Home / Romansa / Saat Aku Melepasmu / Bab 7. Sentuhan Liar yang Tak Seharusnya Terjadi

Share

Bab 7. Sentuhan Liar yang Tak Seharusnya Terjadi

last update Last Updated: 2025-09-06 00:17:05

Sepanjang perjalanan menuju tempat di mana Cole akan bertemu dengan Asher—keheningan membentang. Adeline sejak tadi hanya diam, meski sejak tadi Cole berusaha untuk mengajaknya bicara. Wanita itu tampak mati-matian menyembunyikan kepanikan di wajahnya.

Ya, Adeline duduk di mobil Cole, seakan dia duduk di kursi yang berbahaya. Hari ini tujuannya bertemu dengan Cole, dia yakin untuk membahas project film terbaru, tetapi sialnya malah dia diajak bertemu dengan Asher. Entah kenapa malah kesialan datang ke hidupnya tanpa henti?

Kemarin malam, Adeline bagaikan mendapatkan mimpi buruk. Mati-matian selama ini dia berusaha move on total dari sang mantan suami. Namun, di kala dirinya mulai menata ulang kehidupannya, dan bahkan mulai berdamai dengan kenyataan—malah semesta seakan sengaja membuat luka di tubuhnya kembali terbuka.

“Adeline, bagaimana? Kau setuju, kan?” tanya Cole tiba-tiba, membuyarkan lamunan Adeline.

Adeline menoleh, menatap bingung Cole. Sungguh, dia tak menyimak apa yang dikatakan Cole. “Maaf, tadi kau bilang apa?”

Cole mengembuskan napas panjang. “Kau tidak mendengarku dari tadi membahas project film?” balasnya mulai kesal.

Adeline merasa tak enak. Dia menyadari dirinya sangat salah. Harusnya di kala Cole mulai mengajaknya bicara, dia menyimak dengan baik. Bukan malah hanya diam saja—seperti dirinya tak tertarik. Padahal bukan dia tak tertarik. Dia jelas sangat tertarik. Apalagi dirinya mendapatkan project besar. Point yang membuat pikirannya kacau adalah dirinya harus mempersiapkan diri kembali bertemu Asher.

“Cole, maafkan aku. Aku benar-benar nggak terlalu fokus. Aku ada sedikit masalah. Jadi, aku kurang fokus. Bisa kau ulang lagi apa yang kau katakan?” tanya Adeline dengan nada tenang, tetapi berusaha menunjukkan dirinya profesional.

Cole mengembuskan napas panjang, meski kesal tetapi dia menghargai Adeline yang sudah minta maaf padanya. “Aku tadi membahas beberapa adegan yang mungkin akan ada di film. Novel ini best seller. Novel tema patah hati, tapi ada beberapa adegan cukup vulgar. Aku lupa bilang ini pada Nora. Jadi, aku langsung tanya saja padamu. Apa kau masalah kalau ada adegan ranjang di film itu?”

Adeline terdiam sebentar mendengar apa yang dikatakan Cole. Dia pernah adegan berciuman dengan lawan mainnya dibeberapa film yang pernah dia bintangi, tetapi hanya sekadar adegan berciuman saja. Tidak sampai adegan ranjang. Pun selama ini memang dia selalu mengandalkan Nora untuk membantunya memilih project film.

“Adegan ranjang yang akan ditunjukkan ke film seperti apa?” tanya Adeline mulai penasaran.

“Tunggu, aku akan membahas lengkap saat bersama Tuan Asher. Kebetulan memang aku harus membahas keunggulan project film ini pada beliau. Kau tunggu, ya?” balas Cole seraya kembali fokus pada hamparan jalan.

Adeline mengangguk, tak melawan. Pun dia belum bisa memutuskan apa pun, kalau belum tahu gambaran seperti apa. Hal yang dia tahu adalah project ini menjadi project terbesar yang pernah dia dapatkan seumur hidupnya. Film yang diangkat dari novel best seller, membuatnya bisa memiliki banyak tabungan.

