Meski tidak enak badan, Anin harus tetap bersiap-siap untuk pergi ke rumah Mama Rosa. Apalagi kue Mama Rosa mulai banjir orderan dari teman-temannya.Tok! Tok! Tok!“Nin,” panggil Sekar dari luar kamar.“Masuk, Bu. Pintunya enggak dikunci.”Ceklek! Sekar membawa nampan yang berisi wedang jahe juga menu sarapan untuk Anin. Apalagi menantu-nya ini sedang tidak enak badan karena ulah dari Ares, putranya.“Lho, Bu. Tidak perlu repot.”“Kata Ares kamu lagi enggak enak badan.”“Hanya masuk angin aja kok, Bu. Nanti juga sembuh.”“Maafkan anak Ibu, ya. Maaf kalau dia terlalu menggebu-gebu,” kata Sekar, merasa tidak enak sendiri. Padahal yang melakukan perbuatan itu Ares bukan dirinya.Anin hanya menyengir saja karena yang dibahas sudah ke ranah sana. Meski merasa tidak enak dengan Sekar karena diperlakukan sangat baik, Anin tetap menghargai dengan memakan dan meminum wedang jahe itu.“Makasih banyak ya, Bu. Ibu sudah makan?”“Ibu sudah makan tadi setelah A
Semua orang yang berada di kamar itu tentu saja terkejut dengan ucapan Ibu Nyai. Apalagi hanya dengan memegang perut saja langsung berasumsi seperti itu.“Iya betul ini lagi hamil,” ulang Ibu Nyai.“Itu seriusan Ibu Nyai?” tanya Sekar, masih tidak percaya akan ucapan Ibu Nyai. Tapi memang suka betul ucapan Ibu Nyai ini.“Iya, Ibu Sekar. Coba saja diperiksa ke dokter pasti hasilnya positif.” Ibu Nyai masih terus mengusap-usap perut milik Anin lembut. “Belum datang bulan, ‘kan, Nduk?” tanya Ibu Nyai kepada Anin.Anin tampak terdiam sesaat. Mencoba mengingat kapan terakhir dirinya kedatangan tamu bulanan.Dan, ketika ingat jika terakhir datang bulan saat akan menikah. Sedangkan ini sudah satu bulan lebih dirinya menikah dengan Ares. Sedangkan ia belum datang bulan lagi.“Astagfirullah! Anin belum datang bulan, Bu,” ucap Anin menatap ke arah Sekar dengan ekspresi wajah kebingungan. “Apa benar Anin hamil, ya, Bu?”“Walah Ibu juga tidak tahu, Nin. Kamu ada tespack?” tanya Sekar, jadi penasa
Hari ini adalah hari yang paling bersejarah di dalam keluarga Sastrowidjojo. Apalagi pagi ini Sekar tengah menanti dengan perasaan harap-harap cemas. Anindya—menantunya tengah berada di dalam kamar mandi untuk menguji kebenaran apa yang dikatakan oleh Ibu Nyai. Apakah benar hamil atau hanya mual-mual biasa karena asam lambung ataupun masuk angin.Semoga saja hasilnya sesuai harapan. Sekar ingin sekali menimang cucu dari Ares. Bukan ingin menuntut, tapi Sekar sadar jika usianya sudah tidaklah lagi muda. Sekar ingin menggendong anak hasil dari Ares agar bisa adil dengan Nadia. Di samping itu mumpung ia masih hidup juga karena usia tiada yang tahu bukan? Untuk itu Sekar selalu berdoa supaya Anin bisa sehat selalu dan mengandung benih dari Ares.Ceklek! “Bagaimana hasilnya?” tanya Sekar, harap-harap cemas.Anin diam saja. Ia justru langsung menyerahkan alat tes kehamilan itu kepada Sekar. “Enggak tahu, Bu. Anin enggak lihat soalnya takut,” jawab
Kedua tangan itu bergetar sangat hebat saat melihat benda yang tengah dipegangnya. Matanya membola begitu sempurna hingga nyaris keluar. Tenggorokannya bahkan terasa tercekat hingga membuat saluran pernapasannya terganggu.Sebuah benda pipih panjang yang menunjukkan dua garis merah di sana membuat seorang perempuan bernama Anindya Kemala ini nyaris terjatuh di depan wastafel toilet kampus.“Enggak mungkin aku hamil,” gumamnya lirih.Tak terasa cairan Kristal itu mengalir begitu deras melewati pipinya yang mulus. Perempuan berusia dua puluh tahun ini masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. Ia mulai mengingat-ingat melakukan hal itu terakhir kali bersama Rayyan sekitar sebulan yang lalu, dan pria itu menggunakan pengaman. Entah kenapa hal yang tidak diharapkan justru terjadi seperti ini? Lalu apa yang akan ia katakan nanti kepada kedua orang tuanya? Terlebih kedua orangtuanya kini tengah mencalonkan diri sebagai salah satu pemimpin dae
