Heru memboyong Sarah yang sudah terjatuh pingsan, dia berusaha keluar dari rumahnya yang sudah terbakar, tetiba ia ingat di belakang rumah ada gazebo yang cukup jauh dari rumah ini, bergegas ia menuju ke belakang karena tak mungkin untuk keluar api semakin menjalar masuk.Dibaringkannya tubuh Sarah, Heru sebisa mungkin terus membangunkan Sarah namun nihil tak ada hasilnya, tak ada ponsel yang ia bawa, mereka berdua terjebak di rumah yang sudah terbakar. Setelah sekitar satu jam Sarah perlahan menggeliat, Heru langsung meraih tubuhnya."Syukurlah sayang kamu sudah sadar," ucap Heru"Mas, rumahku mas."Sarah meratapi rumahnya yang sedang dilalap si jago merah, perlahan meredup karena mobil pemadam kebakaran sudah datang hingga api mulai mengecil, tim pemadam kebakaran mengevakuasi Sarah dan Heru, mereka dibawa keluar rumah.Hamp
Bu, Bu Ratih." Terdengar suara memanggil nama Mama Ratih terburu-buru. Mama Ratih dan Nirmala menghampiri ibu itu. "Ada apa Bu Mirna?" tanya Mama Ratih. "Itu bu, di depan gerbang perumahan ada perempuan tertabrak tadi Mas Heru yang bawa katanya istrinya, tapi ini Mba Nirmala baik-baik saja. Terus tadi..." Bu Mirna tak meneruskan ucapannya, sontak seketika Mama Rita dan Nirmala terkejut mendengar berita itu. Mereka saling berpandangan dan terpaku seketika. "Sekarang dimana bu?" tanya Mama Ratih "Sudah dibawa ke rumah sakit bu, kalau begitu saya permisi." Bu Mirna pamit dan berlalu, Mama Ratih dan Nirmala tak percaya dengan apa yang mereka dengar, semua terjadi begitu cepat ya Tuh
Perlahan Sarah membuka matanya hingga ia bisa melihat setiap sudut ruangan itu. Tubuhnya masih terbaring lemas. Ia mencoba memginga-ingat peristiwa yang menimpanya."Sus, siapa yang membawa saya?" tanya Sarah."Suami ibu, tapi dia sekarang sudah pergi dan menitipkan ini." jawab perawat itu.Mata Sarah berbinar namun seketika kembali meredup. Perawat itu menyodorkan lipatan kertas, Sarah meraihnya dengan lemas. Perlahan ia buka kertas itu dan membacanya."Sayang, maafkan aku. Aku harus pergi, aku sudah tak bisa bersama kamu lagi. Sekarang kamu sudah tak punya apa-apa, hidupku juga sudah susah gara-gara kamu jadi aku pergi. Jangan cari aku, mulai hari ini kita berpisah."Mata Sarah memanas membaca isi pesan yang tertulis dalam kertas itu, dadanya terasa sesak, bulir bening dari matanya jebol tak tertahan. Marah, kesal, kecewa ya itulah yang
"Bagaimana dengan Kania kak?" tanya Nirmala.Akhirnya mereka paham apa yang membuat Nirmala menangis, ya Kania tentu saja selain memikirkan nasibnya yang ada dibenaknya tentu anak mungil itu. Apa yang harus diceritakan padanya jika bertanya soal papanya.Nilam pun terdiam mendengar pertanyaan adiknya itu, ia terlalu cepat bertindak, ia lupa pada keponakannya itu, bagaimana cara menyampaikannya pada anak sekecil itu yang belum mengerti apapun. Papa dan Mama Heru pun terpaku, semua nampak dilema dengan semua yang terjadi, bagaimana lagi kini Heru sudah pergi entah kemana? Semua merasa perlu mencari cara agar Kania tak mengingat papa kesayangannya lagi."Kamu tenang ya, nanti kita pikirkan jalan keluarnya bersama-sama."Kak Nilam mencoba menenangkan adiknya, ia merangkul bahu Nirmala, menguatkannya dengan semua cobaan ini.
