Home / Romansa / Safe Haven / I Like Your Name

Share

I Like Your Name

Author: Monchelle
last update Last Updated: 2024-07-23 09:20:17

Ding....

Terdengar suara pintu lift terbuka dan Valen pun keluar dari lift tersebut. Setelah mengirimkan lokasi hotel nya kepada Teddy siang tadi, Valen sebenarnya agak menyesali keputusannya untuk bertemu lagi dengan Teddy. Seharusnya dia bilang saja ada keperluan mendadak yang mengharuskannya pulang terlebih dahulu ke Jakarta.

Tapi apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur, setidaknya Valen harus menepati janjinya untuk bertemu dengan Teddy. Ia berjanji untuk bertemu Valen tepat jam empat sore, dan sekarang sudah hampir jam empat sore. Tidak mungkin dia akan tepat waktu kan, pasti dia sama saja seperti kebanyakan lelaki, selalu terlambat.

Baru saja Valen berpikir seperti itu, ia mendapati Teddy sedang duduk di lobby hotel sambil memainkan handphone nya. Valen pun menghampirinya.

"Udah lama ya?" Tanya Valen, Teddy menoleh ke arah Valen, ia lalu tersenyum sambil menggeleng.

"Nggak kok, baru sampai." Jawabnya singkat, Valen hanya diam dan bingung ingin berkata apa. "Mau berangkat sekarang?" Tanya Teddy kemudian,

"Boleh, kalo Mas Teddy juga mau langsung berangkat." Jawab Valen, Teddy pun berdiri dari kursinya dan berjalan keluar lobby. Valen mengikutinya dalam diam.

"Tangan kamu masih sakit??" Tanya Teddy, berusaha memecah keheningan.

"Udah nggak, kok. Makasih tadi udah mau bantu kompres lebamnya," jawab Valen, Teddy mengangguk pelan sambil masih berjalan menuju mobilnya.

"Lain kali kalo lebam kayak gitu langsung di kompres es batu ya, biar sembuhnya juga cepet." Ujar Teddy, Valen mengangguk sambil tersenyum kecil.

"Siap komandan," goda Valen yang membuat Teddy menoleh ke arahnya dan tersenyum kecil, Valen menyadari bahwa ternyata Teddy mempunyai lesung pipi saat ia tersenyum.

"Jangan panggil gitu lah, malah bikin inget kerjaan." Sahut Teddy kemudian,

"Siap, salah pak." Goda Valen lagi dan kali ini membuat Teddy tertawa kecil, Valen mendapati bahwa ia suka melihat Teddy tersenyum atau tertawa.

"Udah sini, masuk." Perintah Teddy sambil membukakan pintu penumpang untuk Valen, ia pun memasuki mobil tersebut.

Setelah Teddy juga sudah memasuki mobil, ia segera tancap gas dan meninggalkan hotel tersebut. Valen menoleh ke arah Teddy yang sedang fokus menyetir mobil.

"Kalo lagi nyetir emang harus se fokus itu ya?" Tanya Valen memecah keheningan, Teddy menoleh ke arah Valen sebentar.

"Lagi bawa anak orang, nggak lucu kalo nanti saya bikin lebam-lebam lagi," jawab Teddy, Valen tersenyum kecil.

"Kalo lagi bawa anak orang tapi nggak diajak ngobrol juga lebih lucu lagi sih, Mas." Ucap Valen, Teddy menoleh ke arah Valen lagi dengan ekspresi menerka-nerka.

"Oh.. jadi anak orang ini minta diajak ngobrol." Gumam Teddy, dia berhenti berkata sejenak. "Yaudah ayo ngobrol," ajak Teddy, ia kini mencoba fokus kepada jalanan di depannya dan juga kepada Valen.

"Udah lama jadi ajudan Pak Prasetyo?" Tanya Valen tiba-tiba, Teddy menghela nafas kecewa.

"Harus banget ngomongin kerjaan?" Teddy balik bertanya kepada Valen, "Kamu nggak lagi diem-diem wawancara saya kan?"

"Kalo mau wawancara, saya mendingan minta diajak pergi sama Pak Prasetyo langsung." Jawab Valen, ia lalu mengeluarkan handphone dari tas tangannya dan menunjukkannya kepada Teddy. "Liat kan?? Nggak lagi rekam apa-apa,"

"Oke.. oke.." Teddy tertawa sejenak, "Saya baru beberapa bulan jadi ajudan untuk Pak Prasetyo, sebelum ini saya masih pendidikan di Amerika."

