Share

Sembilan

Author: Galuh Arum
last update Last Updated: 2021-08-25 13:08:44

POV ibu Damar

"Mas kamu kebangetan. Dia malah membela istrinya dari pada ibu." Aku mulai kesal karena Damar sekarang malah memilih Ayu dari apa aku. 

Aku pun kesal dengan Laras. Sejak dulu dia selalu bertentangan denganku. Seperti sekarang, dia sepertinya lebih berpihak pada Ayu dari pada aku. Kasihan sekali Asih, jatah uang jajannya harus berkurang.

"Iya, aku juga kesal. Masa jatah jajanku berkurang. Bagaimana aku bisa kuliah, Bu? Mana Mba Laras bongkar semuanya. Sebenarnya dia anak ibu apa bukan, sih. Kok malah membela si Ayu itu." Asih pun sama kesalnya denganku. 

Laras anakku, tapi sikapnya berbeda memang. Ia diasuh ibuku dulu karena aku bekerja dan Laras tak mau kembali tinggal bersamaku. Setelah ibuku meninggal, barulah ia kembali tinggal bersamaku.

Namun, ia sangat berbeda. Entah, apa yang ibuku ajarkan padanya. Tak pernah mau menuruti kemauanku. Bahkan, memberikan sebagian gajinya saja tidak mau. Dasar anak durhaka, sekarang malah membawa Damar juga. 

"Bu, aku nggak mau dikurangi uang jajanku. Mana bisa aku dengan uang sekecil itu. Belum ongkos, makan sama yang lain. Lebih baik aku nggak usah kuliah." Asih mengerucutkan bibir.

Aduh, kalau dia tidak mau kuliah, bagaimana nanti masa depannya? Aku nggak mau terus membiayainya. Atau aku suruh nikah sama laki-laki kaya raya saja. Biar dia hidup enak dan aku pun enak.

"Kamu masih mau kuliah, nggak sih?" tanyaku.

"Hmm ... sebenarnya males, sih, Bu. Apalagi Mas Damar saja sudah mengancam aku. Mau belajar sampai kapan pun, otakku nggak akan nyampe," ujar Asih. 

"Kalau gitu, kamu nikah saja. Cari orang kaya, bagaimana?" 

Wajah Asih terlihat kebingungan. 

"Maksud Ibu, aku berhenti kuliah dan menikah saja?" tanya Asih.

"Iya. Bagaimana? Kamu hidup enak, nah, pasti ibu juga bakal hidup enak." 

Asih tak menanggapi ucapanku. Anak itu malah masuk ke kamarnya. Hah, sama saja dia seperti Laras. Kuberikan masukan baik, malah tidak mau dengar.

Laras juga, dulu aku bilang menikah saja dengan juragan Ajung, eh malah menolak dan memilih si Anton itu. Nah, hidup mepet, memberi uang pun dijatah. Dia saja harus bekerja, tidak nurut dengan orang tua, sih.

***

Sudah dua hari aku bungkam dan tak mau mengirimkan kabar pada Damar. Tadi dia mengirim pesan untukku. Tidak mungkinlah aku meminta maaf pada Ayu. Bagaimana derajatku sebagai orang tua.

Semua gara-gara Ayu. Sejak dulu aku tidak suka padanya. Sudah kukatakan, menikah dengan wanita kaya saja. Malah lebih memilih wanita itu. Mana sekarang lebih cantik dan semua barangnya terlihat mewah. Pasti Ayu meminta macam-macam pada anakku. Awas saja, kubuat dia meminta cerai pada Damar. 

Lebih baik kukirim pesan atau kutelepon saja, ya, sih Ayu?

Kuputuskan berkirim pesan padanya. 

[Kamu sengaja, ya, Ayu. Membuat Damar benci sama ibu? Dasar istri nggak tahu diri, suami lagi sakit malah kabur. Sudah nggak becus merawatnya. Malah kabur dan nggak mau urusi Damar.]

Kukirim dan sepertinya sudah dia baca. Pasti dia langsung panik. 

Ternyata cepat juga dia membalasnya. Cepat aku membuka pesan dari Ayu.

[Jangan salahkan aku, Bu. Silahkan Ibu urus anak ibu sepeti dulu. Sudah cukup, aku akan ikuti kemauan ibu. Kukembalikan Mas Damar pada Ibu.]

Benar-benar menantu tidak tahu diri. Begini balasan pada ibu mertuanya? Tidak ada sopan santun sekali si Ayu.

