Taveti tidak berkomentar. Atau lebih tepatnya ia tidak tahu harus berkata apa mengenai berita yang ia terima pagi ini. Apakah ia terkejut? Tidak sama sekali. Hanya saja ia tidak pernah menduga hal ini akan terjadi.
"Itu yang mereka lakukan?" tanyanya menegaskan dengan tatapan kosong.
"Ya, Tuan." Sergio mengangguk. "Itu benar dan faktanya memang seperti demikian. Nona Yepa sendiri yang membuat skandal tersebut."
Karena ia sudah berjanji pada Yepa akan mendukungnya secara penuh, apa yang bisa ia perbuat? Oh, dirinya bukan termasuk tipe makhluk yang usil pada keluarganya sendiri.
"Cucuku yang satu ini benar-benar …," desahnya. "Coba tebak. Jika aku dan dia ada di generasi yang sama, maka bukankah anak ini akan m
Beda situasi, lain pula penanganannya. Yepa berdandan cantik demi mengantar kepergian Deska yang hendak mengadakan perjalanan bisnis. Ia sengaja melakukan tindakan tersebut sebagai tanda kenangan manis terakhir di antara mereka berdua.Ia menghias surai panjang cokelat kemerahan lurusnya yang indah dengan sebuah jepit rambut berbentuk kepingan salju pemberian pria itu. Ia mengenakan gaun pendek serta sepatu putih kesayangannya dengan penuh senyuman. Dengan hiasan wajah sederhana, ia terlihat semakin memesona. Bak peri keindahan yang sangat molek."Hm, apa lagi yang kurang, ya?" Yepa mematut diri di depan cermin sembari mengetuk dagu. Mencoba mengingat apa yang te
"Cincin⁵!"Gelas-gelas saling beradu dan semua orang meneguk minumannya dalam sekali jalan.Yepa tampak sangat puas. Ia memandangi meja prasmanan dengan tatapan lapar yang sangat kentara. Mereka semua adalah hidangan favoritnya!"Kakek, kau memang luar biasa! Kau sangat mengerti aku!"Taveti tidak bersembunyi dan tertawa dengan bangga. Ia mengaitkan lengannya ke leher Yepa dengan sikap yang sangat alami. "Oh, Sayang, apa yang tidak untuk cucuku yang manis ini, hm?""Ah, Kakek, kau pandai membuatku senang!" Tanpa ragu Yepa memberi sebuah kecupan genit di pipi Taveti dengan nakalnya."Anak i
Jika sebelumnya Yepa hanya pasrah menerima pengaturan dari orang lain, maka kali ini dirinya sendirilah yang melemparkan siasat busuk tersebut. Ia sudah bosan menjadi korban dan ingin mencicipi rasa sebagai pihak pengendali.Lantaran ia telah memutuskan untuk membuka identitas sejatinya, ia memulainya dengan memperlihatkan wajah di banyak pertemuan dengan sang kakek dalam waktu singkat. Meski semua hanya terjadi di dalam kota, itu sudah cukup baginya. Lagipula sisi yang hendak ia pancing hanya ada satu.Dalam kurun tersebut ia sudah melakukan banyak hal dan persiapan matang tanpa memedulikan pandangan beberapa individu yang mungkin mencercanya dari belakang. Karena beda golongan, lain lagi perlakuannya. Tidak bisa memukul rata segala sesuatu.Zalka yang mencium hal ini hanya
Antara mendengar dari mulut orang lain dan melihat dengan mata kepala sendiri memang bagaikan langit dan bumi. Ingin menolak kenyataan yang tampak, tetapi fakta telah membuktikannya tanpa kata-kata.Dari balik kaca jendela mobil penumpang belakang, sepasang mata hijau itu menyaksikan interaksi Yepa dan Taveti yang sangat manis. Jadi, rumor yang beredar itu ada benarnya? Deska tidak memerhatikan mereka lagi dan menekur dengan penuh pertimbangan.Sudah dua hari berlalu sejak ia kembali ke Venesia. Namun, ia tidak memberitahukan tentang keberadaannya kepada siapa pun termasuk ayahnya sendiri, Zalka. Ia hanya ingin memastikan seraya membuat keputusannya sendiri. Kini ia meyakini hati nuraninya yang bersalah. Setiap langkah yang ia ambil belum tentu menghasilkan akhir yang dirinya kehendaki.
Pantas saja ia tidak bermimpi apa-apa tadi malam. Ternyata ini!Laiv hanya melongo di ambang pintu. Sementara Sergio tersenyum ramah tamah padanya."Tuan Laiv, apa Anda dapat mendengar saya?""A-ah, ya, ya!" Laiv mengerjap. Kemudian ia mengangguk dengan keras. "Aku dengar, aku dengar," balasnya gugup.Sergio mendesah dengan lega. "Karena Tuan Laiv sudah menerima kabar ini, apakah Anda bisa ikut dengan saya sekarang?""Saat ini juga?" tanyanya dengan wajah bodoh. "Harus, ya?""Ya, Tuan Laiv." Sergio mengangguk kecil. "Tuan mengundang Anda untuk makan malam bersama," ulangnya dengan jelas.
Yuvika menjawab telepon sambil berbaring di atas tempat tidur dengan suasana hati senang yang tak terbendung. Kalau tidak, ia pasti akan merasa bosan sampai mati karena dirinya tidak bisa pergi dengan bebas seperti biasa. Ini lantaran instruksi dari Deska. Mereka mesti bersembunyi setidaknya selama satu minggu penuh. Namun, baru hari ketiga, hal itu mulai berdampak padanya."Hei, ada apa denganmu? Kau tidak mau keluar bersama kami? Kau punya kenalan lain yang lebih menyenangkan?""Hm." Air mukanya menjadi masam. "Bukan begitu. Saat ini aku tidak boleh ke mana-mana. Mungkin minggu depan aku bisa keluar seperti biasa.""Ah?" Orang yang ada di ujung telepon tertawa. "Apa ini? Kau
"Tuan."Deska tidak membuka mulut dan malah menyesap kopi hitam sembari menebak apa yang hendak Benjamino sampaikan padanya."Ini Yuvika," tanggapnya langsung. "Apa yang dia inginkan kali ini?"Seperti yang telah Benjamino duga. Bosnya sudah mampu menerka hal ini. Ia pun menjawab dengan lugas dan hati-hati, "Dia ingin Anda datang ke kediaman Hirawan dan bermalam di sana."Air muka Deska berubah sedikit setelah mendengarnya. Anak itu ingin menggunakan pengaruh Taveti untuk menekannya? Bermimpilah! Ia tidak akan pernah membiarkannya mengambil apa pun!"Siapkan kendaraan dan beberapa hadiah kecil," katanya sambil menyesap lagi kopinya dengan amat santai. "Aku
"Dia bahkan tidak mau menyebut dirinya sebagai suami anak itu di hadapanku!" Refleks Yepa menjauhkan ponsel yang sedang berteriak itu dari telinga kanannya sambil meringis. "Oh, Kakek, jangan buang energimu untuk hal yang tidak berguna," katanya menenangkan. "Itu tidak bermanfaat untukmu." Taveti masih enggan untuk menyerah. "Tapi seharusnya dia memberiku sedikit wajah! Bukankah aku adalah tetuanya?!" "Setidaknya dia memberimu hadiah yang sangat bagus," timpal Yepa. "Kakek sangat menyukainya. Jadi, kalian impas, bukan?" "Yah, kau benar." Taveti