Share

Bab 5

Jaipongan masih menjadi primadona di kampung kami, minimal seminggu ada dua acara tanggapan terkadang di acara hajatan atau panggung-panggung hiburan malam.

Penghasilan tetap aku dan Cahyati per bulan minimal delapan ratus ribu sampai dengan satu juta sebagai seorang penari pemula. Sedikit demi sedikit aku dan Cahyati bisa membantu keluarga kami.

Seperti hari ini, aku dapat membawa uang 150.000 karena Pak Agus juragan kambing memberikan kami saweran 50.000 seorang.

Apa lagi Teh Arum ya, pasti banyak penghasilan dari hasil sawerannya. Pantas saja pakaian, sandal, make-up dan rumahnya semakin hari semakin bagus dan selalu ada perubahan, dia juga menjadi primadona di kampung, laki-laki banyak yang mengejarnya karena cantik, tapi para perempuan-perempuan di kampungnya sebaliknya mereka iri dan selalu menghina Teh Arum dan kawan-kawannya, kemungkinan esok-esok bisa aku dan Cahyati.

Dan aku rasa teh Arum ada yang berbeda deh. Aku pun teringat ucapannya saat pertama kali manggung. Ya teh Arum punya bedak khusus, bedak yang sudah di doakan. Saat mendandaniku dia pernah bercerita tentang bedak khusus itu.

Aku pun berlari ke rumah Cahyati. Aku berlari ke bawah kamarnya. Aku ketuk jendela kamarnya, berhubung ini sudah malam. Aku harus pelan-pelan agar tidak membangunkan keluarga Cahyati.

"Yati........"

"Apa Lastri, kenapa malam-malam kesini?"

"Cepat keluar sebentar, ada yang mau Aku tanyakan Kepadamu."

"Apa Aku sudah mengantuk Tari?"

"Yat, Kamu ingat tidak, bedak yang di pakai oleh Teh Arum dan Teteh-Teteh lainnya"

"Ya bedak doa, bedak khusus katanya sih."

"Iya, pintar Kamu, besok Aku mau bertanya ke teh Arum, Kamu mau ikut tidak?"

"Kamu mah ada-ada saja Tari."

"Mau ikut tidak?"

"Iya deh Aku akan mengantarmu besok."

"Iya sudah, Aku pulang dulu ya, mengantuk."

"Astaga Lestari, sekarang dia pulang setelah ganggu tidurku."

Keesokan harinya, setelah selesai membereskan rumah aku pun siap pergi ke rumah teh Arum bersama Cahyati. Dari semalam aku tidak bisa tidur karena memikirkan bedak doa atau bedak khusus yang mereka miliki itu.

"Assalamualaikum Teh."

"Waalaikum salam, eh ada Tari sama Yati, masuk sini Neng, ada apa tumben main dadakan."

"Iya teh, ini Tari ada yang mau di tanyakan ke Teteh."

"Ya, boleh ayo masuk dulu, silakan minum Aqua gelasnya dulu ya, Teteh mau buatkan teh manis dulu."

"Jangan Teh Arum, sudah cukup kok air putih saja, maaf Teh Kami main kesini ingin menanyakan sesuatu, tentang bedak Teteh yang sering di pakai manggung."

"Oh bedak pengasih yang punya Teteh dan kawan-kawan ya, itu sih bedak biasa Teteh beli sama di toko kosmetik, Kalian sekarang usia sudah berapa tahun?"

"Kami sudah 15 tahun Teh."

"Seperti yang teteh bilang beberapa bulan lalu, kalau sebagai penghibur Kita itu wajib cantik, mau jadi penyanyi, penari, artis, bintang film bahkan Marketing atau SPG zaman sekarang mah jarang Neng yang polosan."

"Maksudnya polosan Teh?"

"Ya kalau Artis mereka kan ke salon, bayar dokter perawatan ratusan juta, kalau seperti Kita yang cantiknya biasa saja ya harus pakai aura, istilahnya gurah aura."

"Apa itu Teh?"