Adeline memang sempat berpikir untuk menolak film ini setelah tahu investor besar di balik film ini adalah Asher, tetapi dia disadarkan Nora, bahwa memang yang dia butuhkan sekarang adalah uang. Kembar membutuhkan banyak uang. Jadi, hal yang dia lakukan adalah menyingkirkan ego di dalam dirinya.

Tak selang lama, mobil yang dilajukan Cole mulai memasuki sebuah gedung apartemen mewah yang ada di Paris. Mobil Cole terparkir khusus, dan pria itu langsung mengajak Adeline untuk turun dari mobil.

“Cole, kenapa kita ke sini?” tanya Adeline bingung.

“Tuan Asher minta aku untuk menemuinya di penthouse miliknya yang ada di Paris. Jadi, ya kita di sini. Ayo kita naik. Aku tidak mau membuat Tuan Asher menunggu lama,” kata Cole dengan nada tersirat teburu-buru.

Adeline mengangguk, dan dia terpaksa untuk mengikuti Cole.

Saat tiba di depan resepsionis, Cole melakukan konfirmasi pada sang resepsionis. Pun tentu sang resepsionis langsung melakukan konfirmasi pada Asher. Tinggal di penthouse tak bisa membuat orang sembarangan masuk.

“Tuan, Anda diziinkan untuk naik ke penthouse Tuan Lennox,” jawab sang resepsionis sopan sambil menyodorkan kartu akses lift. “Anda bisa langsung naik lift, nanti kalau sudah sampai pasti ada pelayan yang menyambut kedatangan Anda.”

“Thanks,” kata Cole sambil mengambil kartu akses itu, dan melangkah menuju lift yang ada di ujung sana.

Adeline mengembiskan napas panjang, melihat Cole sudah jalan. Wanita itu terpaksa mengikuti dengan langkah kaki yang cukup berat. Rasanya dia ingin sekali berlari, tetapi itu tak bisa dia lakukan. Dia tak ingin membuat Cole menjadi curiga.

Ting!

Pintu lift terbuka. Cole lebih dulu keluar dari lift, dan disusul Adeline.

“Selamat pagi, apa Anda benar Tuan Cole Blake?” tanya seorang wanita muda dengan pakaian pelayan.

Cole mengangguk. “Ya, aku Cole Blake. Aku ke sini ingin bertemu dengan Tuan Lennox.”

Sang pelayan tersenyum sopan. “Tuan Lennox sudah menunggu di dalam. Anda boleh ikut saya, Tuan.”

Cole kembali mengangguk. Lantas, pelayan itu mengantarnya bersama dengan Adeline masuk ke dalam penthouse megah itu. Mereka menuju ruang kerja Asher yang terletak cukup jauh.  

“Mohon tunggu sebentar.” Pelayan itu mengetuk pintu, dan ketika mendapatkan perintah dari dalam, mempersilakan untuk masuk, dia segera meminta Cole dan Adeline untuk masuk. Sementara pelayan itu segera pamit undur diri.

“Selamat pagi, Tuan Lennox,” sapa Cole begitu dia masuk ke dalam ruang kerja Asher.

Asher menatap Cole yang datang bersama dengan Adeline. Pria tampan itu tak langsung membalas sapaan Cole. Dia malah kini menatap Adeline dingin—dan seaka seperti ingin terus menatap.

“Ah, Tuan, maaf saya tidak datang sendiri. Tadi saat saya mendapatkan kabar harus bertemu dengan Anda, saya sedang bertemu dengan Adeline membahas proejct film. Anda tidak keberatan kan kalau saya membawa Adeline?” ujar Cole di kala menyadari Asher terus menatap Adeline.

“Tidak, kalian boleh duduk,” ucap Asher dingin, dan meminta Cole dan Adeline untuk duduk.

