Share

BAB 3. Boneka kaca itu.

Penulis: Enik Wahyuni
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-24 06:37:46

     Sampai Kapanpun, Aku Tetap Milik Ibuku

Bab : 3

Oleh: Enik wahyuni

Dan sungguh, aku tercengang melihat apa yang ada di depan mataku. Nampak boneka kaca punya Sania pecah berhamburan di lantai. Bagaimana Vino bisa mengambilnya? Sedangkan Salma selalu rapi menyimpan barang yang gampang pecah, apalagi ini, boneka kaca yang dulu Salma beli sewaktu kita jalan-jalan di kota.

"Fera, ini kok bisa Vino mainin boneka ini? Ini kan tempatnya di dalem lemari, kok bisa sampe pecah?" tanyaku kepada Fera.

"Iya tadi Vino minta diambilin boneka itu, yaudah aku ambilin aja, eh malah pecah," ucapnya tanpa merasa bersalah. 

"Fer, ini kan boneka mahal, punya Sania, harusnya kalau tempatnya di dalam lemari jangan dibuat mainan, pecah kan sekarang," ucapku kepada Fera.

"Yaudah sih, Mas, ntar beli lagi, Vino kan juga gak sengaja mecahin barangnya, tadi dia nangis minta yang di dalam situ, yaudah aku ambilin," ucap Fera kemudian.

Iya juga sih, Vino memang tak sengaja melakukannya, mau dimarahin juga percuma, gak bakal balik jadi utuh lagi kan, tapi nanti bagaimana kalau Sania menanyakan boneka kesayangannya.

Duh, bagaimana kalau Salma sampai tahu kalau boneka kaca kesayangan Sania pecah ya? Ini boneka langka dan antik, pernak-perniknya bagus, memang teksturnya dari keramik, tapi bagus banget buat hias lemari kaca, memang kesukaan Sania. Karena warnanya yang unik dan bentuknya yang langka, akhirnya Salma membelikan boneka itu. Bagus buat hiasan lemari kaca disini, aku aja suka memandangnya apalagi Salma.

Ada apa, Mas? Apa yang pecah?

Degh!

"Mas, ini kan boneka keramik punya Sania, kenapa bisa pecah, Mas?

Pertanyaan Salma membuatku lemas, jantungku mulai berdetak tak karuan, bagaimana cara menjelaskannya? 

"Yaudah sih, Sal, orang udah pecah, Vino juga gak sengaja mecahin kan," ujar Ibu akhirnya bersuara juga.

Huh, semoga saja Ibu dan Fera bisa menjelaskan ke Salma dan Salma tidak marah nantinya. 

"Iya, timbang boneka begitu juga di pasar banyak, ribet amat sih," ketus Fera.

"Kok, bisa di tangan Vino? Itu kan tempatnya berada di dalam lemari?" tanya Salma.

"Vino yang minta Sal, memangnya kenapa kalau Vino itu minjem yang di lemari, ya, kalau pecah memang Vino gak sengaja, masa anak kecil mau dimarahin? Ibu berucap juga.

"Aku gak mau ya, kamu seenaknya mengambil barang-barangku di rumah ini tanpa seizinku," ketus Salma, tangannya menuding ke arah Fera.

"Ini kan rumah Mas ku, jadi rumahku juga, Mbak Salma jangan sok berkuasa sendiri deh, baru jadi istrinya Mas Rama aja belagu banget," sinis Fera, tangannya berkacak pinggang di depan Salma.

"Lihat tuh, Ram, istrimu, masa sama adikmu begitu, kita tuh tamu bukannya dihormati malah diajak ribut tengah malam," ibu ikut bersuara membela Fera.

"Udahlah, cuma gara-gara boneka pecah saja dipermasalahkan, Udah Sal, mendingan kamu tidur lagi aja, gak baik juga kedengeran tetangga, emang kamu gak malu," ucapku menengahi.

"Ajari mereka caranya untuk minta maaf dengan benar, Mas," lirih Salma.

"Kamu menyuruh Ibu meminta maaf sama kamu? Yang ada kamu yang meminta maaf, Sal, Ibu jauh-jauh kesini untuk mencari ketenangan, malah kamu ajak ribut terus," ujarku kepada Salma, biarin, biar dia paham bagaimana caranya menghargai orang tua.

