Home / Thriller / Samaran Terakhir / Naskah yang Tak Bisa Dihapus

Share

Naskah yang Tak Bisa Dihapus

Author: InkRealm
last update Last Updated: 2025-06-04 21:17:58

Naskah yang Tak Bisa Dihapus

Langit runtuh bukan karena hujan, tapi karena kalimat. Di atas Adrian dan timnya, frasa-frasa raksasa turun seperti meteorit api. Setiap kata adalah perintah, dan setiap perintah adalah kenyataan. Kepala Editor telah memulai revisi akhir.

“Kalimat ini... menghapus kami dari sejarah!” Rael berteriak sambil menghindari satu serangan berbentuk paragraf panjang yang hampir menimpanya.

Adrian mencoret di udara dengan pena peraknya, menulis pelindung baru: “Yang ditulis dengan cinta, tak bisa dipadamkan oleh kekuasaan.” Sebuah kubah cahaya menyelubungi mereka sesaat, cukup untuk memberi waktu berpikir.

“Kita tak bisa bertarung terus seperti ini!” ujar Eve. “Dia bukan hanya menulis realitas. Dia sedang menulis ulang kita, dari dalam ke luar!”

Di tengah kepanikan itu, suara dari masa lalu kembali menghantui.

Ayla.

Bayangan wanita itu muncul dari lembaran kenangan, wajahnya tidak berubah, matanya masih menyimpan luka pengkhianatan dan cinta yang belum selesai.

“Aku
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Samaran Terakhir   Tinta Terakhir

    Adrian memandangi ketiga naskah yang melayang di hadapannya masing-masing menyala lembut, seolah memiliki denyut kehidupan sendiri. Cahaya biru, merah, dan emas itu berpendar di wajahnya dan Lena, menciptakan siluet dua penulis yang berdiri di ambang akhir dunia mereka.“Jika kita memilih yang biru…” bisik Lena, “maka kamu akan tetap ada. Tapi aku akan hilang. Cerita akan selesai, tapi aku aku hanya akan jadi catatan kaki dalam ingatan pembaca.”Adrian menoleh padanya. “Dan merah berarti kamu akan tetap ada, tapi aku menghilang. Dunia melupakanku.”Lena menelan ludah. “Sedangkan emas…”“Emas adalah satu-satunya di mana kita berdua tetap ada. Tapi kita harus mengorbankan satu kenangan terpenting untuk menulisnya.” Suara Adrian nyaris retak. “Satu kenangan… yang membentuk siapa kita sebenarnya.”Mereka terdiam.Di sekeliling mereka, dunia terus runtuh perlahan. Langit mulai retak menjadi baris-baris kosong, tanah mengelupas menjadi paragraf tak terbaca. Karakter-karakter masa lalu Zara,

  • Samaran Terakhir   Menulis Tanpa Akhir

    Langit di dunia naratif itu mulai bergetar.Bukan karena gempa, bukan karena badai, melainkan karena tulisan yang tak kunjung selesai. Setiap huruf yang ditulis Adrian dan Lena kini melahirkan dunia kecil yang langsung tumbuh dan runtuh seolah-olah mereka sedang menulis di atas air yang bergelombang, tanpa dasar yang bisa dijadikan pijakan.“Ada yang salah,” ujar Lena, matanya terpaku pada halaman yang terus memudar. “Tulisan kita... tak menetap. Seperti ditolak oleh realitas.”Adrian mengangguk perlahan, menggenggam penanya. Ia menatap sekeliling bangunan yang sebelumnya mereka bentuk dari kalimat kini mulai retak. Pohon-pohon dari metafora meluruh, dan karakter pendukung yang dulu mereka hidupkan satu per satu mulai diam, kemudian menghilang seperti bayangan yang ditelan malam.“Aku pikir kita sudah menemukan ritme. Tapi rupanya, dunia ini menuntut sesuatu yang lebih dari sekadar kejujuran,” gumam Adrian. “Ia ingin... kesinambungan. Narasi yang tak boleh berhenti.”Lena terdiam seje