Cole lebih dulu duduk, disusul Asher yang duduk di sofa, sedangkan Adeline yang sempat mematung langsung ditarik Cole paksa untuk duduk di sampingnya. Tentu tindakan Cole itu membuat Adeline tak bisa berbuat apa pun lagi.

“Langsung saja pada intinya. Aku ingin tahu gambaran tentang project film ini. Aku belum membaca sinopsis novel yang akan diangkat menjadi film ini. Tapi aku dengar dari asistenku film ini bertema patah hati, dan penyesalan seorang pria. Bisa kau gambarkan lengkap?” tanya Asher dingin.

Cole tersenyum samar. “Ya benar, Tuan. Tema novel yang diangkat ini adalah tema patah hati. Bercerita tentang seorang pria yang mengkhianati wanita yang begitu setia padanya. Ending-nya memang kembali bersatu lagi. Itu kenapa ada beberapa adegan cukup vulgar di film ini.”

Kening Asher mengerut, menatap Cole bingung. “Adegan cukup vulgar? Apa maksudmu?” tanyanya menuntut penjelasan.

“Adegan berciuman akan cukup intens, dan adegan ranjang yang akan beberapa kali diambil. Mulai dari pemeran pria dan wanita bercinta di mobil, di kamar mandi, di kamar, dan bahkan ada adegan bercinta di pantai. Kalau saya lihat potensi film ini sangat besar, Tuan. Anda sudah menginvestasikan uang Anda. Jadi, saya pastikan Anda akan untung,” kata Cole meyakinkan.

Asher terdiam, dengan raut wajah terkejut mndengar penjelasan Cole. Sialnya, hatinya malah mendadak terasa terbakar mendengar ada adegan vulgar di film itu. Artinya mantan istrinya harus beradegan intim dengan lawan mainnya. Shit! Asher mengumpat dalam hati.

Asher sudah biasa mendengar film dengan adegan vulgar. Pun biasanya dia tak sepeduli itu. Menurutnya dia akan setuju apa pun jika mendatangkan uang. Namun, berbeda kali ini. Dadanya sejak tadi sangat sesak, berusaha menahan amarah di dalam dada.

“Aku rasa tidak perlu ada adegan vulgar,” kata Asher tiba-tiba.

Cole tampak bingung. “Kenapa tidak perlu ada adegan vulgar, Tuan?” tanyanya tak mengerti.

Asher berdeham sebentar. “Aku rasa itu tidak perlu ada.”

“Maaf, jika saya lancang menyela. Tapi, saya rasa adegan vulgar di film tidak masalah. Tadi, saya sempat berpikir tentang adegan vulgar ini. Setelah saya mendengar langsung dari Cole, saya setuju. Saya rasa penulis akan marah kalau kita memangkas adegan. Apalagi adegan intim antara pemeran utama pria dan wanita menjadi pemanis adegan dan bisa membuat daya tarik kuat pada audience,” sambung Adeline tiba-tiba yang sontak membuatnya mendapatkan tatapan tajam dari Asher.

“Kau benar—” Cole hendak bicara, tetapi dering ponselnya terdengar membuatnya terpaksa melihat ke arah ponselnya itu. “Maaf, saya izin untuk menjawab telepon lebih dahulu,” lanjutnya sambil menatap Asher.

Asher mengangguk, menanggapi ucapan Cole, dan tatapannya tak henti menatap Adeline.

Cole segera pergi tampak terburu-buru ingin menjawab telepon.

Keheningan membentang. Adeline dan Asher kini saling menatap satu sama lain. Tatapan dingin dengan sorot mata begitu memiliki banyak arti. Suasana di sana seakan benar-benar menunjukkan ketegangan.

“Apa kau sudah gila, Adeline?” geram Asher emosi.

Adeline tersenyum tenang. “Apa yang membuatmu marah, Asher?”

Asher mengepalkan tangannya dengan kuat. “Kau gila! Kenapa kau menerima tawaran film yang ada adegan vulgar?!”

