Home / Romansa / SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI / 7. Kenangan Miranti

Share

7. Kenangan Miranti

last update Last Updated: 2023-10-05 15:18:18

"Gak usah fitnah, ya!" Melihat ibunya diberlakukan tidak adil, Abrina maju sebagai garda terdepan. "Jelas-jelas kamu yang sengaja menabrak mamahku, pake fitnah orang segala," ujarnya dengan mata yang menatap tajam pada Lusi. 

 

"Aduh pusing deh kepalaku kalo harus berhubungan dengan anak pembangkang," keluh Lusi sambil memijit pelipis. Dia sengaja memamerkan cincin berlian di jari manis dan gelang emas yang menghiasi lengannya. "Lihat ibunya jatuh bukannya ditolong malah menyalahkan orang lain," sindirnya dengan senyum yang mengejek. 

 

Abrina lekas berpaling pada sang ibu. Tangannya terulur untuk membantu Miranti berdiri. 

 

"Ayo, Bi, kita pulang saja," ajak Miranti tanpa mau menatap wajah Haris dan juga Lusi. 

 

Bukan karena dia takut sama mereka. Namun, dia tidak mau luka hatinya yang mulai mengering kembali terusik jika melihat wajah mereka. Masih ingat betul betapa kedua orang itu cukup menyakiti hatinya. 

 

"Gak, Mah, aku gak mau pergi sebelum perempuan ini minta maaf sama Mamah karena udah sengaja menabrak Mamah tadi," tolak Abrina masih menatap Lusi dengan sengit. 

 

"Eh gak usah fitnah, ya! Justru emak kamu itu yang sengaja nabrak aku," sergah Lusi tidak terima, "aku yakin dia sengaja melakukan itu biar aku celaka. Biar bayi laki-laki di kandungan ini mati," tudingnya tidak kalah sengit. 

 

"Lusi, sudah! Malu dilihat orang," ujar Haris sedikit menghardik, "ayo kita pergi periksa," ajaknya serius. 

 

Lusi menatap sekeliling. Haris benar beberapa pengunjung rumah sakit dan petugas medis memandanginya. Tentu dia tidak mau terlihat picik di depan orang banyak. Terlebih rumah sakit tersebut bekas tempatnya dulu mencari makan. 

 

Akhirnya wanita itu pun mengangguk. Sebelum langkah Pergi Lusi sengaja memeluk lengan Haris dengan mesra. Hal itu lakukan guna memancing rasa cemburu pada diri Miranti. 

 

"Tunggu!" 

 

Miranti yang sedari tadi diam mulai angkat bicara. Haris dan Lusi pun menghentikan langkahnya seketika. Keduanya kompak balik badan kembali. 

 

Miranti melangkah maju untuk menghadap mantan suaminya. Dia menatap laki-laki yang dulu pernah sangat ia cintai itu dengan lekat. 

 

"Mas, aku tahu sekarang kita sudah tidak ada hubungan. Tapi kamu pertalian darahmu dengan Abrina tidak akan pernah putus," ujar Miranti dengan suara yang bergetar. Wanita itu tengah berusaha keras untuk tetap tegar dan tidak menangis. 

 

"Maksud kamu apa, Mbak?" Lusi langsung pasang badan dengan berdiri di depan Haris, "gak perlu kamu kasih tahu, Mas Haris juga gak bakalan lupa kalo dia ayahnya Bina."

 

"Diam kamu wanita ular! Aku gak bicara sama kamu," tegas Miranti dengan tatapan yang dingin. Dengan kekuatan yang ada dirinya menyeret lengan Lusi agar menjauh dari hadapannya. 

 

"Ihhh apa-apaan sih!" 

 

Lusi menggerutu. Namun, Abrina mencegahnya saat dirinya akan kembali berdiri di depannya Haris. Pastinya kekuatan Abrina lebih kuat darinya. 

 

Miranti sendiri kembali menatap Haris dengan lekat. "Kamu membelikan istri barumu perhiasan seharga puluhan juta. Tapi, jangankan perhiasan, kebutuhan sekolah Abrina darah dagingmu apa pernah kamu pikirkan?" tuturnya dengan hati yang teriris. 

