacaran dan menambah maksiat lebih baik menikah yang sah. Nak Gala setelah punya istri kamu harus lebih giat bekerja. Bekerja yang halal dan membahagiakan istri."
Gala dan Maya saling pandang. Rupanya memang mereka semua termakan fitnah. Para warga menganggap Gala dan Maya pacaran dan sering berbuat maksiat.
Bapak sendiri tak bisa berkata kata. Dia sangat pilu, wajahnya lesu dan tak sanggup lagi menyahut. Tisa sendiri lebih senang mengabadikan momen mereka menikah lewat kamera ponselnya.
"Mulai sekarang, kamu jangan tinggal lagi di kontrakan saya. Lebih baik kamu keluar!" kata salah satu warga di mana Gala mengontrak rumahnya.
Lelaki itu hanya diam saja tanpa menyahut. Tokoh agama melirik para warga yang sepertinya masih menghakimi.
"Mereka sudah menikah dan kalian bisa bubar. Gak baik terlalu menghakimi, mereka juga manusia yang bisa khilaf dan berdosa. Lebih baik kalian koreksi juga dosa masing-masih. Semua orang pernah berbuat salah dan mendapatkan hukuman. Semua orang juga punya hak bertaubat!" katanya.
"Hu ...!" seru sebagian warga yang masih senang menonton.
Suasana sudah cukup kondusif. Para warga juga sudah banyak yang pulang.
"Semuanya sudah selesai, Pak. Kalian bisa kembali. Ini masih pernikahan agama saja, besok atau lusa bisa di urus ke pernikahan resmi. Semoga pernikahan Kelian sakinah, mawadah warahmah," kata Kepala Desa memberi arahan.
"Terima kasih, Pak," sahut Bapaknya Maya masih dengan wajah lesu.
Mereka berniat meninggalkan Kantor Kepala Desa. Tiba tiba, seorang wanita paruh baya beserta anak laki-laki berusia 16 tahun muncul.
Plak!
Wanita itu dengan mata menyala akibat marah langsung mendaratkan amarahnya ke wajah Kamaya.
Maya memegang pipinya yang terasa sakit. Dia tak sangka dengan kemarahan wanita di depannya ini.
"Anak gak tahu diun-tung kamu, May. Sudah banyak aku berkorban untukmu malah kamu menikah sama preman. Di mana o-tak kamu!"
"Bu, maafkan Maya," kata Maya terisak berharap Ibunya memaafkannya.
**
Lelaki itupun pergi dari Gala. Setelah lelaki tadi pergi. Gala memperhatikan bukti yang di bawanya. Mata Gala melebar melihat ada photo yang dikenalnya. Ternyata benar, dia biang kerok semua ini. Gala juga melihat ada lelaki yang familiar di kenalnya. Di lihat lebih teliti lagi ternyata dia Doni, pacarnya Tisa yang di banggakan mertuanya juga terlibat dalam proyek ini. Mereka semua satu komplotan. Gala akan susun rencana lebih matang.Gala pergi dari pasar malam itu. Dia naik ke salah satu mobil. Di dalam mobil sudah ada Bastian. Gala berbicara padanya."Pak, bagaimana kabar anda? Anda banyak sekali berubah," katanya."Yah, keadaan yang mengubahku. Aku harus cari tahu lebih lanjut siapa dalang yang membuat Pabrik dan usaha turun temurun keluargaku nyaris bangkrut. Bagaimana denganmu?" tanya Gala dengan sorot matanya yang tajam."Saya sudah menjalankan semua yang Bapak perintahkan. Sepertinya memang mengarah ke orang yang Bapak curigai. Dialah dalangnya yang membuat masalah. Saya berha
SUAMIKU YANG DIHINA BUKAN PREMAN SEMBARANGAN 21**Setelah berpamitan pada Maya malam itu, Gala melangkah keluar menuju motornya. Mesin dinyalakan dengan satu tarikan keras, dan dalam beberapa menit, Gala sudah melaju menuju markasnya, yang terletak di pinggir kota.Ketika Gala tiba, suasana di markasnya terasa mencekam. Beberapa anak buahnya tampak sibuk merawat luka akibat bentrokan dengan Genk Kelewang. Di tengah ruangan, seorang pemuda dari Genk Kelewang terlihat duduk di lantai, kedua tangannya terikat ke belakang dengan tali, wajahnya babak belur.Gala mendekat dengan langkah tenang namun penuh ancaman. "Siapa namamu?" tanyanya, suaranya rendah namun tegas.Pemuda itu menatap Gala dengan tatapan kosong, tak mengucapkan sepatah kata pun. Darah segar masih mengalir dari sudut bibirnya.Gala jongkok di depannya, menatapnya tajam. "Kenapa kalian menyerang kami? Apa yang kalian cari? Bukankah sudah ada tempat masing-masing. Jangan saling serang, Bodoh!"Lagi-lagi, tak ada jawaban. An