Adeline tetap duduk tenang di seberang Asher. “Aku rasa itu bukan kesalahan. Aku menerima tawaran film ini, karena aku tahu film ini akan membawa banyak keuntungan. Pertama aku akan mendapatkan banyak uang. Kedua, namaku di dunia entertainment akan melesat naik.”

Asher tampak marah, dan makin menatap tajam Adeline. “Oh, kau mulai berpikir seperti pelacur? Kau melakukan apa pun hanya demi uang? Begitu maksudmu, Adeline?!” geramnya dengan emosi.

Adeline mendongakkan kepalanya, melukiskan senyuman tipis. “Jika menurutmu aku pelacur, aku tidak akan marah. Aku tetap pada pendirianku untuk menerima penawaran film ini.”

Asher tak bisa terbendung emosinya di kala Adeline tampak sangat keras kepala. Detik itu, dia menarik tangan Adeline, dan langsung mendorong tubuh Adeline hingga menempek ke dinding.

“Asher! Apa yang kau lakukan!” Adeline terkejut luar biasa, di kala Asher menghimpit tubuhnya. Pria itu kini benar-benar mengunci pergerakan Adeline dengan tubuh kekarnya.

Adeline sudah sejak tadi berusaha untuk berontak, tapi berujung sia-sia. Makin dia berontak, makin Asher menghimpit tubuhnya. Bahkan dia merasa pasokan oksigennya benar-benar terasa habis akibat Asher mengimpit tubuhnya.

“Sialan! Berani sekalu kau berpikir seperti itu! Jika kau butuh uang, bilang padaku! Jangan jadi seorang pelacur!” geram Asher, penuh amarah.

Mata Adeline memerah, menahan air matanya agar tidak tumpah. “Kau bilang apa tadi? Jika aku butuh uang, aku harus bilang padamu? Ck! Asher, kau pikir aku mau jadi seorang pengemis? Oh, tidak. Jika dengan caraku sekarang bisa mendatangkan banyak uang, aku akan melakukan itu. Kau tidak perlu ikut campur, karena kita sudah berpisah.”

Bara api di dalam tubuh Asher makin menjadi. Aura kemarahan tak bisa lagi terbendung. Rahangnya mengetat. Kilat mata tajam bagaikan mata elang yang sedang menunjukkan amarahnya.

“Tidak aku sangka, berpisah denganku, kau memilih pekerjaan serendah ini, Adeline,” geram Asher penuh amarah.  

Adeline mendongakkan kepala, seakan menantang Asher tanpa gentar. “Iya, ini pekerjaan yang aku pilih. Lalu, kau mau apa, Tuan Lennox? Harusnya apa pun pekerjaan yang aku pilih, kau tidak perlu ikut campur. Karena kau tidak ada hak sama sekali!”

Asher menyalang penuh amarah, mendengar jawaban berani dari Adeline. Detik itu, dia langsung menyambar bibir Adeline, dan memberikan lumatan liar penuh tuntutan.  

Mata Adeline melebar terkejut di kala mendapatkan ciuman lihar dari Asher. Wanita cantik itu memukul kuat dada bidang Asher dengan tangannya, tapi semua sia-sia. Tinggu tubuh Adeline hanya sedada Asher, sangat wajar kalau dia tak bisa berontak. Apalagi Asher memiliki tinggi tubuh yang gagah dan kekar.