"Terus kenapa kok bisa sama Pak Prasetyo sekarang?" Tanya Valen lagi,

"Karena memang saya ditugaskan untuk mengawal Menteri Pertahanan dan kebetulan itu Pak Prasetyo" Teddy membelokkan mobilnya ke arah alun-alun kota Jogja dan Valen memperhatikan keluar jendela untuk menikmati pemandangan kota Jogja.

"Kalo kamu sendiri gimana? Udah lama jadi jurnalis," tanya Teddy kemudian.

"Lumayan, udah lima tahun." jawab Valen singkat, kali ini Valen kembali mengalihkan fokusnya kepada Teddy.

"Oh ya? Kok saya nggak pernah lihat kamu ya? Kalo kamu pernah wawancara Pak Prasetyo sebelumnya kita pasti udah pernah ketemu, kan?" tanya Teddy lagi dengan heran.

"Ini pertama kalinya saya ngeliput tentang politik sih, sebelumnya saya lebih fokus ke topik olahraga." jawab Valen, Teddy memasang raut wajah bingung. "Saya gantiin temen saya yang lagi cuti hamil," tambah Valen, seakan tahu apa yang akan ditanyakan oleh Teddy.

Mobil melaju beberapa saat sampai akhirnya berbelok memasuk Pakuwon Mall, Teddy menyetir mobilnya memasuki basement. Setelah menemukan tempat parkir dan memarkir mobilnya, Valen dan Teddy keluar dari mobil tersebut.

Valen melihat Teddy langsung memakai masker dan topi nya, itu membuat Valen heran. Teddy melirik ke arah Valen dan menyadari ekspresi bingung Valen. Teddy mengangkat alisnya seperti bertanya "Ada apa?".

"Kenapa pake masker sama topi segala, kamu lagi nggak enak badan?" tanya Valen, mendengar itu Teddy hanya menggeleng.

"Nggak kok, emang biasanya juga gini kalo keluar sendirian. Biar nggak ketahuan aja sama orang-orang," jawab Teddy, Valen tersenyum simpul mendengar jawabannya.

"Udah terkenal ya.. makanya takut dimintain foto." goda Valen, Teddy hanya tertawa kecil lalu menggeleng.

"Bukan begitu, kasihan juga kamu nya nanti kalo dikerubuti orang malah nggak belanja-belanja." sahutnya membantah godaan Valen.

"Oh berarti beneran udah terkenal?" Valen tak lelah-lelah menggoda Teddy yang saat ini malah menjadi salah tingkah, itu malah membuat Valen tertawa.

"Udah ah ayo masuk," sahut Teddy sambil berjalan agak cepat memasuki mall, Valen menyusul langkah Teddy yang cepat dan itu membuatnya berlari kecil agar bisa mengimbangi Teddy.

Setelah di dalam mall, Valen pun mencari-cari outlet mana yang akan ia masuki. Jujur saja, Valen tidak ingin terlihat aji mumpung dan mencari brand yang mahal karena tahu akan dibelikan oleh Teddy, jadi ia memutuskan untuk masuk ke H&M.

Saat ia mau masuk ke dalam H&M, Teddy menarik tangannya sehingga Valen terhenti di tempat. Valen menoleh ke arah Teddy dan melihatnya menggeleng.

"Nggak," ucapnya tegas, Valen heran dengan ucapannya.

"Kenapa? Kan kamu bilang terserah saya mau belanja dimana," tanya Valen dengan heran, Teddy masih menggeleng.

"Nggak sepadan sama apa yang sudah saya lakukan ke kamu," jawab Teddy, ia lalu berjalan ke arah lain masih sambil menggenggam tangan Valen. Dan anehnya, Valen juga tidak berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Teddy.

Teddy lalu membawa Valen memasuki outlet store Mango, kali ini Valen yang menarik tangan Teddy agar berhenti. Teddy menoleh ke arah Valen dengan tatapan lelah, "Kenapa?" tanyanya dengan suara pelan,

"Nggak usah yang mahal-mahal, baju saya murah kok." jawab Valen berusaha menolak tawaran Teddy, "H&M aja udah paling bener," tambah Valen berusaha meyakinkan Teddy.