Nampak mata Salma berkaca-kaca, lantas dengan langkah gontai dia berlalu menuju kamar. Namun bukan aku tak peduli, bukan, aku hanya menunjukan sikap yang berusaha adil di antara keluargaku disini. Istriku harus tahu cara bersikap ke orang tua itu seperti apa.

"Bagus, Rama, memang kamu harus tegas sama istrimu, Ibu bangga sama kamu, kamu anak laki-laki Ibu satu-satunya. Siapa lagi yang membela Ibu kalau bukan kamu," ucap Ibu sambil menepuk bahuku.

Benar juga apa yang dikatakan Ibu, memang aku anak lelaki satu-satunya, tugasku ya, menjaga Ibu dan mendidik istri dengan benar agar bisa menghormati Ibu.

"Lebih baik Ibu sekarang istirahat, udah malem, Rama juga mau istirahat, Bu," ucapku lirih kepada Ibu.

"Ntar lah, Ram, ini masih seru nontonnya, lagian cemilan Ibu juga belum habis, kamu kalau mau tidur, tidur aja dulu sana," ucap Ibu merajuk, ah Ibu, mana bisa aku kalau ibu udah manyun begitu.

"Fer, itu anakmu cepetan diajak tidur, udah malem juga kan, gak bagus tidur malem-malem buat Vino," ujarku kepada Fera.

"Vino masih belum mau tidur, Mas, biarin lah yang penting anteng kan, udah aku mau menemani Ibu dulu," ujar Fera lantas duduk dengan Ibu di depan TV.

Nampaknya mereka masih ingin bercengkrama, biarlah, mungkin lagi menikmati malam dengan Ibu. Ah, yang penting mereka bahagia berada disini. Biar sajalah, toh jika mereka ngantuk mereka akan tidur sendiri.

-------------------

Aku bergegas ke kamar ingin merebahkan diri, rasanya sungguh penat sekali ingin segera tidur. Masih ku dengar suara Ibu dan Fera yang bercanda di depan TV. Ingin segera melayang ke alam mimpi, tapi rasanya sulit sekali memejamkan mata.

Kulirik Salma, nampak bahunya sedang berguncang. Ada apa? Kenapa dia belum tidur? Sepertinya dia sedang menangis. Nampak sebelah tangannya memegangi dadanya, menekan, lantas menghembuskan nafas panjangnya. Sepertinya sesak sekali Salma merasakannya. Seketika diri ini diliputi rasa bersalah. Ketika ingin memegang bahunya, menenangkannya, namun egoku menolak. Rasa gengsi menghinggapi, hingga aku urung mendekatinya.

Sebenarnya ada apa, Sal, kalau gara-gara masalah tadi seharusnya kamu lebih baik mengalah saja. Ibu dan Fera adalah keluargaku, seharusnya Salma juga memuliakannya.

Ketika mata ini ingin terpejam, tiba-tiba bayangan masa lalu hadir memenuhi ruang ini. Salma yang waktu itu cantik sekali, banyak laki-laki yang mendekatinya. Namun aku yang paling beruntung karena Salma memilihku. 

Aku tersenyum sendiri mengingat kejadian itu, Salma dengan malu-malu mengatakan kesanggupannya menikah denganku. Ah, seketika aku adalah orang paling bahagia bisa mendapatkan Salma. 

"Mas Rama sangat mencintai Ibunya, pasti nanti bisa menghargai istri juga. Pepatah bilang, jika ingin melihat kebaikan laki-laki itu, lihatlah perlakuan dia dengan Ibunya." ujar Salma waktu itu. Lihatlah, dia saja pernah berucap seperti itu.

Harusnya dia senang, bukan, melihat suaminya berbakti kepada Ibunya. Kenapa sekarang malah seakan dia sedih. Kulirik Salma, bahunya sudah tenang. Mungkin dia sudah tidur. Nampak nafasnya juga teratur. Aku akan berusaha mengembalikan kepercayaanmu seperti waktu itu Sal, tenang saja. 

Kupejamkan mata ini, berharap esok pagi aku bisa membuka mata ini dengan indah, dengan celotehan riang Salma, Sania juga dengan Ibu. Semoga mereka bisa akur seperti waktu dulu. Dan Salma pun tak akan kerepotan lagi mengerjakan rumah, karena pasti juga dibantu dengan Fera juga Ibu. Ah, bahagianya anak lanangmu ini, Bu.