Kedua orang itu terjungkal ke depan, namun untungnya tidak mengalami luka yang serius. Hanya saja hati keduanya masih merasa sangat deg-degan saat ini ketika barusan akan menabrak penjual bakso keliling yang ingin menyebrang.Rayyan langsung menoleh dan melihat keadaan Anin. Perempuan itu pun sama-sama mengangkat kepalanya dan menoleh ke arah Rayyan. Memastikan pria itu tidak kenapa-kenapa.“Rayyan, kamu gapapa?” tanya Anin, lirih.“Turun!”Masih merasa deg-degan membuat Anin belum jelas mendengar perintah dari Rayyan. Perempuan itu hanya bisa menatap kepergian Rayyan yang keluar mobil dengan keadaan emosi. Bahkan Rayyan tidak segan-segan membanting pintu mobil sampai kedua kali seperti ini.Tidak ingin membuat Rayyan semakin marah, buru-buru Anin segera bergegas turun dan berjalan menghampiri Rayyan yang tengah berbicara dengan penjual bakso keliling itu. Untungnya tidak ada luka dan kerugian yang terjadi karena Rayyan lebi
Kediaman keluarga Sastrowidjojo tengah pusing dengan anak sulung mereka yang tidak mau menikah diusia yang sudah menginjak kepala tiga itu. Apalagi jika dibujuk dan dijodohkan dengan anak-anak rekan bisnisnya selalu saja gagal dengan dalih tidak cocok.“Mau sampai kapan melajang terus?”“Sampai bertemu dengan pasangan yang pas dan cocok.”“Halah! Gimana mau ketemu yang pas dan cocok kalau setiap disuruh kencan saja kamu banyak alasan. Ibu itu pusing lho, Res.”“Sudah lah, Bu. Tidak usah dibikin pusing apalagi mumet. Jalani saja seperti air mengalir.”“Mulutmu kui ngomong enak banget. Ora isin mbe adikmu, heh,” omel Sekar—Ibunda dari pria bernama Antares ini. “Nadia anake wis loro. Cepetan nyusul toh, Le,” desaknya lagi. dengan khas logat jawanya.“Iya, Bu, iya. Besok Ares nyusul kalau enggak kesiangan.”“Kamu ini kalau dibilangin suka ngeye
Setelah menolak ide gila dari Rayyan membuat Anin merasa bimbang. Pasalnya, pria yang dicintainya itu tetap keukeh tidak mau bertanggung jawab dan terus memberikan usulan ide untuk menggugurkan kandungan.Anin yang sudah merasa berdosa karena melakukan itu di luar ikatan suci pernikahan saja membuat hidupnya terasa tidak tenang. Dan, ini akan ditambah dengan menggugurkan janin yang tidak bersalah ini?Mendengar suara ribut-ribut di luar kamarnya membuat Anin segera bergegas keluar dan ingin mengatakan hal jujur ini kepada Papa dan Mama-nya. Anin hanya butuh dukungan untuk mempertahankan janin dalam kandungannya meski Rayyan tidak menginginkan anak ini ada.Ceklek.Belum sempat keluar kamar Anin sudah disuguhkan pertengkaran kedua orangtuanya di sana. Papa-nya selalu marah jika sang mama tidak bisa mengurusi segala yang diinginkannya itu. Dari celah pintu, Anin melihat sang papa menampar mamanya dengan keras.PLAK.“Istri tidak tahu dir
Anin terkejut mendapat tamparan dari sang papa. Bahkan sang mama hanya menangis saja sambil memeluknya erat.“Anin, apa itu benar, Nak?” tanya Rosa, memastikan.Anin mengangguk sambil menitikan air matanya.Budi langsung mengusap wajah frustrasi. Kedua tangannya langsung bertolak pinggang dan menatap sengit ke arah Anin. “Siapa yang melakukannya? Rayyan, hah?!”“Iya, Pa.”“Shit! Kamu tahu sendiri kalau Papa itu lagi nyalon pemimpin daerah, kan? Kenapa kamu membuat skandal seperti ini, hah! Memangnya kalian tidak menggunakan pengaman? Kenapa bisa sampai hamil, Anin! Kalau semua orang dan wartawan tahu soal kehamilan kamu ini. Bisa-bisa reputasi Papa yang sudah dibangun susah payah akan lenyap begitu saja. Mereka akan berpikir kalau Papa tidak bisa mendidik anak dengan baik. Kamu tahu sendiri jika Papa dan Mama ini sudah terkenal sangat merakyat. Ramah tamah, dan peduli kepada kondisi rakyat. Sekarang kamu ma