Alan tengah bersenang-senang didalam kantor. Bercumbu dengan sekertarisnya dan kedua perempuan lainnya yang tengah memijit dan membuat dirinya nyaman. Mengabaikan pekerjaan dan menunggu kontrak datang untuk ditandatangani. "Mas, kamu kapan nikahin aku?" "Aku juga." "Iya mas, kapan nikahin kita?" Kan? Rewel semua selingkuhannya. Ketiga perempuan ingin dinikahi secara bersama karena mereka beranggapan bahwa menjadi istri Alan akan bahagia. Adzan berkumandang dan Lydia memutuskan untuk sholat dimushola terdekat. Lydia tak pernah melupakan kewajibannya sebagai umat muslim dan ia tak juga melupakan bahwa lelaki boleh memiliki lebih dari 2 perempuan asalkan adil. Seusainya, Lydia memutuskan untuk duduk dibangku taman dengan memanjakan janin dalam kandungannya dan Alan, ia masih asik dengan para perempuan-perempuannya sehingga abai dengan Melati dan Amelia yang sudah menghubunginya berkali-kali. Drttt... Drttt... Drttt... Ponsel Lydia bergetar beberapa kali hingga Lydia mengangkat po
Alan juga lama-lama pusing dengan aduan dari kedua istrinya itu. Apalagi saat mendengar itu, Alan juga hanya mengangguk dan menyuruh kedua istrinya itu bebas melakukan apa saja asalkan mereka bahagia. Sedangkan Lydia, Martha dan Surti, mereka bertiga tengah asyik menikmati perjalanan mereka didalam mobil saat menuju ke bandara. Itu juga karena Lydia tengah hamil 3 bulan, jadi ia mulai ngidam. Tidak sulit untuk Lydia mengajak kedua pembantunya karena Lydia menganggap mereka juga sudah sebagai saudaranya. Apalagi saat tau Surti dan Martha ternyata hanya selisih 5 tahun dengannya. Ia sangat bahagia karena selama sekolah juga ia tak memiliki teman akrab. Apalagi masa SMP, itu masa yang paling ingin Lydia lupakan. Surti dan Martha juga tak sulit memahami Lydia, mereka paham dan mengerti bagaimana sifat Lydia dengan sangat cepat. Apalagi mereka juga menelusuri penyakit apa saja yang Lydia idap. Mereka semakin siaga 1 untuk Lydia. Mereka tiba dibandara, bandara yang tidak terlalu pad
Alan masih sangat runyam dengan tingkah istri-istrinya yang diluar nalar. Apalagi saat ia tak terurus sama sekali. Saat-saat seperti ini, Alan hanya dapat meratapi nasibnya didalam kamar Lydia. Kamar yang sangat rapi, wangi, dihiasi oleh bunga-bunga mawar yang dirangkai dengan indah didalam vas. Namun, langkahnya terhenti saat Alan tak sengaja menjatuhkan buku kecil yang berisi catatan dengan tulisan tangan yang sangat rapi. NETRA KELABU DALAM SEMU. Bagian sampulnya saja sudah membuat Alan penasaran jadi, ia memutuskan untuk membuka buku tersebut dan melihat tulisan JANGAN DIBUKA ATAUPUN DIBACA! Lembar pertama yang membuat Alan semakin penasaran dengan apa yang ditulis oleh istrinya lalu, Alan mulai membuka dan tertegun saat melihat tulisan tangan itu. ****** Hari ini adalah hari yang paling kubenci seumur hidup. Aku seolah adalah seorang pembunuh karena kekasihku tiada dipangkuanku. ****** Cinta sejati itu ada...? Buktinya, suamiku menikam dimana saat aku mulai mencintainya dia
3 Hari sudah lamanya Lydia, Surti dan juga Martha berlibur hingga hari ini, Lydia memutuskan untuk pulang karena hatinya sudah membaik dan tidak lagi terasa sakit seperti sebelumnya. "Akhirnya pulang juga," Lydia menghela nafasnya lega dan mulai tersenyum tipis saat melihat kandungannya juga semakin membaik karena ia bahagia. Untuk mengendalikan moodnya, Lydia juga sudah memiliki kedua sahabat yang selalu menemaninya. Kedua pelayan yang menjadi sahabat dekat. Mereka memutuskan untuk pulang namun, perjalanan mereka tak semulus yang dibayangkan karena mereka dihadang oleh sebuah mobil berwarna hitam dan Lydia juga mengenali mobil tersebut. Mobil lamborghini berwarna hitam dengan pengemudi yang sombong. Siapa lagi jika bukan Melati? "Minggir dari jalanku," pinta Lydia dengan santun dan lembut. "Emang siapa lo?" ketus Melati dengan mulai turun dari mobil dan menyiram segelas air ke arah Lydia. "Dasar munafik," celanya membuat Lydia hanya bisa bersabar menghadapi setan berwujud ma