“Saya ucapkan terima kasih atas bantuannya tadi, tapi jangan berpikir bahwa hal ini mengubah apapun,” kata Bu Retno dengan dingin. "Kamu tetap tidak cocok untuk Yuda. Dia akan segera menikah dengan wanita pilihanku, seorang PNS juga. Kamu tidak punya tempat di hidupnya."Maya terdiam, hatinya seolah dicubit oleh kata-kata itu. Meski ia sudah menduganya, mendengar langsung dari mulut Bu Retno membuat semuanya terasa lebih nyata. Bagaimanapun, ia tidak bisa memaksakan perasaannya pada Yuda, apalagi jika keluarga Yuda menolaknya begitu keras.Kenapa ada manusia sampai bisa begitu meremehkan orang lain. Maya bersyukur di situasi ini dia sudah punya suami."Saya mengerti, Bu, Ibu tahu kalau saya juga sudah menikah," jawab Maya pelan. Tak ada gunanya membela diri atau memperpanjang perdebatan. Semua sudah jelas. Yuda akan segera menikah, dan bukan dengan dirinya. Kehidupan kini sudah berbeda. Maya juga sudah ikhlas dia tak bisa bersama Yuda. Tapi, kenapa hubungan ini malah di perburuk."Oh
SUAMIKU YANG DIHIN4 BUKAN PR3MAN SEMB4RANGAN 20.Maya meraih dompet itu dengan tangan gemetar. Sejenak, ia terpaku melihat dompet yang tadinya ada di tangan copet kini berada di genggamannya. Suara riuh kejar-kejaran di belakangnya semakin menjauh ketika si copet lari kencang dikejar warga. Maya menarik napas lega. Setidaknya, ia berhasil mendapatkan dompet itu kembali.Ia segera berbalik dan mencari pemilik dompet tersebut. Di keramaian pasar yang sibuk, mata Maya tertumbuk pada seorang wanita paruh baya yang tampak gelisah. Wanita itu tampak cemas, sesekali meraba-raba tas di pinggangnya, seolah memastikan sesuatu. Maya mendekat dengan langkah cepat, hati-hati agar tidak terjatuh di jalanan berbatu.“Bu, ini dompetnya, kan?” Maya menyodorkan dompet itu kepada wanita tersebut.Wanita itu mengangkat wajah, matanya membulat terkejut saat melihat Maya. Maya pun merasakan hal yang sama. Wajah itu terlalu familiar untuk diabaikan. Wajah yang pernah ia lihat dalam beberapa kesempatan di ru
"Iya," jawab Maya. "May, kalau ada uang kamu jangan terlalu boros ingat Gala harus membayar dua ratus juta lagi ke ibu. Ya udah kalau kalian memang mau beli kasur baru juga nggak masalah. Tapi ingat juga kalian punya hutang ke ibu!" kata Farida. Maya terdiam saat Ibunya berkata begitu. Apa jadinya jika Ibunya tau kalau dia ada uang banyak yang diberikan Gala kemarin. Apa Ibunya akan mengambil semuanya. Gala berpesan tak perlu mereka tahu masalah uang yang di berikannya ke Maya. "Iya, Bu. Doakan ya Mas Gala bisa segera mendapatkan uang untuk memberikan Ibu 200 juta lagi," kata Maya. Farida hanya mencibir saja dan Tisa sedikit kesal. Dia juga di tuntut Ibu untuk memberikan uang seratus juta untuk lamaran. Tisa bingung bagaimana meminta ke Doni uang banyak begitu. "Mbak, makasih ya. Bang Gala dan kamu udah belanjain aku. Sayang sama kamu," kata Leo senang. Dia bisa mendapatkan peralatan sekolah dan semua serba baru. Maya hanya mengangguk saja dan membuat Tisa semakin kesal saja pad
SUAMIKU YANG DIHINA BUKAN PREMAN SEMBARANGAN 19.**Gala sedikit kesal ketika ada panggilan dari Bojes. Ada apa anak buahnya menghubunginya? Mungkin ada sesuatu hal yang penting. Kalau tidak, tidak mungkin Bojes menghubunginya malam-malam."Dek May. Saya angkat dulu telepon ya," kata Gala."Iya, Mas," ucap Maya.Gala pun menekan tombol hijau dan terhubunglah dengan anak buahnya. Kira-kira informasi apa yang akan diberikannya ke Gala."Halo," kata Gala setelah tersambung."Bang, halo Bang ... gawat, gawat, Bang," katanya."Kenapa? Gawat kenapa?" tanya Gala."Ada kerusuhan di pasar, Bang. Geng Kelewang nyerang, Bang!" kata Bojes."Apa ... kok bisa kalian gak jaga keamanan. Dia nyerang gimana?!" tanya Gala sedikit marah.Maya terheran ketika ekspresi suaminya seperti itu. Mungkin sedang ada masalah."Jaga, Bang. Elu ke sini dah bang. Kami juga udah habis-habisan buat perhitungan!" katanya."Ya udah gue datang.""Salah satu anak buahnya kita Sandra juga, Bang," kata Bojes."Elu hajar dia?
