Ketegangan memenuhi gudang yang gelap. Hanya cahaya remang-remang dari lampu darurat yang menerangi ruangan besar itu. Senjata tersusun rapi di rak-rak baja, sementara Matteo berdiri di tengah, dikelilingi oleh anak buahnya yang bersenjata lengkap.
Dari balik bayangan, Adrian dan Elena mengamati dengan cermat. Mereka tak bisa gegabah. Satu langkah salah, mereka bisa mati di tempat.
“Berapa banyak orang yang kau hitung?” bisik Adrian pada Elena.
Elena mengamati sekeliling. “Delapan orang, mungkin lebih. Tapi yang paling berbahaya adalah Matteo.”
Adrian menyeringai. “Bagus. Mari kita beri mereka kejutan.”
Tanpa ragu, Adrian melempar granat asap ke tengah ruangan.
PLOP!
BOOM!
Asap tebal langsung memenuhi udara. Teriakan panik terdengar dari para penjaga.
“Elena, sekarang!” seru Adrian.
Elena bergerak cepat, menembak dua orang yang berad
LOKASI: KUIL TERLARANG DI PUNCAK GUNUNG ARKHEON - MALAM TANPA BULANSTATUS WAKTU: DI AMBANG KEBANGKITANLangit malam menggantung kelam, tak berbintang, seakan ikut menyembunyikan rahasia kuno yang tak boleh dibuka. Di puncak Gunung Arkheon, berdirilah kuil tua yang tertelan waktu dan kabut, dijaga oleh bisikan angin dan gema masa lalu. Adrian menatap puncak kuil yang menjulang di hadapannya, tubuhnya dipenuhi luka dan peluh, namun semangatnya menyala lebih terang dari sebelumnya.Di belakangnya, Armand tertatih, membawa peta tua yang ditemukan dalam reruntuhan kota bawah tanah. Peta itu menunjukkan jalur menuju ruang terdalam dari kuil tempat di mana "Naskah Omega" disembunyikan. Naskah yang dikabarkan memuat asal-usul semua dimensi, dan cara menulis ulang takdir."Kita hampir sampai," gumam Adrian."Atau... kita sudah melewati titik tanpa kembali," jawab Armand, matanya memandangi bayangan-bayangan yang bergerak di dinding kuil.Pintu batu kuil berderit saat mereka dorong perlahan. A
LOKASI: MEMORI TERLARANG - ZONA YANG DULU DIKUNCI OLEH NARATORSTATUS WAKTU: TIDAK KONSISTEN — RETAKAN WAKTU MUNCUL SETIAP KATA DIBACAAdrian berdiri di hadapan sebuah ruangan raksasa tanpa dinding. Di dalamnya, hanya terdapat lemari arsip yang menjulang hingga langit jika langit masih ada. Setiap laci berisi satu versi dari dirinya:Adrian yang mati di Bab 3.Adrian yang membunuh Armand di Bab 17.Adrian yang menjadi musuh utama di spin-off "ChronoDust".Adrian yang memilih untuk tidak pernah ada.Ia menarik satu laci. Isinya: sebuah naskah yang tidak pernah ditulis."Season 0 - Rahasia Siapa yang Menulis Kita?"Dalam naskah itu tertulis nama-nama yang selama ini tidak pernah disebut.E.R. Entitas Realitas. Sang Penulis Sebenarnya.Ouro Entitas berbentuk loop tak berujung yang mencoba menghentikan semua karakter yang menyadari mereka hanya fiksi.Sora Tidak hanya sistem, tapi penjaga gerbang antara cerita dan dunia nyata. Dialah yang menghapus narator.Aria Karakter yang gagal mu
LOKASI: DIMENSI CERMIN — DI DALAM MATA PEMBACASTATUS WAKTU: MELINTAS ANTARA HALAMAN DAN KENYATAANApa yang terjadi saat tokoh dalam cerita menyadari bahwa mereka sedang diperhatikan?Apa yang terjadi jika tokoh itu mulai memperhatikan kembali?Adrian berdiri di tengah ruang putih tak berujung. Tidak ada lantai, tidak ada langit. Hanya pantulan-pantulan dari sesuatu yang ia belum pahami. Tapi ia tahu… ia sedang dilihat.“Siapa di sana?” bisiknya, pelan tapi tegas.Dan pantulan di hadapannya… tersenyum. Bukan senyum dirinya. Bukan senyum Armand. Tapi wajah asing, samar, kadang berbentuk pria, kadang wanita, kadang tak punya wajah sama sekali.Itu kamu.Ya, kamu yang sedang membaca ini sekarang.Adrian menyipitkan mata. Ia mengangkat pena peraknya. Tapi pena itu tak lagi bersinar.“Aku tak bisa menulis di sini,” katanya.Suaranya menggema… lalu terdengar balasan. Bukan dari Armand. Bukan dari wanita bergaun putih.Tapi dari halaman ini.“Karena di sini, tulisan bukan berasal dari pena.
