PoV TIWI ADELITA
H-1 hari pernikahan ...
Aku mendekati ibu yang tampak muram duduk di atas dipan kasur kamarnya sendirian.
“Ibu mikirin apa? Kok kelihatan lesu banget?” ku coba bermanis-manis pada ibu, sambil memijiti punggungnya, sebenarnya tanpa bertanya pun aku tahu wajah ibu kusut begini gara-gara si Oki sial*n itu.
Sejak Mas Herdi meminta bapak melunasi 60 juta kekurangan biaya sewa gedung dan catering 4 hari lalu, wajah ibu langsung berlipat-lipat setiap saat.
“Ibu mikirin Mas Herdi, Wi ...” Ibu menghela nafas berat, “Mau nikah kok sama perempuan sembarangan, sudahlah cuma tamat SMA, merongrong harta kita juga, ibu takut Herdi kenapa-napa.”
Aku pun begitu juga sebenarnya, tapi kali ini aku harus menenangkan ibu.
“Tenang Bu, setelah mereka nikah nanti ... kita bisa kasih pelajaran ke Oki! Supaya dia nggak berani macem-macem.”
Sayangnya, ibu seperti tidak mendengarkan ucapanku, tetap asyik dengan pikirannya sendiri.
“Sedih hati ibu, bisa-bisanya keluarga Oki seenaknya mempermainkan kita, Herdi bilang mereka setuju biaya pesta ditanggung 50:50, kenapa malah akhirnya semuanya kita yang tanggung?” ibu mulai curhat mengeluarkan uneg-uneg di hatinya.
“Kasihan Herdi sampai dimarahi bapak, belum pernah bapak marah kayak gitu sebelumnya,” lanjut ibu lagi. Aku cuma bisa mendengarkan ibu mengeluarkan keluh kesahnya saja.
Dalam hati, aku menyetujui setiap perkataan ibu. Memang benci sekali aku dengan si Oki itu, cewek missqueen kebanyakan gaya! Minta foto pre wedding mewah lah, belanja aja dia gesek kartu kredit si Mas, minta bedak 400 ribuan pula, harta kakak gue elo habisin demi kepuasan diri lo sendiri Oki ... Cih!
Bayangan Mas Herdi sedang berjalan melintas di depan kamar ibu terlihat dari sela bawah pintu, ibu segera memanggilnya.
“Herdi ... sini masuk!” seru Ibu.
Mas Herdi perlahan membuka pintu kamar dan menyibak tirai yang terpasang di depan pintu.
“Sini Herdi, duduk kamu!” perintah ibu. Mas Herdi langsung patuh mengambil posisi duduk di bawah lantai.
“Untuk pesta pernikahan kamu besok, Bapak sudah keluar uang banyak, tolong jangan kamu kecewakan keluarga! Jangan biarkan si Oki itu berpikir bahwa dia bisa semena-mena memperlakukan keluarga kita!” Pesan Ibu sungguh-sungguh pada Mas Herdi.
“Oke Bu, kalau sudah jadi istri Herdi nanti mah sudah enak Bu ... Herdi bisa berbuat apa saja, kalau sekarang kan belum bisa, masih harus bikin Oki yakin dulu ke Herdi, jangan sampai Oki batalin pernikahan!”
Aku terkejut mendengar ucapan Mas Herdi, seolah ia pun sudah tidak tahan dengan kelakuan Oki. Ckckckck ... aku awalnya pikir Mas Herdi dibutakan oleh cinta, syukur kalau Mas Herdi pun sudah tak sabar menunggu hari esok untuk ‘mendidik’ istrinya dengan benar.
*****
Aku memeriksa seserahan, ada 3 box yang tertutup mika plastik, dari mulai baju tidur, pakaian dalam, tas, sepatu, sengaja aku carikan yang reviewnya bintang 1 atau 2, barang-barang reject yang ada cacatnya tapi aku tak peduli, yang penting murah. Buat apa membelikan cewek matre itu barang bagus, sudah syukur Mas Herdi mau nikahin dia.
Aku cek pula kue seserahan, bolu 30 ribuan sudah menunjukkan kebaikan keluargaku ke keluarga Oki, bahkan kami memberikan 3 bolu, ada rasa original, rasa coklat, dan juga rasa pandan, kurang baik apa coba! Aku dengar-dengar Oki dari keluarga broken, syukur banget Mas Herdi dan keluarga kami mau berbaik hati menerima dia, tapi tentunya dia harus dididik dengan keras agar tidak jadi istri yang menyusahkan suami.