 

"Salah sendiri kenapa Abrina ke luar dari rumah." 

 

Lagi-lagi Lusi yang menyahut. Karena Haris sendiri tidak mampu untuk menjawab. 

 

Miranti tidak merespon ocehan Lusi. Perhatiannya terus tertuju pada sang mantan suami. 

 

"Kamu bahkan dengan teganya menyetop jatah bulanan Abrina. Tega kamu mempersulit kehidupan darah dagingmu sendiri, Mas," tutur Miranti dengan menahan sesak di dada. 

 

"Sedangkan adik-adiknya Lusi kamu biayai. Padahal mereka sama sekali tidak ada hubungan darah dengan kamu. Ayah macam apa itu namanya!" kecam Miranti mulai terbawa emosi. 

 

Dia bahkan sempat memukul dada Haris demi meluapkan kekecewaannya. 

 

"Eh eh jangan aniaya suami aku ya, Mbak!" teriak Lusi langsung menghalangi tangan Miranti yang masih mau memukul dada Haris. 

 

"Mamah, sudah, Mah, nanti kondisi Mamah drop lagi," pinta Abrina mengingatkan. 

 

"Aku bisa laporin kamu ke polisi lho, Mbak, kalo kamu terus menganiaya suami aku," ancam Lusi sambil mendelik. 

 

"Aku gak takut," balas Miranti berani, "di sini aku cuma menyayangkan sikap Mas Haris yang gak memenuhi kewajibannya sebagai seorang ayah. Tega menahan hak anaknya sendiri."

 

"Ranti." Haris menatap wanita yang dulu pernah sangat ia puja tersebut dengan berlagak tenang. Padahal sesungguhnya dia tengah merasa bersalah, "aku gak pernah menahan haknya Abrina. Pintu rumah selalu terbuka lebar-lebar jika dia mau kembali menikmati semua fasilitas."

 

"Mas Haris kita sudah bercerai dan hak asuh anak jatuh ke tangan aku."

 

"Ya sudah silakan rawat Abrina sendiri."

 

Bibir Lusi langsung tergelak menang mendengar jawaban sang suami. 

 

Tidak mau ibunya bersedih, Abrina menarik lengan Miranti. "Sudahlah, Mah, gak usah memohon sama pria berhati batu itu," ujarnya sembari melirik Haris dengan sengit, "aku yakin kita bisa kok hidup tanpa dia. Dan aku juga bertekad akan membuat hidup Mamah jauh lebih bahagia dari mereka," ikrarnya tulus. 

 

Setelah itu Abrina menggandeng tangan Miranti pergi. Meninggalkan Haris yang masih menatap kepergian mereka. Sampai di luar, Abrina sengaja mencari untuk tumpangan. 

 

"Bina, taksi itu mahal. Kamu dapat uang dari mana?" tegur Miranti begitu melihat putrinya melambaikan tangan ke taksi di ujung jalan. 

 

"Kak Gibran yang baik hati itu ngasih aku uang, Mah. Jadi Mamah nggak usah khawatir. 

 

"Uang ongkos naik taksi ini bisa kamu gunakan untuk jajan kamu di sekolah nanti, Bina."

 

"Udahlah, Mah, gak papa," sahut Abrina mengelus pundak Ibunya lembut, "Mamah masih lemah, aku gak mau Mamah pusing kalo naik bis."

 

Meski pendiam Abrina mempunyai sifat yang sedikit keras kepala. Dia suka ditentang keinginannya. Gadis itu mewarisi karakter sang ayah. Karena itulah Miranti memilih untuk menurut. 

 

Perempuan itu manut saja saat Abrina menyuruhnya untuk memasuki mobil sedan berwarna biru tersebut. Hawa sejuk langsung terasa begitu dia duduk di jok belakang. Sudah satu tahun ini dirinya tidak lagi merasakan nikmatnya menaiki kendaraan yang nyaman. 

 

Kehidupan Miranti berubah seratus delapan puluh derajat usai diceraikan oleh Haris. Dua tahun yang lalu dirinya masih hidup bagaikan seorang ratu. Hingga akhirnya dia terusir dari rumahnya sendiri gara-gara memperkerjakan wanita ular yang bernama Lusi. 