"Jangan sampe kamu saya gendong biar masuk ke dalem ya," ancam Teddy dengan nada serius, Valen langsung diam dan menuruti Teddy untuk masuk ke dalam. Sepertinya untuk saat ini lebih baik menuruti dia daripada menimbulkan kerusuhan.

Teddy lalu membebaskan Valen untuk memilih baju-baju yang ia sukai, Teddy juga mengingatkan bahwa Valen tidak boleh membeli kurang dari tiga baju, tetapi malah diperbolehkan membeli lebih dari itu. Dan lagi, Valen menurutinya.

Sementara Valen memilih dan mencoba-coba baju, Teddy hanya berdiam di sudut outlet sambil memainkan handphone nya dan dengan sabar menunggu Valen selesai dengan urusannya. Sesekali Valen mencuri pandang ke arah Teddy yang tetap sibuk dengan handphone, Valen sempat berpikir kalau dia punya seorang pacar, apa pacarnya tidak masalah jika Teddy keluar dengan Valen seperti ini.

Valen menggelengkan kepalanya, berusaha mengusir pemikiran itu. Kenapa Valen harus memikirkan itu? Lagipula Teddy melakukan ini karena merasa bersalah sudah mendorong Valen kemarin, bukan karena hal lain. Dan bukan urusan Valen juga jika Teddy punya pacar atau tidak kan??

Valen pun memilih tiga pakaian dan menaruhnya di kasir, Teddy dengan sigap langsung ke meja kasir dan membayar pakaian yang dipilih Valen. Totalnya seperti yang dikira Valen, berkali-kali lipat dari harga bajunya yang rusak. Mereka pun berjalan keluar dari outlet, tapi kali ini tanpa bergandengan tangan.

"Makasih buat bajunya ya, Mas." ucap Valen, Teddy menoleh ke arah Valen sambil mengangguk dan tersenyum. Biarpun mulutnya tertutup masker, Valen bisa melihat ia tersenyum dari sudut matanya.

"Maaf ya kalau saya cuma bisa bawa kamu keluar sebentar, saya harus balik lagi ke hotel karena malam ini harus nemenin Bapak balik ke Jakarta." sahut Teddy, Valen hanya mengangguk mengerti dan mengucapkan terimakasih sekali lagi. "Aneh sih saya baru tanya ini sekarang, tapi nama kamu siapa ya?" tanya Teddy kemudian, Valen baru sadar kalau memang sedari tadi ia belum memberitahu namanya kepada Teddy.

"Valen," jawab Valen singkat,

"Valen.... Valentina?" tanya Teddy lagi, Valen terdiam sesaat seperti enggan menjawab pertanyaan Teddy. Ia melirik ke arah Teddy dan mendapati Teddy masih menunggu jawabannya.

"Valentine," jawab Valen dengan suara pelan, ia bisa mendengar Teddy tertawa kecil dari balik maskernya. Valen selalu benci memberitahu nama lengkapnya kepada orang-orang, karena reaksi mereka pasti sama. Ya, menertawakan Valen.

Teddy masih tertawa dan itu membuat Valen jengkel. "Kenapa ketawa?? Aneh ya nama saya?? Makanya saya tuh nggak mau kasih tahu orang nama lengkap saya karena pasti diketawain," protes Valen dengan nada kesal, Teddy langsung berusaha berhenti tertawa.

"Saya nggak ketawain nama kamu karena aneh, saya suka namanya unik malah." sahut Teddy, "Jarang loh ada orang namanya Valentine," tambahnya lagi saat melihat Valen masih cemberut.

Valen hanya diam sambil berjalan di samping Teddy, dan tiba-tiba ia melihat Teddy berjalan ke kanan dan berhenti di outlet gelato. Valen tidak mengikutinya dan memilih untuk diam di tempat dan memeriksa handphone nya.

Ada beberapa WA dari Donny serta Sarah yang intinya sama-sama menanyakan bagaimana keadaan Valen dan apa dia aman disana, serta ada beberapa WA juga dari grup kantor nya. Saat Valen mau membalas WA teman-temannya, sebuah cone berisikan gelato yang sepertinya rasa coklat tiba-tiba muncul di hadapannya.

Valen menoleh ke arah tangan yang memberikan gelato tersebut dan melihat ternyata itu Teddy. Valen terdiam sesaat dan tidak mengambil gelato tersebut, "Ini ambil," ujar Teddy, Valen akhirnya mengambil gelato tersebut tapi masih bingung kenapa Teddy membelikan itu untuk Valen.