Seserahan sudah siap di ruang tamu, selesai, aku langkahkan kakiku ke arah dapur, tapi di depan kamar Mas Herdi yang pintunya terbuka lebar, aku lihat Mas Herdi sibuk memainkan hape.
“Lo lagi ngapain Mas? Itu kan hape ibu!” teriakku.
Mas Herdi terlihat kaget awalnya, tapi kemudian cuek saja, tetap asyik mengetikkan sesuatu di situ.
“Ya elah gue cuma pinjem sebentar, napa sih lo Wi, jutek amat!”
“Lo kok sering pake hape gue sama hape ibu nggak bilang-bilang dulu sih Mas!”
Mas Herdi beranjak dari kasur dan berjalan mendekatiku.
“Iyaa ... maaf-maaf! Dah minta maaf kan, puas lo? Nih gue kembaliin ...” Mas Herdi berjalan ke arah kamar ibu sambil tak lupa melepas angin dari perutnya, bau busuk langsung menyergap penciumanku.
“Hueeek ... parah lo Mas!”
*****
Sudah sekitar sejam ini, aku scroll scroll i*******m Oki Fariani. Bukannya kepo, ini namanya sedang mengenali musuh, strategi perang dari Sun Tzu kita harus mengenali musuh kalau mau menang.
Banyak postingan i*******m Oki yang tak ber-caption, jadi aku tak tahu apa tujuannya memposting itu. Kebanyakan di antaranya dia sedang berpose bersama cowok-cowok binaragawan, dengan otot menonjol di lengan, di perut, di kaki, menjijikan menurutku ... genit sekali Oki ini sampai minta foto bareng binaragawan.
Foto-foto lainnya memperlihatkan dia sedang jalan-jalan ke berbagai tempat. Ada yang kukenali sebagai tempat wisata Bromo, Yogya, Lombok, bahkan Bali.
Ckckckck ... licin juga ya si Oki ini, uang siapa yang dia habiskan untuk bisa jalan-jalan kayak gini?! Lihat aja nanti, gue bikin lo nggak bisa jalan-jalan ke mana pun. Di rumah aja lo biar kayak di penjara. Salah sendiri udah berani-beraninya masuk dalam hidup keluarga gue!
Tak sabar menunggu hari pernikahan Mas Herdi besok, aku sudah gosipkan Oki kepada om, tante, sepupu, biar semua ngerti dan kompak, harus waspada sama si licin Oki ini!
PoV OKI FARIANIAneh sekali, ada keganjilan kurasakan sejak masuk ke dalam ruangan rias pengantin ini. Saat aku lempar senyum ke arah Ibunya Mas Herdi, tidak ada balasan senyum yang kudapatkan, justru ibu tampak menekuk mukanya.Bahkan ketika Mamah ingin bersalaman dengan ibu, ibu malah memalingkan wajah dan tidak mengulurkan tangannya sama sekali. Lho, ada apa ini? Bukankah hari ini akan berlangsung akad nikah antara aku dan Mas Herdi? Mengapa sikap ibu malah dingin sekali?“Neng, ibunya Herdi kenapa?” Mamah yang jarang bicara padaku, sampai tak tahan menanyaiku.“Oki nggak tahu Mah, kemarin ibu masih kirim chat baik-baik saja kok. Bahkan Tiwi semalam juga masih chat Oki, katanya nggak sabar menunggu hari ini. Coba Oki tanya ke Tiwi ya ...”Mamah pun mengangguk, kemudian menuju toilet.Banyak yang mengatakan hari pernikahan adalah hari paling membahagiakan, tapi ... tidak dengan hari pernikahanku ini. D
PoV TIWI ADELITASengaja, kamar mas Herdi tidak kami bersihkan sama sekali. Keenakan si Oki kalau begitu, biarkan saja dia yang membersihkan dan merapikan. Sudah syukur dikasih tempat tinggal gratis gak perlu ngontrak.Aku menatap kamar Mas Herdi dan merasa puas karena kakakku satu-satunya itu sangat jorok, bukan hanya buang angin sembarangan, kamarnya penuh debu karena jarang ia bersihkan, lalu ... yang paling ku andalkan adalah suara ngoroknya yang bisa terdengar hingga 5 kilometer! Hahaha, si Oki dijamin gak akan bisa tidur nyenyak sekamar dengan Mas Herdi.Jujur, aku dendam sekali pada Oki yang telah membuat keluargaku kalang kabut karena pernikahannya dengan Mas Herdi. Setiap melihat postingan Oki di Instagram atau FB, aku langsung membalas dengan membuat postingan di IG story ku sendiri : DASAR CEWEK SOK CAKEP! Atau, CEWEK SIALAN LO!Tentu saja Oki takkan menyangka kalau status story
