Share

BAB 2

"Apa ini masa lalu dan aku terdampar disini?" Pertanyaan yang aku tak tahu untukku sendiri atau untuk orang yang ku temui ini?

"Masa lalu? Artinya kamu dari masa depan?" Ingin ku abaikan kata-kata dari dia yang mengaku Mamaku, bukan tapi Diajeng Ayu Baskoro. 

"Apa bukti aku ada di tahun 1995?" Tanyaku sarkas.

"Dan apa buktinya kamu dari masa depan?"

Aku menatap perempuan di hadapanku lama. MAMA.... ya dia Mamaku. Wajahnya persis dengan foto-foto di rumah yang dipajang Eyang dan selalu di peluk Eyang ketika merindukan putri tercintanya.

Tanpa pikir panjang ku berhambur kepelukannya. Mama yang hanya aku tahu dari foto, akhirnya bisa ku peluk tubuhnya nyata. Bagai mimpi dan tanpa sadar aku terisak juga menangis. Ingin ku katakan aku anaknya, Tapi aku tahu dia tak percaya dengan ucapanku.

Aku mencoba menghentikan isakan tangis, entah mengapa aku menjadi anak cengeng. Bahkan saat aku terjatuh atau saat tanganku patah pun tak pernah menangis. 

"Namamu Diajeng kan? Bolehkah aku minta bantuan? Aku tak tahu siapa-siapa disini" ku katupkan kedua tangan di hadapanku.

"Buktikan dulu kamu benar dari masa depan?" Aku mulai berpikir. Andai ini tahun 2015 aku dengan mudah menjawab pertanyaan apapun. Toh tinggal tanyakan saja pada si embah yang serba tahu, embah g****e maksudnya. Aku menggaruk kepala yang tak gatal, walau 100 kali mikir kayaknya aku gak bisa jawab deh.

"hhhmmm.... Kamu kasih pertanyaan kali aja aku bisa jawab". senyumku kikuk. "Bagaimana kamu bisa tahu nama ayah dan namaku? Apa yang kamu ketahui selain itu?"

"Umurmu 20 tahun kan? Dan pacarmu..... Andra, Keano Deandra. Dan.... Eyang, eh maksudku ibumu tidak menyukai Andra. Dia pikir Andra pembawa pengaruh buruk untukmu juga masa depanmu.

Aku melihat reaksi Diajeng, Mamaku. "Wah... Kamu tahu juga ya tentang Andra, bahkan orang lain memanggilnya ken atau Ano". Aku tersenyum kaku. bagaimana aku tak tahu tentang Papaku. meski aku bertemu dengannya bisa di hitung jari seumur hidupku, tapi Eyang sering menceritakannya saat Dia memarahiku karena kenakalanku.

"Dan tentang Hp, Bagaimana bentuknya. Apa itu barang masa depan?" Dengan binar mata seolah begitu ttakjub dengan barang yang bahkan dia belum temui.

"Hp itu telepon genggam, seluler. tanpa kabel yang bisa di bawa kemana-mana. dulu bentuknya sebesar telepon kuno itu" sambil ku tunjuk ke arah telepon yang tadi aku gunakan untuk menghubungi Rara.

"Tapi sekarang bentuknya makin tipis dan makin banyak fungsi". 

"Apa saja fungsinya?" Dia bertanya dengan rasa penasaran. "Selain buat telepon, bisa buat kirim pesan, ambil foto, simpan nomor telepon, internetan dan masih banyak lagi" berasa kayak guru saja aku sekarang menjelaskan seperti ini. 

"Wah banyak banget fungsinya ?. Semoga aku bisa melihat itu semua di masa depan ya". Aku hanya bisa meng-Aamiini dalam hati. Hanya ku jawab dengan anggukan. 

"Hhmm...  Aku masih 18 tahun, bolehkah aku memanggilmu mbak?" Diajeng tersenyum dengan mengangguk. "Mbak Ajeng bolehkah aku bertanya? Mengapa mbak bisa sangat mencintai Papa? Maksudku mas Andra. Bukankah dia terkenal nakal dan bengal?" Tanyaku penasaran.

"Sepertinya kamu melupakan sesuatu?" Aku mengernyitkan dahiku memikirkan apa yang aku lupakan. "Namamu... Kamu belum memberi tahu siapa namamu".

"Oh sorry. Aku..." Aku mencoba mencari nama yang bisa aku gunakan untuk nama samaran. Ku edarkan pandangan ke sekeliling. Terlihat taman bunga matahari di luar jendela. "Namaku Sunny". Berkebalikan dengan nama asliku. Mungkin saat aku lahir semua orang menangis karena kehilangan makanya namaku Rainy.