Kesal aku dibuatnya. Jadi, dia mau menceraikan Damar? Kabar baik kalau begitu. Jadi, Damar biar fokus padaku saja. Toh, anak juga akan ikut si Ayu. Kasih saja nafkah seadaanya. Kalau si Ayu menikah lagi, pasti nanti juga ada yang menafkahinya

"Terima kasih, ya." 

Aku mendengar suara Asih dari luar. Sepertinya dia habis di antar seseorang. Kuhampiri anak itu yang baru pulang kuliah.

"Sama siapa tadi, Sih?" tanyaku sambil melongok kanan kiri. 

"Teman kampus." Asih menjawab sekenanya.

"Jangan yang naik motor, Sih. Yang punya mobil kalau mau minta anterin. Nggak ada masa depan, sama aja kaya si Anton." 

Wajah Asih kembali di tekuk. "Bu, kalau mau numpang ya, sama siapa aja. Siapa suruh uang jajanku berkurang."

Asih langsung masuk ke kamar. Langsung saja aku ikuti dia.

"Bu, Asih mau mandi. Ibu ngapain di sini?" tanya Asih.

"Kamu minta maaf ke rumah Mas kamu, sana. Ini, kan sudah tanggal 31. Mas kamu gajian, nanti dia lupa ngaasih ke Ibu." Sengaja aku meminta Asih menelepon Damar.

"Ibu saja. Makanya jangan seperti itu. Ibukan masih butuh Mas Damar, pakai ngambek segala," ujar Asih. 

Benar, sih. Yang susah aku juga kalau seperti ini. Apa aku harus ke rumah Damar saja. Atau bagaimana, ya?

Kuputar otak bagaimana caranya Damar bisa datang ke rumah. Kembali aku menemui Asih.

"Sih, telepon Masmu. Bilang ibu sakit, ini." Kuberikan ponselku pada Asih. Wajahnya masih saja cemberut saat aku meminta dia menelepon Damar.

"Kalau susah saja, Asih yang di suruh-suruh."

Walau mengeluh, Asih sama seperti Damar. Dia selalu menuruti kemauan ibunya. Aku mendengarkan saja saat dia menelepon.

"Kata Mas Damar, ibu ke dokter saja sama aku. Dia belum pulih benar, dia aja tinggal sama Mba Laras sekarang."

"Kok, sama Mba Laras?"

"Iya, kan, istrinya kabur. Ibu nggak mau ngurusin dia, jadi dia tinggal di rumah Mas Anton."

"Dia nyuruh ke dokter, uangnya bagaimana?" tanyaku.

"Nanti sekalian di transfer, atau kalau ke rumah."

Halah, gagal deh nyuruh si Damar ke rumah. Biasanya hari ini dia sudah mentransfer sejumlah uang dan aku bisa makan enak di luar.

Nasib, punya anak kok durhaka. Kok nggak ada nyenengin ibunya. Awas saja kalau nggak datang ke rumah. 

***

Saat kudengar mobil Laras, gegas aku berbaring dengan tempelan koyo di kanan kiri dahi. Tidak lupa aku tutup tubuh ini dengan selimut.

"Ibu mana, Sih?" terdengar suara Damar bertanya pada Asih.

"Di dalam, Mas." 

Derap langkah semakin mendekati kamar. Seperti akan ada yang masuk, segera saja aku pura-pura batuk.

"Bu," panggil Damar. 

"Kamu sama siapa?" tanyaku.

"Diantar Mba Laras." Damar duduk di pinggir ranjang sembari menatapku yang terbaring.

"Tuh, bener, kan ibu paling meriang." Suara Laras tiba-tiba memecah keheningan. 

Merusak suasana saja si Laras ini. Datang bukannya cemas sama ibunya, malah bikin Damar tidak cemas lagi, kan.

"Sudah ke dokter belum, Bu?" tanya Laras.

"Sudah, ke puskesmas." Aku manjawab datar.

"Katanya ke dokter?" Wajahnya seperti mengintimidasiku. 

"Mana uangnya?" Aku mengulurkan uang pada Laras. 

"Punya ibu kok matre amat. Pakai aja uang ibu, nanti, kan bisa diganti," ucapnya tanpa berdosa.

"Mulut kamu tuh pedes, amat, sih, Ras," kataku kesal.

"Lah, turunan ibu ini." Dia malah tertawa. 

Aku tersenyum kecut. Begitulah anak pertamaku yang selalu berbeda pendapat. Bukannya kasihan melihat ibunya sakit, eh malah seperti itu.

"Bu, setelah sembuh, ikut aku ke rumah Ayu. Minta maaf sama dia, Bu. Aku mau memperbaiki rumah tangga dengannya," pinta Damar.

