Belum sampai Arjun pergi, kedua orang tua Reza sudah datang.
"Bagaimana keadaan cucuku, Reza?" tanya papanya.
"Papa jangan khawatir keadaan cucu papa baik-baik saja," jawab Reza menenangkan papanya.
Papa punya penyakit jantung akut, Reza dan aku harus berhati-hati menghadapinya. Tidak boleh mendengar berita yang mengagetkan.
"Kamu kenapa, Zhee? Di rumah kan banyak pembantu kamu tidak perlu capek-capek melakukan apapun," sahut mama Arum.
"Baik, Ma."
Aku melihat Arjun sejenak tertegun melihat kekhawatiran kedua orang tua Reza.
"Saya permisi dulu!" pamitnya kemudian.
"Kamu mau menemui tunanganmu kan, Arjun?" tanya Reza seolah mengingatkan agar Arjun segera menyelesaikan masalahnya dengan Diana.
"Iya, Bos!
Jawabnya kemudian pergi, sebelumnya sempat menatap tajam ke arahku. Aku hanya mengangguk sambil tersenyum. Mereka bertiga tampak lega dan bahagia. Aku selalu merasa bersalah kepada kedua orang
Mobil sudah sampai di halaman rumah, bergegas Arjun membukakan pintu untuk Reza maupun aku. Reza berlarian menghampiriku dan membopong tubuhku. "Tidak perlu, Mas Reza! Aku tidak apa-apa bisa jalan sendiri!" teriakku sambil melirik Arjun. Dia tertegun menatapku, sambil tangannya menderek koper pandangannya terus tajam menghujam jantungku. "Untuk kamu dan anakku, aku akan lakukan apapun, Zhee!" ujarnya tak menggubris. Aku semakin tidak nyaman apalagi setelah mengetahui dia diam-diam sudah sembuh dari sakitnya. Bahkan sudah mulai berani menggoda dan menantangku. "Sudah turunkan, Mas Reza!" berontakku saat langkah Reza hendak menaiki tangga. "Aku belum ingin tidur," lanjutku. Dalam hatiku takut berada di kamar berdua dengan dia, tapi apa dayaku? "Sulis, tolong ini koper nyonya!" kata Arjun sambil menyerahkan koper kepada Sulis. "Baik, Mas Arjun." Reza merebahkan aku di sofa dengan perlahan. Matanya menatapku dengan
Reza dengan tersenyum bahagia mengangkat telepon dari Arjun. "Iya, Arjun?" sapanya. ( ... ) "Oh kamu sudah sampai di villa? Nikmati saja kebersamaan kalian di situ, hawanya sejuk dan nikmat untuk memadu cinta," ujar Reza sambil menatapku, seolah ingin mengikuti perubahan mimik mukaku. ( ... ) "Setelah bercinta kelilinglah berbelanja, sekalian belanja untuk kita makan malam. Aku malam ini ingin masak makanan untuk istriku." ( ... ) "Istriku suka lobster, carikan juga sayuran kailan dan daging sapi. Kamu bisa belanja juga yang lain yang kamu suka. Aku sebentar lagi berangkat, maklum habis bersenang-senang dengan istriku masih capek," kata Reza terkesan pamer dan menggoda Arjun. Kemudian Reza menutup teleponnya. Aku jadi serba salah ada rasa berdosa karena merasa berselingkuh. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Arjun seandainya dia tahu aku mengkhianatinya. Aku bergegas ke kamar mandi sekalian mandi jun
Seketika suasana menjadi hening, aku dan Arjun saling berpandangan. Mempersiapkan jawaban bila saja Mas Reza tidak bisa menjawabnya. Aku pasrah dengan apa yang akan terjadi. Aku lebih memikirkan perasaanku apalagi keadaan hamil muda yang bawaannya lebih sensitif. "Pertanyaan macam apa itu, Diana? Kamu kan tahu Arjun seperti adikku sendiri. Mana mungkin dia tega berbuat seperti itu kepadaku?" jawab Reza membohongi hatinya sendiri. Aku yakin Reza tahu bahwa diantara kami mulai tumbuh perasaan cinta. "Itu bukan jawaban, Tuan. Kita tidak bisa mengendalikan perasaan manusia," gumam Diana.tegas. "Kalau diantara kami tumbuh perasaan cinta apakah itu salah? Kamu yang memaksa situasi ini terjadi, dan hati bukanlah aku pengendalinya. Kalau benar akhirnya aku jatuh cinta pada Arjun itu bukanlah salah Arjun? Dia adalah suamiku, sah secara agama dan bisa diterima di masyarakat. Dimana letak kesalahan kami?" runtukku. "Zhee?" pekik Reza.
Reza dan Diana telah kembali ke villa. Aku dan Arjun sedang memasak buat kami berempat makan. "Kalian sudah memasaknya? Padahal rencananya aku ingin memasak buat istriku tercinta," gumam Reza kecewa setelah melihat beberapa masakan sudah tersedia di atas meja. "Zhee yang memasak, Bos," jawab Arjun. "Apa?" pekik Reza. "Maksudku Nyonya, Bos," Arjun merevisinya. "Jadi kamu yang memasak, Zhee?" tanya Reza meyakinkan. "Arjun, Mas Reza, aku tidak bisa memasak aku cuma membantu menyiapkannya," aku menyangkal. Aku yang sedang memainkan spatula dihampiri Reza dan dia memelukku dari belakang. Tangannya yang kekar melingkar di pinggangku dan dagunya menumpang di pundakku. Pipinya menempel lembut di pipiku. Aku merasa risih apalagi melakukan ini di depan Arjun. "Mas Reza, jangan mengganggu! Bagaimana aku bisa memasak kalau kamu seperti ini?" protesku. Kini tangannya menumpang di tanganku yang sedang memegang spatula.
