SUAMIKU YANG DI HINA BUKAN PREMAN SEMBARANGAN.
**
"Gak sangka, Maya ... Kamaya .... Bapak gak sangka begini kelakuan kamu!"
"Enggak, Pak. Maya bisa jelaskan."
"Apalagi yang bisa kamu jelaskan. Apa, Ha! Huhuhu ...."
Lelaki paruh baya yang awalnya mendelik hingga bola mata nyaris keluar itu tiba tiba luruh. Dia jatuh terduduk bersandar di tembok yang penuh dengan segala tulisan dan coretan di dinding.
"Kawinkan aja ni berdua. Perempuan pake jilbab kok mendatangi lelaki preman. Di mana harga diri kamu!" sahut seorang wanita yang tak lain warga di sekitaran.
"Astaga, Mbak. Gak sangka aku kamu begini. Malu, Mbak. Kamu kuliahan tapi kelakuan begini. Apa kamu sengaja jual diri supaya bisa bayar kuliah!"
"Enggak seperti itu, Tisa."
Kamaya berusaha menjelaskan ke Bapaknya kalau semua ini salah paham.
Sang lelaki yang di Katai mereka preman tak luput dari amukan warga. Dia hendak di keroyok dan di pukuli.
"Jangan sentuh dia. Tolong. Jangan sentuh. Dia sedang sakit."
Kamaya berlari ke kerumunan warga berniat menolong sang lelaki. Bapaknya serta Tisa yang saat itu menyaksikan ikut greget dengan Kamaya. Bapaknya tak sangka kalau Kamaya punya kekasih seorang preman.
"Maya apaan kamu!" bentak Bapaknya marah.
"Pulang Maya! Bisa bisanya kamu membela begajulan kayak gini!" kata Bapak lagi.
"Gak bisa, Pak. Dia bisa babak belur di hajar warga. Dia sakit. Tolong jangan sentuh dia!" Kamaya berusaha keras membela sang lelaki.
Lelaki yang nyaris di hakimi masa itu berada di belakang Maya. Dia memegang tangannya yang terasa sakit. Sekujur tubuhnya sakit. Speechless dengan sosok perempuan yang membelanya.
"Bapak gak sangka, May. Bapak gak sangka kamu anak baik-baik punya hubungan sama berandal preman seperti ini!" Bapak makin naik darah.
"Udahlah kawinin aja kalau gak hajar aja mereka berdua, t3lan--j4ngi aja!" amuk para warga.
"Saya akan menikahinya."
Sang lelaki berdiri dengan susah payah. Sekujur tubuhnya masih sakit. Kejadian tak terduga dia nyaris mati di tabrak kendaraan yang melaju kencang. Beruntung, Kamaya menyelamatkannya. Membawanya ke rumah sakit, di saat tak ada warga yang peduli.
Tapi, lelaki itu malah kabur malam harinya. Tak menghiraukan kondisi kesehatannya. Dia lepas infus dan tertatih keluar dari rumah sakit. Diam-diam dia kabur.
Entah bagaimana bertemu lagi dengan Kamaya yang sedang belanja di supermarket. Tertatih dia berjalan. Maya melihatnya dan menghampiri.
"Kamu kan yang korban tabrak lari. Kok keluar dari Rumah Sakit? Sudah sembuh, 'kah?" tanya Maya kala itu.
Lelaki itu tak peduli. Dia hanya terus berjalan saja dengan menggenggam rasa sakitnya. Maya kasihan, tanpa pikir panjang dia juga ikut menuntun lelaki itu.
"Mau apa kamu?"
"Saya akan membantumu? Kamu mau ke mana?"
"Pulang!" kata lelaki itu.
"Tapi, kamu sakit?"
"Aku hanya perlu istirahat. Besok juga sembuh," kata lelaki itu tak menghiraukan Maya.
Entah karena kasihan. Maya pun mengantarkan lelaki itu ke rumahnya. Gak tau kenapa, Maya merasa dia bukan orang jahat. Rumah yang di penuhi ragam coretan di dinding. Sesaat Maya kasihan.
Tapi, kejadian tak terduga siapa yang tahu. Baru saja lelaki itu berbaring di dipannya dan Maya hendak pulang malah di kagetkan dengan kehadiran warga dan juga ada Bapaknya serta Tisa adiknya.
Akhirnya dia di hakimi akibat perbuatan yang tidak di lakukannya. Kamaya tahu dia salah. Dia salah terlalu baik tapi, kenapa kemarahan warga begitu hebat sampai menyuruhnya menikah segala dan mau di arak keliling kampung.