"Sunny? Nama yang indah" aku hanya tersenyum. 

"Apa mbak Ajeng bisa tolong aku? Tolong sembunyikan aku. Jangan sampai ada orang yang tahu hanya sampai aku kembali ke tahun 2015". Hanya itu yang bisa ku minta, aku benar-benar tak tahu tempat ini, keadaan ini.

"Aku punya kost di dekat kampus, dan ibuku tidak tahu. itu tempat pelarian jika aku merasa lelah dengan tugas-tugas kampus" Diajeng tersenyum hangat kepadaku. Makanya Papa tergila-gila dengan Mama mungkin salah satunya karena senyumnya itu.

~ ~ ~

Tanpa menghabiskan banyak waktu, Diajeng membawaku ke tempat kost-nya. Meski kecil, ini lumayan untukku dari pada aku tinggal di jalanan.

"hemm... Mbk, Biasanya Andra, eh mas Andra biasa main kesini ya? Waduh aku ganggu dong kalau gitu?" Sambil nyengir kuda ku ledek Mamaku. Mama, seseorang yang ingin ku peluk dengan wujud nyata. Dan Tuhan  mengabulkan permintaanku dengan cara.... aku terdampar disini, di masa lalu.

"Eh... Kita tidak seperti yang ada dalam bayanganmu loh ya..."

Dan tawaku membahana keseluruh ruangan.

"Apa ibu mbak gak di rumah? kok bisa kemana-mana? Apa bodyguard mbak sedang tidak tugas?". Tanyaku penasaran.

"Hei.. kalau tanya itu satu-satu seperti aku di introgasi polisi saja" Senyum dibibir Mama tak pernah pudar. Begitu hangat dan menyenangkan. 

"Ibuku ada acara arisan, kalau bodyguard aku tentu saja tidak punya. Memangnya aku anak jendral!"

"Hah? Bukannya mbak ada yang jaga 24 jam gitu, biar gak ada yang nyulik kali". dengan nada candaan, padahal sebenarnya aku penasaran. Aku merasa heran anak kesayangan Eyang saja tidak ada penjaga, tapi kenapa aku harus dijaga 24 jam. Andai saja aku tidak di atur dan harus mengikuti semua keinginan Eyang dengan les-les yang membuatku bosan itu, mungkin aku tak ada cerita terdampar disini. 

"Kenapa kamu murung, Sun?" Aku mencoba pura-pura senyum. "Makasih ya mbak, mau nolong aku. Andai enggak ada mbak gak tau lagi harus bagaimana disini".

"Tidak usah dipikirkan. Aku malah kira tadi kamu di culik terus di sembunyikan dalam bagasi mobil Ayahku. Kayak yang sering di dengar gitu kasus penculikan terus hilang tidak ditemukan lagi".

"Aku juga bingung mbak, tadinya mau sembunyi dari dari kejaran bodyguard yang jaga aku. Eh waktu aku buka bagasi tau-tau disini. Pengen nangis tapi percuma gak tau harus gimana".

Mama memeluk dan mengusap punggungku. Rasanya nyaman banget. Mungkin selama ini aku merasa tidak di pedulikan keluargaku. Dan rasa hangat ini nyata. Hanya Rara jadi teman baikku. Itupun baru beberapa tahun belakangan sejak keluarga Rara pindah ke sebelah rumah Eyang.

"Lalu bagaimana kamu tahu tentang keluargaku? Apa kita bertemu lagi dimasa depan?".

Tiba-tiba Mama bertanya seperti itu membuatku merasa bersalah dan juga sedih. karena aku tak ingin menjawab jujur. 

"Aku tidak terlalu tahu mbak. karena aku baru pindah ke kompleks perumahan ini. dan hanya sekali ke rumah ini, saat Eyang menyuruhku mengantarkan makanan. Dan aku juga tidak terlalu akrab dengan tetangga karena takut mereka merasa terganggu".

Aku mengarang cerita agar tak di beri pertanyaan aneh-aneh lagi. Aku benar-benar tak ingin mengarang cerita semakin panjang karena akan memberikan luka pada diriku sendiri dengan cerita yang aku tahu akhirnya ini.

Kami menghentikan sesi tanya jawab itu. Mama pulang setelah membelikanku nasi bungkus. Selesai mandi dan makan, ku rebahkan tubuhku diatas kasur. Rasa lelah menyelimuti seluruh tubuhku, entah sejak kapan aku sudah masuk ke alam mimpi. Aku berharap saat bangun nanti semua kembali seperti semula. Dan apa yang aku alami hari ini semua hanya mimpi, semoga saja.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status