*********

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Hersa Hersa
laki² tolol bin goblok mah kieuu.. rasanya gak pernah liat mertua kayak ginian..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Sampai Kapanpun, Aku Tetap Milik Ibuku   BAB 154, ENDING SEASON 2.

    BAB : 154.ENDING.***Suasana pernikahan begitu ramai dan ceria, terlihat di wajah cerah sang pengantin. Daffa dan Lean, yang begitu banyak melewati jurang terjal, akhirnya mencapai kebahagian, dengan mengikat janji suci sakral kebahagiaan mereka. Zeanna mendekat, dengan wajah bahagia plus haru, memandang sendu pada sang menantu.“Duh, mantu Mama cantik banget sih. Iya kan Pah?” ujar Mama mertua yang kini tengah berada di depan Lean.“Makasih, Ma, Pa,” sahut Lean dengan senyum malu malu. “Selamat Lean sayang, kamu sekarang udah jadi istri orang, Nak. Jadi tidurnya udah nggak sendiri lagi, udah nggak sama Bibi juga. Jadi Bibi minta, kamu kalau tidur nggak boleh ngigau ya,” ujar Bibi sambil memeluk Lean.Mendengar ucapan Bibi spontan mertua Lean tertawa. “Bibi mah kalau ngucapin selamat ya udah, selamat aja! Nggak usah bahas tidurnya Lean juga kali!” Lean menggerutu, pura pura manyun.“Ye, Bibi kan cuma bilangin.” Mulut Bibi mencebik, membuat Lean sendiri gemas lantas memeluknya.“Le,

  • Sampai Kapanpun, Aku Tetap Milik Ibuku   BAB 153. SEASON 2

    BAB : 153Ketika Pernikahan Terjadi.***~Lima Bulan Kemudian.“Mbak Lean cantik banget. Subhanallah, cantiknya…!” puji MUA yang menangani Lean saat ini. “Soalnya Mbak Lean tuh dari sananya udah cantik, jadi dipoles sedikit aja udah luar biasa cantiknya. Aku yakin, nanti suami Mbak Lean nggak berkedip lihatnya!” Imbuhnya lagi, sembari merapikan baju yang dikenakan oleh Lean kali ini. “Ah, Mbak terlalu berlebihan deh, semua wanita kalau dirias seperti pasti cantik, kan.” Sambil tersenyum di depan cermin Lean berucap.“Itu mah pasti. Tapi nggak tau lo Mbak, sebagai MUA aku seneng rias Mbak Lean tuh. Cantik!” ucap MUA lagi.“Saya keluar sebentar ya, Mbak. Bentaran!” Pamitnya, lantas berlalu pergi meninggalkan Lean yang masih mematut diri di cermin.Perempuan cantik dengan berbalut kebaya putih nan megah itu tengah mematut diri di cermin. Ya, Leandita Herlambang kini akan segera melepas masa lajangnya hari ini. Mengikrarkan janji suci di depan penghulu dengan seseorang yang dicintai adal

  • Sampai Kapanpun, Aku Tetap Milik Ibuku   BAB 152 SEASON 2.

    BAB : 152Rahasia Tentang Kinara.***Daffa langsung mengambil ponselnya ketika ada pesan yang masuk. Ia membuka pesan tersebut, senyumnya mengembang karena ternyata Restu yang berkirim pesan. Namun matanya seketika membulat setelah melihat apa isi pesan tersebut."Kenapa, Daff?" tanya Zeanna ketika melihat raut wajah Daffa yang terlihat tak bersahabat."Kinara, Mah. Ternyata Kinara selama ini menjadi istri simpanan Koswara. Ini Restu yang baru saja mengabari." Papar Daffa, yang membuat sang Mama tercengang seketika."Kinara, Daff?" tanya Zeanna seakan tak percaya. Lean memilih diam, karena sebelumnya sudah menduga ke arah situ. Jika tidak ada sesuatu, mana mungkin Kinara terus dibelanya. Ternyata ini rahasianya."Mama mending baca sendiri, deh! Restu sudah menyita semua yang dimiliki oleh Kinara, termasuk rumah mewah yang ia tempati saat ini. Karena semua adalah milik Lean." Daffa melirik ke arah Lean seraya memberikan ponselnya pada Mamanya."Dan media sosial adalah hukuman yang pa

  • Sampai Kapanpun, Aku Tetap Milik Ibuku   BAB 151 SEASON 2.