Ciuman Asher begitu liar dan menuntut seakan itu adalah ledakan emosi dari ucapan Adeline yang begitu berani. Asher menunjukkan kekuasaan yang mendominasi. Semenatar Adeline meski berani menjawab, tetapi wanita itu tak mampi melepaskan jerat Asher Lennox.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Michellyn
lanjut lagi
goodnovel comment avatar
Anugrah
hhhh..... egois Asher......
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Saat Aku Melepasmu   Bab 55. Sebuah Sabotase

    Malam makin larut. Asher yang tadi berada di kamar memilih untuk berada di ruang kerjanya. Perkataan Talia tadi berhasil memancing emosi, membuatnya enggan untuk langsung tidur. Setelah tadi dia membersihkan tubuh, dia langsung mendatangi ruang kerjanya yang ada di mansion, dan segera menenggak segelas whisky.Pria tampan itu berdiri di depan jendela besar ruang kerjanya, menatap langit yang kini sudah dihiasi oleh bulan dan bintang. Kumpulan awan gelap telah menyingkir, dan tak lagi terlihat.Dia menatap langit, bukan untuk melihat pemandangan, tetapi dia seakan menbendung emosi dalam diri. Sejak tadi, dia terus menahan diri. Bahkan setelah perdebatannya dengan Talia, dia memilih untuk menghindar. Dia khawatir, dia meledakan kembali amarahnya hingga membuat sang istri terluka.Menghindar adalah cara terbaik, di kala amarah di dalam diri mengumpul menjadi satu. Asher menjauh, karena pria itu menghindari konflik. Dia tak ingin pusing berdebat dengan istrinya.Tiba-tiba, di kala Asher s

  • Saat Aku Melepasmu   Bab 54. Pembelaan Asher

    “Asher? Kau dari mana?” Kalimat pertama yang ditanyakan Talia di kala melihat Asher sudah pulang. Wanita itu tampak berusaha menahan diri. Dia tak mau mengomel, karena sadar suaminya baru pulang dari bekerja.“Paul sudah menjawab pertanyaanmu, kan?” balas Asher dingin, tampak tak acuh. Ya, sebelumnya pria tampan itu sudah mendapatkan laporan dari Paul tentang Talia yang terus menerus mencarinya. Pun dia tahu jawaban asistennya itu pada sang istri. Jadi, dia bisa menjawab sesuai dengan apa yang asistennya katakan padanya.Talia berdecak pelan. “Sayang, aku yakin Paul sudah lapor padamu tentang Alyssa sakit, kan?” tanyanya dengan nada mencoba menahan amarah.Asher mengangguk singkat. “Sebelum aku ke kamar, aku sudah ke kamar Alyssa. Demamnya sudah mulai turun. Tadi, aku juga sudah menghubungi dokter kita. Dokter bilang kondisi Alyssa akan segera membaik. So, tidak perlu ada yang dikhawatirkan.”Talia nyaris tak menyangka akan jawaban sang suami, yang seolah menunjukkan rasa tak peduli p

  • Saat Aku Melepasmu   Bab 53. Dengan Siapa Kau Tinggal di Sini?

    Suasana malam penuh keheningan. Hujan yang tadi turun cukup deras kali ini sudah berhenti. Awan gelap sudah menyingkir, tergantikan dengan kumpulan awan cerah yang tak lagi menutupi keindahan bulan dan bintang.Adeline duduk tenang di dalam mobil, membiarkan Asher melajukan mobil. Tak ada percakapan apa pun. Dia memilih untuk melihat ke jendela, tak melihat sedikit pun pada Asher yang mengemudikan mobil.“Aku tidak tahu alamat tinggalmu,” ucap Asher dingin tanpa menoleh pada Adeline.“Ambil kanan, ada apartemen di pinggir jalan di sana aku tinggal untuk sementara,” jawab Adeline tenang.Asher patuh, dia langsung membelokkan mobilnya ke kanan, dan benar apa yang dikatakan Adeline. Dia sudah melihat gedung apartemen menjulang tinggi di sisi kiri. Detik itu, dia masuk ke lobi apartemen. “Terima kasih banyak untuk hari ini,” jawab Adeline sambil membuka seat belt-nya.“Kau tinggal di sini?” tanya Asher yang kini menatap Adeline.Adeline mengangguk. “Ya, untuk sementara. Baiklah, kau ha