Kamaya meringis ketakutan, namun di kagetkan dengan ucapan pria yang sudah berdiri menghadapi warga untuk menikahinya. Seorang pria dengan tindik magnet di telinga. Di sekitaran wajahnya juga tumbuh jambang cukup tebal diikuti kumis. Yah, penampilan pria itu urakan. Tak terawat sama sekali.
"Apa kata kamu menikahi Kamaya? Kamu mau menikahi Maya? Jangan mimpi!" sahut Bapaknya gak setuju.
"Kawinin aja. Anak maksiat masih di bela. Kalau gak di kawinin apa Bapak bisa jamin dia gak ke sini lagi. Mereka berdua itu pacaran pasti bakal terus maksiat. Lihat kampung kita jadi tercemar karena maksiat."
Warga semakin memprovokasi. Mereka tak setuju Maya di bawa pulang.
"Saya sudah panggil Pak Kades dan bakal di urus ke Polisi. Bisa aja begajul ini bawa obat t3rlarang juga!" hardik masa.
Kepala Bapak semakin pusing. Maya masih menangis ketakutan.
"Baiklah. Saya ikhlas menikahkan anak saya. May, Bapak kecewa sama kamu. Tapi, ini pilihan kamu. Lelaki urakan ini. Preman kampung. Begajulan akan menjadi suami kamu. Apa yang bisa Bapak lakukan," lirih Bapak pilu.
Maya hanya terdiam, sesekali menatap sang calon suami yang dari rautnya tenang tapi Maya tahu dia juga diliputi kegalauan.
"Apa yang kamu punya untuk menikahi putriku. Jangan bilang kamu gak punya apa-apa!" kata Bapak geram.
Dengan tertatih, sangat lelaki mengambil sesuatu di dalam tasnya. Dia memberikannya ke Bapak.
"Ini."
Bapak terkaget melihatnya. Wajahnya menatap lelaki itu tak percaya.
"Kamu memberikan ini ke anak saya?"
"Ya, segera nikahkan kami," ujarnya.
"Tunggu ... nama kamu siapa?" sambung Tisa, adiknya Maya yang dari tadi menemani Bapak memergoki Kakaknya.
"Gala. Galaksi Bimasakti," sahut laki itu.
Beberapa warga sempat terdiam. Gala melirik Maya yang ketakutan.
"Sudahi semua ini. Nikahkan kami," sahutnya mantap.
**
Lelaki itupun pergi dari Gala. Setelah lelaki tadi pergi. Gala memperhatikan bukti yang di bawanya. Mata Gala melebar melihat ada photo yang dikenalnya. Ternyata benar, dia biang kerok semua ini. Gala juga melihat ada lelaki yang familiar di kenalnya. Di lihat lebih teliti lagi ternyata dia Doni, pacarnya Tisa yang di banggakan mertuanya juga terlibat dalam proyek ini. Mereka semua satu komplotan. Gala akan susun rencana lebih matang.Gala pergi dari pasar malam itu. Dia naik ke salah satu mobil. Di dalam mobil sudah ada Bastian. Gala berbicara padanya."Pak, bagaimana kabar anda? Anda banyak sekali berubah," katanya."Yah, keadaan yang mengubahku. Aku harus cari tahu lebih lanjut siapa dalang yang membuat Pabrik dan usaha turun temurun keluargaku nyaris bangkrut. Bagaimana denganmu?" tanya Gala dengan sorot matanya yang tajam."Saya sudah menjalankan semua yang Bapak perintahkan. Sepertinya memang mengarah ke orang yang Bapak curigai. Dialah dalangnya yang membuat masalah. Saya berha
SUAMIKU YANG DIHINA BUKAN PREMAN SEMBARANGAN 21**Setelah berpamitan pada Maya malam itu, Gala melangkah keluar menuju motornya. Mesin dinyalakan dengan satu tarikan keras, dan dalam beberapa menit, Gala sudah melaju menuju markasnya, yang terletak di pinggir kota.Ketika Gala tiba, suasana di markasnya terasa mencekam. Beberapa anak buahnya tampak sibuk merawat luka akibat bentrokan dengan Genk Kelewang. Di tengah ruangan, seorang pemuda dari Genk Kelewang terlihat duduk di lantai, kedua tangannya terikat ke belakang dengan tali, wajahnya babak belur.Gala mendekat dengan langkah tenang namun penuh ancaman. "Siapa namamu?" tanyanya, suaranya rendah namun tegas.Pemuda itu menatap Gala dengan tatapan kosong, tak mengucapkan sepatah kata pun. Darah segar masih mengalir dari sudut bibirnya.Gala jongkok di depannya, menatapnya tajam. "Kenapa kalian menyerang kami? Apa yang kalian cari? Bukankah sudah ada tempat masing-masing. Jangan saling serang, Bodoh!"Lagi-lagi, tak ada jawaban. An