 

Angan Miranti pun melayang pada masa dua tahun silam. Awal mula dirinya bertemu dengan Lusi. 

 

 

 

 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
diperlakukan seperti ratu dan dicampakkan seperti sampah. selama menikah tak adakah simpanan uang dan perhiasan berharga?? klu g ada berarti si miranti bodoh,dungu dan tolol. masa g bisa memperjuangkan harta gono gini juga?? selama jadi ratu si harus kau ngapain aja njing?!
goodnovel comment avatar
dianrahmat
klw saat sidang perceraian diajukan nafkah anak ditanggung oleh ayahnya, maka si Haris bisa dilaporkan ke polisi dlm kasus penelantaran anak atau tdk memenuhi kewajiban dlm menafkahi anak. btw... Haris tetap lah seorang bajingan yg tega nelantarin anak kandung tp mau membiayai adek2 ipar yg matre
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   127. Jadian

    Di lain pihak, jenazah Arman dikebumikan. Livia yang mengurusi administrasinya. Itu semua atas permintaan Lusi. Pada saat pemakaman Lusi diizinkan oleh petugas untuk menghadiri. Dengan menaiki kursi roda perempuan itu menangis di depan makam Arman yang merah. Pada acara pemakaman tersebut Abrina turut hadir bersama Gibran. Meski Arman adalah seorang penjahat, tapi pria itu pernah berjasa saat mengobati Miranti dengan fisioterapinya. Hanya saja Miranti tidak hadir dalam acara tersebut. Meski keadaan perempuan itu dan Gavin sudah membaik, tapi Abrina melarangnya untuk menghadiri acara tersebut. Menurut Abrina, sang ibu lebih cocok untuk menjaga ayahnya saja. Sedangkan Gavin juga masih lemah. Pemuda itu memilih beristirahat di rumah. "Abrina!" Abrina dan Gibran yang akan pergi meninggalkan makam Arman menghentikan langkah saat namanya dipanggil. Dia menoleh ke belakang. Tampak Lusi menatapnya dengan sayu. Dirinya pun bergerak mendekati perempuan yang dulu sangat ia benci itu. "Ada

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   126. Akhir Hidup Arman

    "Dia siapa, Mbak?" cecar Abrina penasaran. Tentunya dia tidak berharap jika orang yang dimaksud Livia adalah sang ayah. "Bukan papah aku kan yang gak selamat?" kejarnya penasaran. Livia hanya menarik napas dalam-dalam. "Jawab dong, Mbak Livia!" suruh Abrina merasa gregetan. "Vi, kalau cerita tolong jangan setengah-setengah dong," timpal Gibran ikutan gemas. Livia menatap Gibran dengan sendu. "Bukan Mas Haris yang gak selamat," tuturnya pelan. Tangannya mengusap matanya yang tampak mulai basah. "Maksud kamu orang itu Arman?" tebak Gibran langsung. Livia mengangguk pelan. "Syukur lah." Abrina menghela napas dengan lega. "Jadi Arman meninggal?" tanya Gibran meyakinkan. Lagi, Livia hanya mengangguk. "Kenapa kamu keliatan sedih begitu?" tanya Gibran merasa aneh, "dia orang jahat lho, Vi," tambahnya mengingatkan. "Arman gak punya keluarga, Bran," jawab Livia pelan. Di luar jam kerja dia memang selalu memanggil Gibran tanpa embel-embel Bapak. "Siapa yang akan mengurusi jenazahnya?

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   125. Tidak Selamat

    "Masih ada meski sudah lemah," ujar petugas tersebut pada Geri. Di tempatnya Gavin menghembuskan napas panjang. Pemuda itu benar-benar merasa lega telah lolos dari maut. Kini tiba-tiba dia merasa rasa lelah yang teramat. Maklum saja Gavin harus menghadapi Arman yang juga pintar ilmu bela diri. Pemuda itu merebahkan badannya di lantai berdebu tersebut. Dia ingin istirahat. Namun, terdengar bunyi sirine. Tidak lama datang beberapa orang berpakaian serba putih. Mereka membawa dua buah brankar. Orang yang pertama diangkat ke dalam brankar adalah Haris. "Aku ikut."Miranti bersikeras menemani mantan suaminya di dalam ambulans. Karena terus memaksa, petugas medis pun mengizinkan. Petugas yang lain mengangkat tubuh Arman juga. Pria itu dimasukkan ke dalam mobil ambulans yang kedua. Dan yang menjaga dia adalah petugas polisi. "Gavin, kamu ikut saya," ajak Geri melihat Gavin yang masih terbengong."Terus mobil aku bagaimana?" tanya Gavin lemah. Sungguh dia benar-benar lelah. "Tenang saj