    BAB : 151Mengunjungi orang yang kita cintai dalam keadaan sudah berada di pusara, itu sangatlah mengiris hati.***“Mama, semoga Mama tenang di sana, Ma! Lean ikhlas melepas Mama!” ucap Lean di depan pusara sang Mama.Pagi ini Lean dengan ditemani oleh Daffa sedang berziarah di makam sang Mama. Air mata Lean kembali luruh melihat sang Mama yang kini benar benar telah tiada. Sedangkan sejak tadi Daffa menenangkan Lean dengan terus mengelus punggungnya. Setelah lima hari pasca pulang dari rumah sakit, Daffa baru berani membawa Lean bepergian. Selain takut Lean kelelahan, ia juga takut luka Lean masih belum sembuh benar.“Sabar ya, Le.” Daffa terus menguatkan Lean yang terlihat rapuh. Ia mengelus pundak Lean yang sejak tadi berguncang. Sungguh, ia tak kuasa melihat Lean yang terus menangis seperti ini. Hatinya perih, melihat orang terkasihnya sedih. Sudah banyak air mata yang Lean tumpahkan, dan sekarang kembali ditumpahkan di pusara sang Mama.“Lean pamit ya, Ma,” Lean mencium pusara

  • Sampai Kapanpun, Aku Tetap Milik Ibuku   BAB 150. SEASON 2

    BAB : 150Setelah Kepulangan Lean.***~Satu minggu kemudian.Pagi ini terlihat sangat cerah, secerah hati Daffa dan Lean karena sedang berkemas pulang. Daffa sedang berkemas, sedangkan Lean baru saja keluar dari kamar mandi dengan keadaan yang lebih segar. Namun masih ada yang mengganjal hati Daffa, sehingga wajahnya terlihat murung. Lean yang menyadari itu langsung mendekat.“Mas kenapa? Kok kayak sedih gitu?” tanyanya.“Kamu yakin, mau pulang ke rumahmu Le? Lukamu masih belum sembuh banget lo, nanti kalau ada apa apa dengan kamu gimana?” tanya Daffa khawatir.“Lean nggak enak lah, Mas, sama Mama. Kalau dulu Lean ke rumahmu kan karena menjadi Sumi, terus sekarang apa alasanku untuk tetap bertahan di sana?” tanya Lean.“Ya tapi kan ada Bi Nina yang pasti juga kangen sama kamu Le. Mama aja nggak papa kok, kamu tinggal di rumah,” Rayu Daffa yang merasa berat pisah dengan Lean.“Nanti kalau Bibi kangen, tolong anterin ke rumah ya Mas! Bi Nina sangat sayang dengan Lean, ya… walaupun ia m

  • Sampai Kapanpun, Aku Tetap Milik Ibuku   BAB 149. SEASON 2

    BAB : 149Pengusiran Brenda dan Laura. Dan di sini, Laura merasakan pontang panting karena tak mempunyai pegangan.***"Maaf, para Bapak ke sini mau mencari siapa?" tanya Brenda yang kini merasa menjadi tuan rumah. "Perkenalkan, kami adalah orang suruhan Bu Lean. Boleh kami masuk?" tanyanya dengan menatap Brenda.Brenda merasa tercekat mendengar nama Lean. Bagaimana bisa Lean masih hidup? Bukankah waktu itu Koswara telah menembaknya? Walaupun akhirnya Koswara tertangkap polisi, dan kini Brenda yang menjadi pemenangnya. Ia hanya mematung di tempat karena syok. Syok menghadapi kenyataan, bahwa ternyata Lean masih hidup."Boleh kami masuk, Bu?" Brenda tersentak mendengar laki laki berumur 40 tahunan itu kembali memanggil."Bo-boleh, silahkan!" Brenda mempersilahkan mereka masuk, walau dengan tergagap.Mereka yang berjumlah empat orang pun kini masuk ke dalam rumah dan duduk berhadap hadapan dengan Brenda. "Begini, Bu. Kami mendapat tugas dari Bu Lean bahwa Bu Brenda dan juga Laura sege

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status