"Biar nggak marah lagi," sahut Teddy kemudian, "Semoga kamu suka coklat,"

Valen memperhatikan gelato di tangannya dan tersenyum kecil, coklat memang selalu jadi rasa favoritnya sedari dulu. "Kalo gitu saya mau sering-sering marah biar dapat kejutan terus," canda Valen sambil tertawa kecil.

"Jangan lah, nanti saya pusing." keluh Teddy disambut dengan tawa Valen, "Jangan tersinggung tadi ya, saya nggak ada maksud ketawain nama kamu kok. Saya cuma pikir nama kamu unik,"

"I like your name, by the way." sahut Teddy lagi, kali ini sambil tersenyum manis dan memandangi Valen.

Valen terdiam dan balik memandangnya, Teddy lalu berjalan kembali mendahuluinya dan Valen masih terdiam di tempat dengan gelato di tangannya.

He likes my name...

Dan untuk pertama kalinya, Valentine terdengar tidak terlalu buruk.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Safe HavenĀ Ā Ā Am I Good Enough?

    Valen menatap layar komputer dengan tatapan lelah, akhirnya artikel untuk hari ini selesai. Ia bersandar ke kursi kerjanya dan meregangkan otot-otot tubuhnya dan memeriksa sudah jam berapa saat ini. Ternyata sudah jam lima sore, Valen menghela nafas panjang dan membereskan barang-barangnya untuk bersiap pulang.Valen memeriksa ponselnya dan menemukan bahwa Teddy sedari tadi berusaha menelponnya. Karena Valen selalu mematikan suara ponselnya saat di kantor, tentu saja panggilan Teddy tidak terjawab oleh Valen. Ia pun segera menelpon Teddy untuk mencari tahu mengapa Teddy menelponnya berkali-kali."Halo.." jawab Teddy, Valen baru mau menjawab tapi Teddy langsung memotong perkataannya. "Kamu dari mana aja? Kenapa telpon aku nggak diangkat?""Aku baru selesai kerja, Mas. HP ku tadi aku silent.." sahut Valen dengan nada lelah, "Ngomong-ngomong, ada apa?? Kok tumben sampe telpon berkali-kali gitu?""Oh iya, aku sampe lupa bilang. Kamu capek nggak, Len?" tanya Teddy, Valen bergumam sejenak.

  • Safe HavenĀ Ā Ā My Wish is... You

    Valen menghela nafas pelan sambil bersandar di kursi mobil penumpang dan mengamati proses Quick Count yang sedang berlangsung, di sampingnya terdapat Donny yang sedang bermain game online dengan serius.Sekembalinya ia dari makam orang tuanya, Teddy mengantarnya ke depan rumah Pak Prasetyo untuk kembali meliput proses pemilu hari ini. Dikabarkan malam harinya, Pak Prasetyo akan melakukan pidato mengenai hasil Quick Count hari ini. Entah dia unggul, ataupun kalah dari Paslon lain.Jadi disinilah ia, menunggu kabar dari pihak Pak Prasetyo tentang kapan ia akan melakukan pidato tersebut sambil memantau proses Quick Count yang membosankan dan mendengarkan celotehan kesal Donny di sampingnya yang sepertinya sedang kesulitan memenangkan game nya.Ia memeriksa jam tangannya dan waktu menunjukkan pukul lima sore, waktu berjalan sangat lama dan membosankan. Valen mengerang kesal dan keluar dari mobil untuk mencari udara segar, meninggalkan Donny sendirian yang sepertinya tidak peduli kemana Va

  • Safe HavenĀ Ā Ā Happy Val's Day !!