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   124. Kena Tembak

    DORRR! Miranti dan Gavin yang sedang berlari sontak berhenti. Keduanya langsung berpaling ke belakang. Tampak Haris tengah meringis sembari memegang dada atas sebelah kirinya. "Mas Haris!" pekik Miranti cukup histeris melihat baju mantan suaminya yang sudah bersimbah darah. Wanita itu bergegas berlari. Dia menyongsong tubuh Haris yang akan roboh. Sehingga badan Haris justru jatuh ke dalam pelukan Miranti. "Mas Haris, bertahanlah," pinta Miranti begitu membaringkan tubuh Haris di tanah. "Kamu harus kuat, Mas," lanjutnya dengan berurai air mata. Di lain pihak Arman terpaku melihat hasil perbuatannya. Meski dia orang jahat, tapi baru kali ini dirinya menyakiti orang. Dan sejujurnya Arman berubah jadi orang jahat setelah dijebloskan Lusi ke penjara. Kebengongan Arman tidak disia-siakan oleh Gavin. Diam-diam pemuda itu bergerak mendekat. Tanpa banyak bicara dia segera menendang Arman dari belakang. Mendapat serangan mendadak Arman tentunya terkejut. Apalagi Gavin menendangnya dengan

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   123. Perjuangan Haris

    "Mas Haris yakin akan menyerahkan semuanya pada Arman?" tanya Livia dengan wajah tidak percaya."Semua ini tidak ada artinya kalo Miranti kenapa-napa," sahut Haris datar. Di tempatnya Abrina dibuat bingung dengan jawaban sang ayah."Tapi kami susah payah membawanya dari Jogja, Mas. Belum lagi anak buah Mas Geri juga berjuang banget buat gak ngambil pundi-pundi Arman yang ada di motel.""Livia, semua uang dan emas ini adalah milik saya. Jadi saya bebas akan melakukan apa saja, yang penting Miranti selamat," tegas Haris serius."Sebenarnya apa yang terjadi dengan Mamah, Pah?" tanya Abrina sudah sangat penasaran.Haris menatap putrinya dengan sendu. "Mamah kamu diculik oleh Arman.""Apahhh?" Abrina tersentak seketika."Tapi kamu gak perlu khawatir, papah akan segera menolong mamah kamu," janji Haris dari hatinya.Ketika akan melanjutkan pembicaraan, ponsel Haris berbunyi. Semua orang tampak tegang terutama Haris. Hal tersebut membuat Abrina bingung.Namun, kebingungannya segera terjawab

  • SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI   122. Uang Tebusan

    "Seminggu yang lalu, Gibran request suruh aku buatin baju buat kamu," ujar Tante Mona sambil melangkah menuju koleksi baju-bajunya. "Karena designnya simple dan yang ngerjain karyawan spesial makanya udah jadi dua," tuturnya seraya menunjuk dua dress yang tengah dipakai oleh manekin.Abrina sendiri cukup terkesima melihatnya. Dua buah dress yang sama-sama lucu dan manis. Satu berwarna salem dengan model one shoulder. Satunya lagi midi dress berwarna hitam ala korea yang sangat manis."Ya ampun cantik banget," puji Abrina pada minidress tersebut.Dia tidak menyangka jika bajunya sudah jadi. Gadis itu bepikir jika nanti akan dibuat bingung saat harus memilih aneka dress. Kendati begitu Abrina benar-benar bersyukur karena tidak perlu pusing memilih. Sehingga kekhawatiran Gavin tidak pernah akan terjadi."Udah sana kamu coba di fitting room," suruh Tante Mona lembut.Abrina mengangguk manut. Dia yang memang sudah jatuh cinta pada minidress hitam tersebut segera mencobanya. Senyumnya begit

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status