"Ayo kita ke kamar, Zhee!" ajak Reza sambil merangkul pundakku. Aku pasrah meskipun hatiku teramat berat tapi apalah dayaku. Aku benar-benar gelisah, bagaimana kalau dokter datang terlambat terlanjur Arjun melakukan hubungan intim sama Diana. Ting ... tong ... ting ... tong! Bel pintu berbunyi. Plong! Dadaku terasa ada yang terlepas dan lega. "Biar aku yang membuka, Zhee!" ucap Reza. Hampir saja kaki menitih tangga, akhirnya kami berdua membalikkan badan. Karena penasaran aku mengikuti Reza membuka pintu. "Selamat malam," sapa seseorang di depan pintu. "Iya, siapa ya?" tanya Reza. "Saya Dokter Sahid," katanya. "Iya dokter silakan masuk!" sahutku mempersilahkan masuk takut keburu Reza menolaknya. "Kamukah yang memanggil dokter, Zhee?" tanya Reza berbisik. "Betul, Mas Reza. Arjun harus segera mendapat pertolongan," jawabku. "Kenapa sih kamu kepo dengan urusan mereka?" ketus Reza lirih. "Mas
"Zhee!" teriak Arjun yang muncul dari kamarnya dengan berjalan terhuyung-huyung dan memegang kepalanya. "Aku harus pulang duluan, Arjun!" ketusku. "Aku akan mengantarmu!" teriak Arjun. "Dengan keadaanmu yang seperti itu? Yang ada kamu bukan melindungi aku malah membebaniku, Arjun!" ketusku. "Kamu tega bicara seperti itu kepadaku?" tanya Arjun sedih. Entah kenapa hatiku sudah tidak bisa lagi berpikir jernih. Yang ada hanya emosi menahan cemburu hingga terasa tak sanggup bernapas. Saat kakiku hendak melangkah lagi Reza bergegas menyambar tubuh mungilku dan membopongku ke kamar atas. "Lepaskan! Mas Reza, lepaskan aku!" teriakku histeris. "Arjuuuuun, tolong aku!" jeritku kemudian. "Coba saja kalau berani?" hardik Reza. Aku menatap Arjun yang serba salah, sementara tangan Diana melingkar di lengan Arjun. Dia hanya menatapku iba dengan mata berkaca-kaca. Aku benci dengan sifat lemahmu ... dengan ketidakberdayaanmu, Arju
Tersiksa sekali menahan rindu kepada Arjun. Sudah tiga hari aku menghindari Arjun. Tidak terbayang betapa sakit dan hancurnya hatiku. "Ayo kita turun sarapan, Zhee!" "Makanlah sendiri, Mas Reza, aku belum lapar," jawabku. "Aku tahu kamu menghindar dari Arjun kan? Sampai kapan, Zhee? Jangan sakiti dirimu sendiri! Aku tidak ingin melihat dirimu terpuruk seperti ini," ujar Reza sedih. Aku diam tidak menjawab, air mataku deras mengalir di pipiku. "Kamu merindukannya bukan?" bisik Reza di telingaku. Aku berdiri di depan cermin kemudian dia memeluk tubuhku dari belakang. Tangannya mendekap dan meremas tanganku dengan kuat. "Kenapa hatiku sesakit ini, Zhee. Melihat istriku sedang terang-terangan merindukan lelaki lain," bisik Reza meratap di telingaku. Sontak hatiku terasa teriris, membayangkan aku diposisi Reza. Seorang istri yang sangat dicintainya dengan segenap jiwa raganya sedang menangis merindukan lelaki lain. Apa
"Aku yakin ada mahluk lain di kamar ini," gumamnya asal. Tiba-tiba dia melepas bajunya satu-persatu dengan tanpa canggung lagi. "Aku tidak peduli, aku atau kamu yang malu," ujarnya mengancam. Sontak hatiku berdebar kencang dia benar-benar tidak malu lagi melepas bajunya bahkan tinggal boxer hitam yang melekat di tubuhnya. "Berhenti!" teriakku. Akhirnya aku menyerah, aku keluar dari tempat persembunyianku. "Kamu gila ya?" ketusku. "Ini tempatku, aku bisa melakukan apa saja di sini. Karena kamu adalah istriku, boleh deh berbagi tempat, hiks ... hiks ... hiks!" candanya. Aku tidak tertarik dengan candaannya. Hatiku masih bergejolak karena malu dan tertantang gelora birahiku. Tubuhnya yang tinggi dan kekar berotot serta putih bersih sangat tampan. Aku terkesima, gejolak di dadaku meletup-letup mau meledak. Perlahan aku menghampirinya sambil menutupi wajahku karena malu. Dengan sigap Arjun meraih tanganku sehingga tubuhku ja