  • Samaran Terakhir   Pertempuran dalam Bayangan

    Bayangan itu bergerak lebih cepat, lebih nyata, meskipun tak satu pun dari mereka bisa menyentuhnya dengan fisik. Mereka bisa merasakannya, bisa melihatnya, tetapi tak ada cara untuk menghadapinya secara langsung. Setiap bayangan memutar tubuh mereka sendiri, menciptakan pola-pola yang aneh dan kabur, seakan menari di tengah kabut ketakutan yang mereka buat.Adrian melangkah maju dengan langkah yang mantap, tetapi dalam hatinya, keraguan mulai menguasai. "Jika kita tidak bisa menghindarinya, apakah kita bisa mengalahkannya?" Ia memandang bayangan itu yang kini berputar lebih dekat, seolah sedang menunggu waktu yang tepat untuk menyerang.Lena berdiri di sampingnya, wajahnya penuh dengan ketegangan. "Tidak ada yang lebih menakutkan daripada berhadapan dengan bagian dari diri kita sendiri yang kita benci, Adrian. Bayangan ini bukan hanya tentang apa yang ada di luar sana, tapi juga tentang apa yang ada di dalam kita ketakutan kita, penyesalan kita, keraguan kita."Adrian menatap bayanga

  • Samaran Terakhir   Dalam Bayangan Dunia Baru

    Dunia yang tercipta setelah keputusan mereka terasa seperti lukisan yang belum selesai. Gambarannya kabur, tetapi penuh dengan potensi yang tidak terbatas. Adrian dan Lena berdiri di pusat ruang yang kini dipenuhi dengan cahaya lembut yang bergerak perlahan. Ruang ini tidak memiliki batas seakan mereka berada di tengah-tengah alam semesta yang baru lahir, belum terstruktur, tetapi penuh dengan kemungkinan. Setiap langkah mereka meninggalkan jejak, tapi jejak itu bukanlah sesuatu yang nyata, melainkan pola yang semakin berkembang seiring mereka bergerak."Lena... kita benar-benar telah menciptakan sesuatu yang baru, bukan?" Adrian bertanya, matanya menyapu setiap sudut dunia yang terbentuk. Di sekeliling mereka, langit memantulkan warna yang belum pernah mereka lihat sebelumnya perpaduan antara biru, ungu, dan emas yang berpendar seperti aurora. Namun, meski indah, dunia ini terasa tidak stabil, seperti sesuatu yang bisa hancur hanya dengan satu kesalahan kecil.Lena mengangguk pelan,

  • Samaran Terakhir   Kembali ke Titik Awal

    Adrian dan Lena berdiri di hadapan dunia yang terbelah. Setiap fragmen yang terpisah tampak seperti potongan-potongan kalimat yang mereka tulis, kini terlempar ke dalam kekosongan, menunggu untuk disusun kembali. Kegelapan semakin mendalam di sekeliling mereka, seakan ada kekuatan yang lebih besar yang sedang menunggu keputusan mereka. Setiap langkah mereka di dunia ini kini terasa seperti taruhannya adalah segalanya tak hanya dunia mereka, tetapi juga segala sesuatu yang pernah ada, yang akan ada."Adrian..." suara Lena terputus, matanya dipenuhi keraguan. "Kita benar-benar bisa mengubahnya, kan?"Adrian menatap potongan-potongan kalimat yang berputar di udara, menciptakan pola yang tak terduga. Setiap potongan seolah memberi mereka petunjuk, namun juga jebakan. Mereka berada di persimpangan antara kebebasan dan kehancuran, antara penciptaan dan kehancuran total. Dunia yang mereka bangun kini terancam runtuh hanya karena satu kalimat yang harus mereka tulis."Jika kita menulisnya, ki

  • Samaran Terakhir   Takdir dalam Setiap Kata

    Kata-kata yang mereka tulis kini bukan hanya simbol atau rangkaian huruf. Mereka hidup. Mereka bernafas. Setiap kalimat yang tercipta membentuk struktur baru dalam realitas yang terjalin dengan dunia yang mereka ciptakan. Seperti seorang arsitek yang membangun sebuah kota dari batu bata yang terbuat dari pikiran, Adrian dan Lena kini menyusun dunia mereka dengan kesadaran penuh bahwa setiap pilihan akan mengubah jalan cerita mereka.Dunia baru ini terbungkus dalam kabut, seolah sedang menunggu untuk ditemukan. Setiap langkah yang mereka ambil membawa mereka ke wilayah yang lebih asing, lebih misterius. Namun, ada sesuatu yang tidak terasa benar. Seperti ada celah dalam dunia itu sesuatu yang menunggu untuk disingkap.Lena menggenggam buku yang mereka tulis bersama dengan erat. "Kita sudah menulis dunia ini, Adrian. Tapi semakin banyak yang kita buat, semakin terasa seperti ada sesuatu yang mengawasi kita."Adrian mengangguk, merasakan hal yang sama. Mereka sudah menciptakan begitu ban

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status