  • Saat Aku Melepasmu   Bab 52. Uang Adalah Segalanya

    “Bagaimana keadaannya?” tanya Asher pada sang dokter yang baru saja selesai memeriksa luka di kepala Adeline. Tampak sorot mata pria itu dingin, menunggu sang dokter menjawab apa yang dia tanyakan.Sang dokter tersenyum di kala sudah memasang perban di kepala Adeline. “Luka di kepala Nyonya Hart tidak terlalu dalam. Beliau tidak harus sampai mendapatkan jahitan di kepalanya. Tekanan darahnya bagus. Tidak ada luka dalam juga. Kami sudah melakukan pemeriksaan seluruhnya. Jadi, Anda tidak perlu khawatir, Tuan.”“Dia tidak harus dirawat?” tanya Asher lagi tetap seakan tak ingin Adeline langsung pulang dari rumah sakit begitu saja.Sang dokter kembali tersenyum. “Tidak perlu, Tuan. Nyonya Hart bisa langsung pulang. Tapi, Anda sangat hebat langsung mengambil tindakan membawa Nyonya Hart ke rumah sakit.”Asher mengangguk singkat. “Baiklah, aku akan membawanya pulang.”Sang dokter mengalihkan pandangannya, menatap Adeline dengan tatapan sopan. “Nyonya Hart, saya sudah meresespkan obat untuk A

  • Saat Aku Melepasmu   Bab 51. Rasa Curiga yang Membentang

    Mobil sport yang dilajukan Asher melaju dengan hati-hati di bawah guyuran air hujan yang membasahi kota New York. Sejak tadi, hujan masih terus turun. Bahkan di kala Asher menyelamatkan Adeline tadi, hujan tetap masih turun membasahi bumi. Hal itu yang membuat pakaian Asher dan Adeline setengah basah.Namun, meski hujan turun cukup deras, tak ada petir. Itu yang membuat Asher bisa mudah menyelamatkan Adeline. Jika tadi ada petir, besar kemungkinan proses penyelamatan tidak bisa langsung cepat.“Asher, bawa aku ke apartemen yang aku sewa selama aku di sini,” ucap Adeline pelan, tubuhnya bersandar di kursi, terlihat agak lemah.Dress yang Adeline pakai beruntung bukan dress tipis. Kalau saja wanita itu memakai dress tipis, dan menerawang sudah pasti di kala Asher menyelamatkannya, pakaian dalamnya akan terlihat.“Aku akan membawamu ke rumah sakit,” jawab Asher dingin, dengan tatapan fokus menatap ke depan, tanpa mau mengindahkan permintaan Adeline.“Asher, kau sangat keras kepala,” geru

  • Saat Aku Melepasmu   Bab 50. Adeline Lebih Utama

    “Adeline!” teriak Asher seraya turun dari mobil, dan berlari menghampiri mobil Adeline yang menabrak pohon besar. Tampak jelas raut wajah pria itu menunjukkan kecemasan dan kepanikan.Saat tiba di samping mobil, Asher langsung membuka keras pintu mobil—di mana Nora duduk. Namun, sialnya pintu terkunci. Nora dari dalam mobil menggedor kaca, dan menggeleng panik—menandakan pintu mobil tidak bisa terbuka.Melihat isyarat dari Nora, membuat Asher langsung bertindak. Pria tampan itu langsung melayangkan tinju keras ke kaca mobil, tapi tentu tinjuan pertamanya tidak langsung berhasil membuat kaca itu pecah.Hujan turun cukup deras. Tinjuannya agak susah mengenai sasaran karena air hujan. Namun, Asher tak menyerah, dia bisa melihat Adeline di dalam mobil tampak lemah dengan darah di kepala wanita itu. Dia kini kembali meninju kaca makin kencang—dan berhasil. Kaca mobil itu pecah, lalu Asher berusaha membuka pintu mobil. “Ya Tuhan, terima kasih, Tuan Lennox,” seru Nora di kala berhasil keluar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status