    Valen terbangun dari tidurnya saat alarm dari ponselnya mulai berbunyi, ia mengerang dan mengambil ponselnya untuk mematikan alarm dan memeriksa jam. Waktu menunjukkan pukul lima pagi dan Valen meletakkan kembali ponselnya di meja samping tempat tidurnya, ia berbaring telentang dan menatap langit-langit kamar.Damn.. I'm 30 now....Valen merenung tentang dirinya yang hari ini bertambah usia, 14 Februari boleh dibilang bukanlah hari favorit Valen. Banyak orang berkata hari ulang tahun membawa kebahagiaan bagi mereka, tapi sepertinya tidak dengan Valen. Hari ulang tahun nya selama ini sama saja seperti hari biasanya, bedanya mungkin di hari itu ia akan makan bersama teman-temannya dan terkadang mereka juga membelikan Valen kue ulang tahun. Setelah itu mereka akan meminta Valen untuk berdoa dan meminta sesuatu yang ia inginkan, yang menurut Valen sampai sekarang keinginannya belum terwujud. Well.. entah belum terwujud atau memang Valen yang tidak ingin mewujudkannya.Jadi apa keinginan V

  • Safe HavenĀ Ā Ā Mysterious Girl

    Setelah selesai membeli tiket dan akhirnya film pun akan segera dimulai, Valen dan yang lainnya pun memasuki teater yang tertulis di tiket dan segera menuju kursi masing-masing. Valen memang memilih kursi di paling tengah, mereka duduk di urutan Donny di paling kiri, Sarah, Valen, Teddy, dan dua orang aneh yang sedari tadi mengikuti mereka, Rizki dan Aji yang kini sibuk berebut Popcorn dan minum. Teddy menegur mereka dan mereka pun akhirnya diam, Valen menggeleng heran melihat mereka berdua yang biasanya selalu serius dan tegas saat bertugas ternyata hanyalah anak kecil dibalik semua itu.Film pun dimulai dan mereka mulai menonton dengan serius. Film ini bergenre horor komedi yang cukup ringan untuk disimak, beberapa kali Valen dan yang lainnya dibuat tertawa dengan lelucon yang disampaikan. Valen melirik Teddy yang sedang tertawa dengan mata yang masih terfokus pada layar, tapi tak lama Teddy melirik ke arah Valen dan memandangnya dengan heran. Valen menggeleng pelan dan kembali foku

  • Safe HavenĀ Ā Ā Cinema Day

    Akhirnya... hari tenang.Valen meregangkan badannya di tempat tidurnya dengan suasana hati yang bagus, ia melihat jam dinding dan waktu menunjukkan pukul sepuluh pagi. Akhirnya selama tiga bulan yang sibuk, masa tenang pun tiba. Sebelum hari pemungutan suara yang akan di gelar 14 Februari nanti -tepat di hari ulang tahun Valen-, para pasangan calon presiden dan wakil presiden tidak diperbolehkan untuk melakukan kampanye sampai hari pemungutan suara tiba, tepatnya selama tiga hari. Dan selama tiga hari itu pula, Valen diperbolehkan untuk libur sampai ia haru meliput kembali di hari pemungutan suara. Itulah sebabnya Valen memutuskan untuk bermalas-malasan di apartemennya sambil membaca buku.Setelah kampanye akbar kemarin, hubungan Valen dan Teddy mulai membaik. Memang tidak seperti dulu, tapi setidaknya Valen sekarang mau menanggapi pesan Teddy dan mengangkat telponnya. Valen memeriksa ponselnya dan dia tidak menemukan pesan apapun hari ini, ia bergumam sejenak dan membuka galeri ponse

  • Safe HavenĀ Ā Ā The Big Day

    "Gila..." Gumam Valen saat turun dari mobil dan melihat ribuan orang memadati stadion Gelora Bung Karno.Terlihat di berbagai penjuru semua orang memenuhi sekitaran stadion mengenakan baju berwarna biru sehingga sekarang stadion Gelora Bung Karno kelihatan bagaikan lautan berwarna biru."Sumpah, Gue nggak nyangka bakal sebanyak ini loh." Sahut Donny yang tak kalah kagumnya dengan pemandangan hari ini, di sekitaran juga banyak penjual makanan yang kabarnya sudah di gratiskan sehingga pengunjung bisa makan sepuasnya disana."Bapak beneran bisa ambil hati masyarakat kayaknya," ucap Valen sambil berdecak kagum, ia lalu memeriksa ponselnya. Beberapa pesan dari Teddy terlihat di notifikasi ponselnya, Valen menghela nafas dan mengabaikannya.Beberapa hari berlalu semenjak terakhir ia bertemu Teddy di rumah sakit, dan semenjak itu pun Teddy selalu berusaha menghubungi nya. Dia selalu menelepon, mengirimkan makan siang, bunga, dan yang lainnya. Tapi tetap saja, sulit untuk Valen bersikap seper

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status