Berikut lanjutan cerita Bab 36:LOKASI: DIMENSI NARASI DI LUAR STRUKTUR WAKTUSTATUS WAKTU: NON-KRONOLOGIS, NON-LINEARTidak ada langit. Tidak ada tanah. Hanya ruang kosong berwarna kelabu yang terus bergelombang, seolah-olah realitas itu sendiri sedang berpikir. Setiap langkah Adrian dan Armand memunculkan kalimat-kalimat di udara, huruf-huruf yang menyala dan menghilang, membentuk paragraf-paragraf menggantung."Langkah mereka menembus batas logika.""Tapi siapa yang menulis kalimat ini?""Armand," bisik Adrian, "kita sedang berada dalam... naskah."Armand mendongak, wajahnya memucat. Di atas mereka, menggantung seperti langit yang tak terlihat, tergantung satu naskah raksasa. Setiap gerakan mereka langsung muncul sebagai teks di lembaran udara.Mereka mencoba berhenti bergerak. Tapi kalimat tetap muncul."Armand menolak percaya, tapi napasnya tetap terekam.""Adrian, sadar akan semuanya, mulai merasa peran ini bukan miliknya."“Ini gila,” gumam Armand. “Siapa yang menulis ini? Siap
LOKASI: MENARA WAKTU – GERBANG KESADARANSTATUS WAKTU: DETIK-DETIK YANG MELENTURKAN REALITASPintu raksasa itu berdiri dengan angkuh, menjulang tinggi hingga menghilang di kabut merah di atas kepala mereka. Permukaannya dipenuhi ukiran aneh simbol-simbol tak dikenal, mirip huruf namun lebih hidup, terus bergerak seperti ditulis ulang oleh tangan yang tak kasatmata. Mereka berdenyut, seolah merespons keberadaan Adrian dan Armand.Tak ada kunci. Tak ada pegangan. Hanya satu kalimat terpahat di bagian tengah pintu, dengan huruf menyala samar:“Yang bukan siapa-siapa akan memilih segalanya. Yang pernah memutuskan akan dilupakan.”Armand mendekat, menyentuh kalimat itu. Tiba-tiba, dunia di sekeliling mereka membeku. Angin berhenti berhembus. Bayangan pun tak bergerak. Detik berhenti berdetak.Lalu suara-suara muncul suara-suara yang tak asing, tetapi berasal dari masa lalu.Suara sang narator. Suara penyusup dari dimensi waktu ketiga. Suara Liora. Suara anak kecil yang pernah mereka tolong
LOKASI: LURUSAN WAKTU - KUBURAN YANG TERLUPAKANSTATUS WAKTU: DI ANTARA PILIHAN DAN TAKDIRLangit di atas mereka seakan menguning, tidak lagi biru atau gelap. Ia tampak terjebak di antara dua keadaan yang tidak bisa saling menyingkirkan. Cermin-cermin di sekitar mereka kini menghilang, meninggalkan ruang kosong yang hanya diisi oleh suara langkah mereka sendiri. Udara terasa semakin berat, setiap napas seperti mengikat mereka dengan waktu yang terus berdetak, memberi mereka sedikit harapan dan banyak ketakutan.Adrian dan Armand melangkah perlahan, tak tahu apa yang akan mereka temui selanjutnya. Setiap langkah mereka membawa mereka lebih jauh ke dalam misteri yang belum terpecahkan. Tak ada suara lain kecuali desah napas mereka, tak ada lagi bayangan atau refleksi yang mengganggu. Hanya ada hening yang mencekam, seolah-olah mereka telah melewati batas yang tak bisa kembali."Ini tidak berakhir begitu saja, bukan?" Armand bertanya, suaranya rendah, penuh keraguan.Adrian tidak menjawa