"Kak, Sarah sekarang mengkhawatirkan. Lihat deh."Nirmala menunjukan gambar Sarah yang tadi dia ambil, Kak Nilam hanya tersenyum. Perempuan yang ikut serta menghancurkan kehidupan Sarah merasa senang, kini adiknya tidak selalu bersedih akan kehadirannya."Itu karma buat dia dek.""Tapi kadang aku kasian juga kak, dia sebatang kara percis kata Mas Heru kalau dia tak punya siapa-siapa jika Mas Heru meninggalkannya maka hancurlah hidupnya dan benar saja kak, aku jadi merasa bersalah.""Mulai deh sok berhati malaikat. Hahaha" gelak Kak Nilam."Dek, terkadang kita perlu bersikap jahat dengan niat untuk membuat orang itu sadar. Kita sekarang hanya tinggal berdoa semoga Sarah sadar atas apa yang dia lakukan selama ini.""Aku kepikiran Mas Heru kak, dimana dia sekarang? Kania terus nanyain kadang dia
Nirmala melewati setiap hari dengan perlahan namun pasti dengan penuh kegembiraan, waktu terus berlalu dan tak terasa Heru telah pergi satu bulan lamanya, Kania menjadi terbiasa tanpa kehadiran papanya meski bertanya tentang papanya namun berhasil dijelaskan dengan singkat, kekhawatiran Nirmala pun seakan sirna. Dukungan yang penuh dari ibu, kakak dan mertuanya membuat Nirmala kuat hingga hari ini."Sudah satu bulan Mas Heru pergi bu, Kania sudah mulai terbiasa tanpa papanya. Mungkin sebaiknya Nirmala menggugat cerai Mas Heru.""Nirmala jangan gegabah, pikirkan segalanya dengan baik-baik jangan emosi. Jangan hanya Kania sudah melupakan papanya kamu seenaknya. Allah itu membenci perceraian sayang.""Tapi bu, ini sudah mau satu bulan. Tak adakah kerinduan di hati Mas Heru kepada anaknya hingga ia memutuskan untuk pulang atau berusaha memperbaiki semuanya. Aku awalnya akan bertahan demi Kania
Dengan semangat Heru mempersiapkan diri untuk menemui Nirmala, Heru tak lupa pada Kania ia membeli beberapa boneka kesukaannya.Tujuan Heru adalah mencari Sarah, pikirannya tak bisa lepas dari wanita itu. Rasa kemanusiaan Heru yang membuatnya memikirkan Sarah terus, ia merasa berdosa sudah meninggalkannya begitu saja dalam kondisi tak sadarkan diri.Langkah kaki Heru terhenti melihat penghuni rumah itu bukan lagi Nirmala. Segera ia melakukan panggilan pada Nirmala untuk memastikam keberadaan dirinya.[Aku di rumah ibu]Tanpa membalas pesan dari Nirmala, Heru segera menuju rumah ibu di tengah perjalanan ia melihat seseorang yang ia kenal."Sarah" lirih Heru."Mas Heru." tutur Sarah.Heru tersenyum bahagia pada Sarah tapi tidak dengan Sarah, ia justru segera masuk k
Aku kira kamu datang karena rindu padaku atau Kania nyatanya bukan aku yang kamu rindukan. Aku sudah muak dengan kamu mas, tadinya aku berpikir untuk menerima kamu kembali tapi ternyata untuk apa aku memungut sampah yang sudah terbuang tanpa sengaja. Pergi dari rumah dan jangan berharap bisa bertemu Kania lagi." tegas Nirmala berlalu dari hadapan Heru yang masih terpaku dengan kemarahan Nirmala.Nirmala tak terlihat lagi dari pandangan Heru, tak lama Ibu Nirmala datang menghampiri Heru yang masih terdiam."Nak Heru."Heru terkesiap mendengar ibu mertuanya datang, ia membetulkan duduknya, bangkit dan menyalami ibu mertuanya, lalu duduk kembali setelah ibu mertuanya duduk."Apa kabar nak Heru?""Baik bu.""Syukurlah, bagaimana rasanya hidup sendiri? Jauh dari anak dan istri? Terutama jauh dari istri