Martha dan juga Surti langsung membawa Lydia ke dalam ambulans dan melarikan Lydia ke rumah sakit terdekat karena Lydia seperti orang yang tengah sekarat. Detak jantung yang berat tekanan dan kepalanya bersimbah darah. Belum lagi saat Martha menerima telfon bahwasan Adrian ditemukan tewas didalam ruangan dengan 3 tusukan pisau pada bagian jantungnya. Hening. Martha bergeming dengan air matanya yang lolos tanpa aba-aba ketika sampai dan melihat Lydia langsung dilarikan ke dalam ruang ICCU agar dapat pertolongan pertama. Tak hanya itu, Bayu juga datang untuk menjemput dan merujuk Lydia ke rumah sakit jiwa untuk mendapat perawatan mendalam karena akan sulit apabila Skizofrenianya sudah parah. Lebih menyakitkan lagi, saat semua mendengar bahwa anak Lydia juga tak dapat diselamatkan karena benturan keras dan tingkat stress Lydia yang tinggi membuat bayinya tak bertahan lama didalam rahimnya. Memang. Tanah yang tandus itu sudah tak seharusnya dihuni karena tak akan subur meski disiram
Dingin sepi menyapa hari-hari Lydia. Hanya bisa menahan rasa hati yang sakit setiap harinya dengan perlakuan Alan yang tak memanusiakan dirinya sebelum-sebelumnya hingga akhirnya ia harus menempati tempat yang sangat ia benci itu. Berita kematian Adrian juga membuat Lydia semakin tertekan dan hilang akal. Bahkan, Lydia hanya bisa termenung setiap harinya dibawah naungan langit yang mendung dan wajah sayunya. Tatapan yang kosong, bibir kering, tubuh lemas dan kejiwaannya semakin terguncang meski sudah dijalani terapi, hal yang sangat Lydia benci adalah ketika ia harus terapi. "Pa.. Lydia paham kenapa papa selalu bilang Lydia harus kuat, Lydia paham kenapa papa selalu membentak Lydia meski papa tau anak papa itu tidak bisa mendengar bentakan ternyata.. Dunia ini lebih keras dari bentakanmu, pa..," lirih Lydia dengan menatap langit dan bibirnya bergetar menahan tangis. Membohongi hati sendiri tak semudah saat akan membohongi pasangan karena kondisi. Sedangkan Alan, ia bersenang
Martha dan juga Surti merasa hampa didalam kediaman mendiang orang tua Lydia. Mereka juga tidak tahu bagaimana dan mengapa semua ini terjadi. Apalagi mereka tidak bisa membayangkan bagaimana jika tanpa hadirnya Lydia, mungkin saja mereka tidak akan pernah tau bagaimana rasanya memiliki majikan yang seperti sahabatnya sendiri. Menguatkan hati saja rasanya sulit.“Mar, kira-kira nyonya udah sadar apa belum ya?” "Kamu pikir nyonya koma? Yang pasti.. Nyonya kali ini lagi pengen tenang. Biarin dulu, karena ujian ini juga berat buat anak gadis seperti nyonya," ujar Surti sambil menghela napas samar.Ada banyak cerita yang dapat ditempuh namun, apakah jalan cerita yang menyakitkan ini akan dilalui dengan mudah oleh Lydia tanpa adanya hambatan apapun setelahnya?Hitam bukan bagian, begitupun putih. Semua warna-warna telah memudar dan juga. Harta paling berharga tak dapat diperhatikan meskipun ia sudah berusaha semaksimal mungkin dalam mencintai tetapi, apabila nyatanya mencintai tak pasti m
"Lydia," panggil seseorang membuat Lydia menoleh dan ternyata itu adalah Bayu. "Mengapa?" jawab Lydia menoleh dan suara yang terdengar begitu lembut membuat Bayu tersenyum. “Teman-temanmu mencarimu,” kata Bayu sambil mulai mempersilakan Surti dan Martha masuk ke kamar Lydia dan itu membuat Lydia langsung heboh. "Nyonya bagaimana kabarmu?" "Wanita itu dirawat dengan baik di sini ..?" "Bu, kenapa?" “Maaf Bu.. Pasien yang bernama Lydia masih trauma dan kemungkinan besar akan sulit untuk didekati meskipun itu keluarganya, atau suaminya bahkan setelah ini, karena penyakitnya juga semakin menyebar dan gangguan jiwanya semakin parah sejak saat itu. kecelakaan," sela perawat membuat Martha mengangguk dan menghela napas berat. Ketakutannya terjadi. "Jadi ini nyonya ga bisa kenalin kita berdua?" sela Surti dibalas dengan gelengan kepala perawat sebelum keluar ruangan. Apa yang terjadi juga bukankah itu sebuah ilusi semata yang tergenang dalam pikiran Lydia? Apakah Lydia benar-benar menga