"Macam-macam Neng caranya, ada pakai bedak pengasih, ada pakai mandi kembang, ada pakai puasa, ada pakai susuk ya ritual-ritual seperti itu sama orang pintar."

"Teh bukannya yang seperti itu sirik ya Teh dan dosa?"

"Iya bagaimana Kita memandangnya Neng, kalau dunia hiburan itu dunia ke hingar bingaran, Kita dituntut untuk selalu harus cantik, menarik dan menggoda serta menjual, saingan juga tidak sedikit, semua penari Mak Lastri tidak ada yang polosan Neng, maka Kita selalu ramai tanggapan dari grup lainnya."

"Oh begitu Teh."

"Iya, hanya Kalian saja kali yang belum pakai karena masih baru."

"Iya Teh."

"Kalau Kalian minat kapan mau Teteh antarkan ke Ki Slamet, ya Kalian pikir-pikir dulu saja dulu di rumah."

"Iya Teh, Kami pikir-pikir dulu ya Teh."

"Teh, ada efek sampingnya pakai susuk dan lain-lain begitu? Teteh sudah berapa tahun memakainya?"

"Kami dulu di kenal kan sama Mak Lastri kepada Ki Slamet, ya Ki Slamet sudah pegang dua generasi sejak zaman Mak Lastri jadi penari, Teteh sudah 5 tahun lebih memakainya belum ada efek samping yang macam-macam sih."

"Begitu Teh."

"Iya, enggak ada efek samping yang ada cuma pantangan saja seperti jangan makan timun dan daun kelor, nanti khasiatnya pudar."

"Kami baru tahu Teh."

"Ha...ha...ha....ini mah ilmu turun temurun dari Nenek Moyang Neng, besok Kalian coba saja turun jaipongan bersama Kami, coba selendang siapa yang akan lebih awal di tarik oleh penonton."

"Iya Teh."

"Kita sih sudah terlanjur masuk ke dunia ini Neng, dunia hitam, kalau Kalian tanggung-tanggung dapat uangnya untuk apa?"

"Iya Teh, ada pengaruh dengan penghasilan ya?"

"Dunia Kita dunia penghibur Neng, lembah dosa, tempat maksiat, pikirkan langkah Kalian sebelum terlalu jauh melangkah, apakah mau lanjut atau mau berhenti sampai di sini, segala yang Kalian lakukan kan untuk mendapat penghasilan."

***

Aku pun memikirkan apa yang di bilang oleh Teh Arum, bagiku semua kata-kata dari teh Arum banyak yang benar aku sudah terlanjur melangkah ke pekerjaan malam ini, kalau aku tidak bekerja sebagai penari aku mau apa? kalau hanya di rumah, nikah dan ke sawah yang ada beban hidup yang makin bertambah. Apalagi aku sebagai anak yang paling tua, iya jika menikah dan masih tinggal di rumah abah dan emak, kalau harus jauh dari mereka? Oh tidak, aku masih harus berjuang untuk membantu dan menyekolahkan adik-adikku dahulu, dan pasti itu dapat aku lakukan jika aku masih bebas dan belum menikah.

Sekarang kondisi abah dan emak sudah tua, sedang adik-adik masih Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama semua. Apalagi jika ingat masa-masa paceklik boro-boro bisa makan nasi, ketemu tiwul sama gaplek saja sudah bersyukur.

Hampir satu tahun ini aku berjuang untuk menjadi seorang penari hanya bisa untuk beli makanan dan sekolah adik- adikku saja, sama beberapa lembar bilik dan genteng untuk perbaikan rumah kemarin. Benar kata Teh Arum aku harus nekat, sudah terlanjur basah. Biar lah nanti saja saat tua dan menikah aku akan taubat. Jika adik-adik aku sudah lulus sekolah dan bekerja. Biarkanlah aku yang mengalah demi keluargaku. Berkorban, dan menerima perlakuan atau hinaan dari mereka yang tidak suka melihat kami sebagai seorang penari jaipong. Semua resiko baik dan buruknya biar aku yang terima dan hadapi. Karena hidup perlu perjuangan dan proses agar ada perubahan tentunya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status