“Saya ucapkan terima kasih atas bantuannya tadi, tapi jangan berpikir bahwa hal ini mengubah apapun,” kata Bu Retno dengan dingin. "Kamu tetap tidak cocok untuk Yuda. Dia akan segera menikah dengan wanita pilihanku, seorang PNS juga. Kamu tidak punya tempat di hidupnya."Maya terdiam, hatinya seolah dicubit oleh kata-kata itu. Meski ia sudah menduganya, mendengar langsung dari mulut Bu Retno membuat semuanya terasa lebih nyata. Bagaimanapun, ia tidak bisa memaksakan perasaannya pada Yuda, apalagi jika keluarga Yuda menolaknya begitu keras.Kenapa ada manusia sampai bisa begitu meremehkan orang lain. Maya bersyukur di situasi ini dia sudah punya suami."Saya mengerti, Bu, Ibu tahu kalau saya juga sudah menikah," jawab Maya pelan. Tak ada gunanya membela diri atau memperpanjang perdebatan. Semua sudah jelas. Yuda akan segera menikah, dan bukan dengan dirinya. Kehidupan kini sudah berbeda. Maya juga sudah ikhlas dia tak bisa bersama Yuda. Tapi, kenapa hubungan ini malah di perburuk."Oh
SUAMIKU YANG DIHIN4 BUKAN PR3MAN SEMB4RANGAN 20.Maya meraih dompet itu dengan tangan gemetar. Sejenak, ia terpaku melihat dompet yang tadinya ada di tangan copet kini berada di genggamannya. Suara riuh kejar-kejaran di belakangnya semakin menjauh ketika si copet lari kencang dikejar warga. Maya menarik napas lega. Setidaknya, ia berhasil mendapatkan dompet itu kembali.Ia segera berbalik dan mencari pemilik dompet tersebut. Di keramaian pasar yang sibuk, mata Maya tertumbuk pada seorang wanita paruh baya yang tampak gelisah. Wanita itu tampak cemas, sesekali meraba-raba tas di pinggangnya, seolah memastikan sesuatu. Maya mendekat dengan langkah cepat, hati-hati agar tidak terjatuh di jalanan berbatu.“Bu, ini dompetnya, kan?” Maya menyodorkan dompet itu kepada wanita tersebut.Wanita itu mengangkat wajah, matanya membulat terkejut saat melihat Maya. Maya pun merasakan hal yang sama. Wajah itu terlalu familiar untuk diabaikan. Wajah yang pernah ia lihat dalam beberapa kesempatan di ru
"Iya," jawab Maya. "May, kalau ada uang kamu jangan terlalu boros ingat Gala harus membayar dua ratus juta lagi ke ibu. Ya udah kalau kalian memang mau beli kasur baru juga nggak masalah. Tapi ingat juga kalian punya hutang ke ibu!" kata Farida. Maya terdiam saat Ibunya berkata begitu. Apa jadinya jika Ibunya tau kalau dia ada uang banyak yang diberikan Gala kemarin. Apa Ibunya akan mengambil semuanya. Gala berpesan tak perlu mereka tahu masalah uang yang di berikannya ke Maya. "Iya, Bu. Doakan ya Mas Gala bisa segera mendapatkan uang untuk memberikan Ibu 200 juta lagi," kata Maya. Farida hanya mencibir saja dan Tisa sedikit kesal. Dia juga di tuntut Ibu untuk memberikan uang seratus juta untuk lamaran. Tisa bingung bagaimana meminta ke Doni uang banyak begitu. "Mbak, makasih ya. Bang Gala dan kamu udah belanjain aku. Sayang sama kamu," kata Leo senang. Dia bisa mendapatkan peralatan sekolah dan semua serba baru. Maya hanya mengangguk saja dan membuat Tisa semakin kesal saja pad
SUAMIKU YANG DIHINA BUKAN PREMAN SEMBARANGAN 19.**Gala sedikit kesal ketika ada panggilan dari Bojes. Ada apa anak buahnya menghubunginya? Mungkin ada sesuatu hal yang penting. Kalau tidak, tidak mungkin Bojes menghubunginya malam-malam."Dek May. Saya angkat dulu telepon ya," kata Gala."Iya, Mas," ucap Maya.Gala pun menekan tombol hijau dan terhubunglah dengan anak buahnya. Kira-kira informasi apa yang akan diberikannya ke Gala."Halo," kata Gala setelah tersambung."Bang, halo Bang ... gawat, gawat, Bang," katanya."Kenapa? Gawat kenapa?" tanya Gala."Ada kerusuhan di pasar, Bang. Geng Kelewang nyerang, Bang!" kata Bojes."Apa ... kok bisa kalian gak jaga keamanan. Dia nyerang gimana?!" tanya Gala sedikit marah.Maya terheran ketika ekspresi suaminya seperti itu. Mungkin sedang ada masalah."Jaga, Bang. Elu ke sini dah bang. Kami juga udah habis-habisan buat perhitungan!" katanya."Ya udah gue datang.""Salah satu anak buahnya kita Sandra juga, Bang," kata Bojes."Elu hajar dia?