"Apa?Minta maaf? Mau taruh di mana harga diri ibu, harusnya dia yang datang meminta maaf. Nggak becus urus kamu, malah kabur dengan alasan nggak cocok sama ibu." Aku membuang wajah. Demi apa pun, aku tidak sudi meminta maaf.

"Bu, tolong sekali saja." Wajah Damar memelas. Alah, hanya karena wanita seperti itu dia sampai memohon padaku. 

Enak saja aku meminta maaf. Sampai kapan pun tidak akan sudi.

Sejenak Damar tak memohon karena dia mendapat telepon. Dia bangkit dan keluar dari kamar.

Biar saja kalian bercerai. Toh anakku juga tidak jelek banget. Bisa mencari wanita lain yang lebih baik dan penurut. Tidak seperti Ayu yang pembangkang.

Damar masuk ke kamarku. Namun, ada yang aneh, wajahnya terlihat begitu emosi. Ada apa dengan anakku?

"Bu, apa maksud ibu mengirimi Ayu pesan ini? Belum selesai masalahku, sudah dibuat panas lagi dengan pesan ibu. Ibu mau aku bercerai sama Ayu, hah?" Damar begitu emosi padaku.

"Iya, ceraikan saja wanita pembangkang kaya dia. Di dunia ini pun banyak wanita, bukan hanya satu!" 

Brakk ....

Damar memukul keras pintu kamar hingga membuat aku ketakutan. Astaga, dia benar marah padaku?

***

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (23)
goodnovel comment avatar
Inda Hatake
update nya setiap hari apa kak??
goodnovel comment avatar
Deddy Agustondo
bagus banget ceritanya, sampai lupa makan klo tdk diingetin, top markotop
goodnovel comment avatar
Gifei Nha Gifei
kereeeeen... suka banget ceritanya...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Saat Istriku Tak Lagi Meminta Uang   Extra Part

    Ibu Andar terduduk di teras rumah. Sudah semingguan acara pernikahan Damar berlangsung. Ia merasa lega karena kini penyesalan dirinya sudah terbayarkan.Ia menyesal karena dirinya, kebahagiaan anak-anaknya hilang. Mulai dari Laras, hubungan mereka renggang saat ia ikut campur dalam rumah tangga sang anak. Kedua, rumah tangga Damar yang hancur olehnya. Ketiga, masalah Asih yang membuatnya sangat bersalah.Ia teringat lima bulan yang lalu saat ia bertengkar hebat dengan tetangga beberapa gang dari rumahnya."Ya ampun, Bu Andar lihat, deh. Ini anakmu bagaimana, sih. Masa istri barunya jadi pemeran video porno. Iki, loh," tujuk Bu Sentot sambil memperlihatkan video Erika bersama Yuda.Wajah Bu Andar memerah menahan malu juga amarah. Lalu, ia merampas ponsel milik Bu Sentot dan menghapus videonya."Ih, Bu Andar, lancang sekali, sih. Ini hape saya, nggak ada tatakrama sekali, main ambil saja. Pantas saja anak-anak ibu pada

  • Saat Istriku Tak Lagi Meminta Uang   Lima Puluh Enam

    Menunggu jawaban dari Ayu membuat Damar tak sabar. Ia kembali bertanya dengan dada yang begitu berdebar.Sorot mata Ayu mengisyaratkan ia ingin kembali, tetapi keraguan kembali membuncah di dada."Yu, bagaimana? Demi aku dan anak-anak?" Lagi, pertanyaan itu terus mendesak Ayu.Batinnya pun tersiksa saat Damar memutuskan untuk tetap pergi ke Surabaya. Terkadang berkirim pesan dengan mengatas namankan anak membuatnya sedikit lega melihat aktivitas sang mantan suami."Yu, mau nggak? Kalau mau, nanti aku bawa keluarga aku untuk datang kembali, dan semoga saja ibu sudah bisa lebih baik.""Mas, apa kamu yakin?""Kalau aku nggak yakin, buat apa aku datang.""Aku--aaku, mau, Mas. Dengan syarat," ucap Ayu."Full gaji di transfer gitu?" Damar menaikkan kedua alisnya."Nggak, tapi janji, kamu mau berubah, tidak seperti dulu.""Janji, sih, mudah. Kamu bantu aku mengingatkan, bagim