"Sudah ku bilang. Jangan mabok! Jangan pake barang haram. Lihat si emprit gara-gara mabok dan pake n4rkoba, dia di tangkap Polisi. Kita gak perlu membawa itu di sini!" kata Maulana marah ke anggotanya. Ternyata dia adalah bos mereka. Mereka semua patuh pada Maulana. Gala hanya menceritakan masalahnya ke Maulana saja. Dan Maulana memperkenalkan Gala sebagai teman dan saudaranya ke para anak buahnya. Gala bergaul dengan mereka untuk misi tertentu. Maulana tahu, dia mau membantu. Penampilan Gala pun mulai berubah sama seperti mereka. Dia juga ikut aktif dalam kegiatan swiping dan keamanan. Anggota mereka banyak juga yang jadi tukang parkir, menjaga keamanan warga di pasar. Ternyata pasar juga ada kelompoknya. Ada Kelompok Maulana dan kelompok musuhnya. Maulana tak mentarif uang ke pedagang. Mereka memberikan seikhlasnya. Maulana juga ramah ke mereka. Mereka biasanya sewa tempat juga seadanya. Beberapa ruko besar di pasar juga harus kelompok Maulana jaga dari gangguan, contohnya kebaka
SUAMIKU YANG DIHIN4 BUKAN PR3MAN SEMB4RANGAN 18.**"Mas, apa yang membuat resah hatimu. Kamu bisa berbagi denganku," kata Maya.Gala terlihat gusar. Mimpi itu sama seperti yang dia alami. Di pandangnya lagi Maya yang sibuk mengambilkan air minum untuknya. Air di nakas yang tertutup di berikan ke Gala. "Minum dulu, Mas," kata Gala. Gala mengambilnya dan meminumnya. Dia merasa lebih tenang setelah melihat Maya. Entah kenapa sikap lembut Maya membuat Gala begitu bahagia. Dia merasa di perlakukan dengan baik dan sepenuh hati. Jika dengan penampilan urakan, gak punya uang, Maya bisa sangat menghormatinya. Gala sangat bahagia berada di dekatnya. "Terima kasih ya, Dek May." Gala menghela napas panjang. Dia menatap wajah Maya lagi. Kasihan juga membangunkan istrinya. "May, Mas punya masa lalu yang cukup kelam. Tak bisa Mas lupakan. Sakit rasanya." Gala terlihat sedih mengatakan itu. Hatinya sakit mengingat hal itu. "Mas, jika aku bisa jadi pendengar mu. Aku akan mendengarkan. Mulutku
"Kamu tau nggak tadi keluarganya Gala datang kemari. Ibu pikir cuma datang-datang begitu aja. Nggak bawa apa-apa. Ternyata dia bawa uang 100 juta untuk memperistri Maya seutuhnya. Ya mana Ibu mau!" kata Farida."Maksudnya, Bu? Ibu nolak uang 100 juta yang diberikan keluarga Bang Gala?" tanya Tisa."Ya enggaklah. Cuman Ibu minta lagi kekurangannya 200 juta, mungkin Ibu bersedia cuma di kasih 100 juta. Ibu udah malu, jadi mereka harus bayar rasa malu Ibu!"Tisa menelan ludah mendengar Ibunya berkata begitu."Dari mana Bang Gala dapat uang, Bu?" tanyanya lagi."Dari jual kebonnya di kampung yang Ibu tau," kata Ibunya.Beberapa saat mereka terdiam dan larut dalam pikiran masing-masing. Tisa sedikit ragu apakah memberi mahar 40 juta ibunya akan terima ataukah meminta lebih. Jujur saja kalau meminta lebih mereka nggak punya uang."Doni, kamu harus berusaha keras ya memberikan yang terbaik untuk Tisa. Kamu tahu kan maksud ibu," kata Farida tersenyum dan masuk saja ke dalam rumah.Sebentar la