"Sudah ku bilang. Jangan mabok! Jangan pake barang haram. Lihat si emprit gara-gara mabok dan pake n4rkoba, dia di tangkap Polisi. Kita gak perlu membawa itu di sini!" kata Maulana marah ke anggotanya. Ternyata dia adalah bos mereka. Mereka semua patuh pada Maulana. Gala hanya menceritakan masalahnya ke Maulana saja. Dan Maulana memperkenalkan Gala sebagai teman dan saudaranya ke para anak buahnya. Gala bergaul dengan mereka untuk misi tertentu. Maulana tahu, dia mau membantu. Penampilan Gala pun mulai berubah sama seperti mereka. Dia juga ikut aktif dalam kegiatan swiping dan keamanan. Anggota mereka banyak juga yang jadi tukang parkir, menjaga keamanan warga di pasar. Ternyata pasar juga ada kelompoknya. Ada Kelompok Maulana dan kelompok musuhnya. Maulana tak mentarif uang ke pedagang. Mereka memberikan seikhlasnya. Maulana juga ramah ke mereka. Mereka biasanya sewa tempat juga seadanya. Beberapa ruko besar di pasar juga harus kelompok Maulana jaga dari gangguan, contohnya kebaka
SUAMIKU YANG DIHIN4 BUKAN PR3MAN SEMB4RANGAN 18.**"Mas, apa yang membuat resah hatimu. Kamu bisa berbagi denganku," kata Maya.Gala terlihat gusar. Mimpi itu sama seperti yang dia alami. Di pandangnya lagi Maya yang sibuk mengambilkan air minum untuknya. Air di nakas yang tertutup di berikan ke Gala. "Minum dulu, Mas," kata Gala. Gala mengambilnya dan meminumnya. Dia merasa lebih tenang setelah melihat Maya. Entah kenapa sikap lembut Maya membuat Gala begitu bahagia. Dia merasa di perlakukan dengan baik dan sepenuh hati. Jika dengan penampilan urakan, gak punya uang, Maya bisa sangat menghormatinya. Gala sangat bahagia berada di dekatnya. "Terima kasih ya, Dek May." Gala menghela napas panjang. Dia menatap wajah Maya lagi. Kasihan juga membangunkan istrinya. "May, Mas punya masa lalu yang cukup kelam. Tak bisa Mas lupakan. Sakit rasanya." Gala terlihat sedih mengatakan itu. Hatinya sakit mengingat hal itu. "Mas, jika aku bisa jadi pendengar mu. Aku akan mendengarkan. Mulutku
"Kamu tau nggak tadi keluarganya Gala datang kemari. Ibu pikir cuma datang-datang begitu aja. Nggak bawa apa-apa. Ternyata dia bawa uang 100 juta untuk memperistri Maya seutuhnya. Ya mana Ibu mau!" kata Farida."Maksudnya, Bu? Ibu nolak uang 100 juta yang diberikan keluarga Bang Gala?" tanya Tisa."Ya enggaklah. Cuman Ibu minta lagi kekurangannya 200 juta, mungkin Ibu bersedia cuma di kasih 100 juta. Ibu udah malu, jadi mereka harus bayar rasa malu Ibu!"Tisa menelan ludah mendengar Ibunya berkata begitu."Dari mana Bang Gala dapat uang, Bu?" tanyanya lagi."Dari jual kebonnya di kampung yang Ibu tau," kata Ibunya.Beberapa saat mereka terdiam dan larut dalam pikiran masing-masing. Tisa sedikit ragu apakah memberi mahar 40 juta ibunya akan terima ataukah meminta lebih. Jujur saja kalau meminta lebih mereka nggak punya uang."Doni, kamu harus berusaha keras ya memberikan yang terbaik untuk Tisa. Kamu tahu kan maksud ibu," kata Farida tersenyum dan masuk saja ke dalam rumah.Sebentar la