  • Saat Istriku Tak Lagi Meminta Uang   Lima puluh lima

    Lima bulan berlalu begitu cepat. Kini, Ayu memulai semuanya dengan baik. Kabar pernikahan David pun membuat ia senang, walau tidak secara besar-besaran, pernikahan CEO itu mengundang banyak kontroversi karena anak yang di bawa Viola.Aku mengitari sebuah mall untuk membeli perlengkapan untuk kedua anaknya. Tanpa sengaja ia bertemu dengan Viola.Viola mengajak untuk berbincang di sebuah tempat makan. Ia pergi sendiri karena Gista bersama Oma Meria."Terima kasih, Yu. Kamu memberikan hari bahagia untuk anakku. Berkat kamu, anakku kembali tersenyum. Setiap malam tidur bersama ayahnya." Sembari menggenggam tangan Ayu, manik mata Viola itu meneteskan air mata."Maaf, aku mengambil kebahagiaanmu," ucap Viola lagi."Nggak, kok. Aku bahagia, memang aku dan David nggak berjodoh. Untuk apa memaksakan. Memang dia ada untuk kalian, bukan aku. Aku senang bisa memberikan kebahagiaan untuk kalian." Senyum tulus Ayu membuat dirinya semakin bers

  • Saat Istriku Tak Lagi Meminta Uang   Lima Puluh Empat

    David sengaja menunggu Ayu pulang dari kantor. Ia duduk di lobi kantor Laras. Sudah beberapa hari ia tidak bisa menghubungi Ayu."Yu, kita perlu bicara," ujar David saat melihat Ayu ke luar."Tidak ada yang perlu di bicarakan lagi." Ayu terlihat sangat sengit menatap David.David terus saja memohon untuk bicara. Laras yang sedang bersamanya, memberi kode untuk berbicara saja dengan pria itu. Lebih baik untuk menyelesaikan masalah mereka."Baik, kita bicara.""Ya."Mereka memilih berbicara di sebuah tempat makan tidak jauh dari kantor. Ayu memesan cokelat hangat, sedangkan David memilih hanya memesan teh hangat saja."Yu, dengarkan aku. Saat ini, hati aku hanya untuk kamu dan nggak akan pernah mendua. Viola hanya masa lalu aku," ujar David."Tapi ada anak itu diantara kalian." Ayu menarik napas panjang.Ia juga perempuan, memiliki anak dan pasti hatinya sakit melihat David t

  • Saat Istriku Tak Lagi Meminta Uang   Lima Puluh Tiga

    "Aku pamit, Yu," ucap Damar saat menemui Ayu di kantor Laras.Pria itu sengaja berpamitan, untuk memberitahu jika dia akan ke Surabaya dan menetap lama di sana."Bagaimana dengan anak-anak jika bertanya tentang kamu?" tanya Ayu."Katakan saja seperti biasa. Aku sedang bekerja dan mencari uang untuk mereka. Aku janji, sebulan sekali atau ada kesempatan ke Jakarta, aku akan bertemu dengan kalian, maksud aku anak-anak." Sedikit lega karena Damar merasa lebih baik ia menjauh dari Ayu.Seperti ada yang hilang, tetapi Ayu mencoba menenangkan hatinya. Dirinya hanya merasa sedikit sedih saat Damar pergi. Bukan karena hal lainya. Hanya bingung bagaimana jika kedua anaknya bertanya tentang Papanya."Ini, uang bulanan mereka," ucap Damar.Ayu mengambilnya, ia memperhatikan wajah Damar yang terlihat berbeda dari biasanya. Ia begitu tirus dan kurus."Aku pamit.""Cie, ada yang sedih mau di t

  • Saat Istriku Tak Lagi Meminta Uang   Lima Puluh Dua

    Damar menaruh kembali ponsel di nakas. Ia kembali mengerjakan beberapa pekerjaan miliknya. Ia tidak mau membahas lagi tentang Erika, baginya, perselingkuhan tidak bisa di tolerir walau dengan kata maaf.Beberapa karyawan sudah berbicara dengannya. Banyak yang bersimpati dengan pria dua anak itu. Bahkan, ia pun di panggil oleh atasannya."Pak Damar, di panggil pak bos," ujar Simon."Iya, aku ke sana."Dengan langkah gontai, Damar menuju ruang bos. Mengetuk pintu dan ia segera masuk ke dalam."Ada apa, Pak?" tanya Damar."Saya sudah melihat video istri kamu, kamu oke?" Pak Mario mempertanyakan kondisi Damar."Saya oke, ya, walau sedikit perih." Damar menjawab dengan tawa."Saya mau memastikan kamu baik-baik saja.""Saya masih bisa bekerja dengan baik kok, Pak. Tenang saja," jawab Damar."Baik, begini, Pak Damar, kami ada cabang perusahaan di kota Surabaya, di sana

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status