PoV OKI FARIANIIbu Mas Herdi membuatku menangis di hari pertama aku menginap di rumah mertua. Bukan apa-apa ... aku tak terbiasa memotong bawang merah dan daun bawang dalam jumlah banyak, sehingga dari mataku langsung meleleh air yang tak henti mengalir.Di sela-sela tangisan, dari ujung ekor mataku terlihat Tiwi menyunggingkan senyuman di depan pintu kamarnya, seperti bahagia menonton adeganku menahan kepedihan.Ah, tapi manalah mungkin Tiwi menertawakanku, dia baik dan care banget kok sama aku, dulu hampir setiap malam mengirim chat menanyakan kabarku, meskipun setelah hari pernikahanku dengan Mas Herdi ... tiba-tiba Tiwi berhenti mengirimkan chat. Meski demikian, aku tahu dia adik ipar yang baik.Sejak jam setengah enam pagi tadi ibu sudah menyuruhku memasak teh untuk seluruh anggota keluarganya, teh tubruk yang direbus di dalam mug besar, kemudian disaring dan dimasukkan ke d
PoV OKI FARIANI“Gajiku hanya empat juta sebulan Oki, jadi tolong atur dengan baik uang bulanan tujuh ratus ribu ini, kamu harus bersyukur dapat uang dari aku tanpa harus capek-capek bekerja di luar!”Jujur, aku sampai merinding mendengar ucapan Mas Herdi itu. Gaji seorang HRD lulusan S1 hanya empat juta Rupiah? Kalah dariku yang ‘hanya’ lulusan SMA?Ternyata aku salah besar, selama ini kupikir gaji Mas Herdi setidaknya mencapai sepuluh juta Rupiah. Dia bisa punya rumah, mobil, dan kartu kredit, dari mana semua itu?Kalau hanya empat juta, mengapa dia berani menyuruh aku keluar dari pekerjaanku di tempat gym?“Mas tahu berapa gajiku di tempat gym dulu?” Aku bertanya pada Mas Herdi, sekadar mengetes.“Cuma di tempat gym doang .. palingan satu setengah juta kan?”Aku kaget sekali mendengar pernyataan Mas Herdi yang
PoV OKI FARIANISorenya, ibu dan bapak mertuaku pulang dari kontrol ke Rumah Sakit, aku baru sadar mereka menaiki motor bukannya mobil, aku tebak ... mungkin agar hemat?!Aku bawakan tas tenteng ibu masuk ke dalam, dan menawarkan pizza yang masih utuh satu loyang besar barangkali mereka merasa lapar.Tak kusangka, ibu malah menyemprotku habis-habisan, apalagi begitu mata ibu melirik nyalang ke arah dapur, belum ada masakan yang jadi sejak pagi, dan aku beralasan karena tak bisa menyalakan kompor.“Anak jaman sekarang makan makanan gak bergizi kayak gini, bisa bikin sakit, ngerti kamu Ki?!” Ibu nenunjuk-nunjuk ke arah pizza pemberian Desi. “Memang orang rumahmu nggak ngajarin cara masak apa? Nyalakan kompor saja nggak bisa! Sudahlah cuma lulusan SMA ... masak nggak becus, kamu bisanya habiskan uang orang doang ya?”Deg. Seperti tersayat, hatik
PoV OKI FARIANIIbu menyodorkan hpnya padaku, minta dibacakan pesan masuk dari tante Nana. Aku ambil hp itu, aku bacakan dengan suara keras, lalu aku mengambil kesempatan memeriksa chat masuk dari nomor hpku di hp ibu itu.Aku search nama Oki, tidak ketemu, aku search nama menantu, mantu, istri Herdi, tapi nihil juga.“Ibu belum simpan nomor hp Oki ya?” Tanyaku akhirnya.Ibu terlihat kikuk. “Belum, kan kalau ada apa-apa bisa melalui Herdi!”Deg. Aku terkesiap.“Tapi dulu kan Ibu sering kirimin Oki chat ...” aku membabi buta mencari tahu kebenarannya.“Kapan? Ibu belum pernah chat kamu kok.”Bagai petir di siang bolong, pernyataan polos ibu itu sungguh amat mengejutkanku.“Oya, tolong balas ke Tante Nana Ki ... bilang
PoV OKI FARIANIAku sudah berjalan kaki cukup jauh, dan selama itu pula tidak ada tanda-tanda Herdi mengejarku. Kini kakiku melangkah gontai ke arah pom bensin, ada kafe di depannya.Ku rogoh saku daster yang kupakai, alhamdulillah ada hp, jadi aku bisa bayar pakai aplikasi. Tanpa ragu, aku masuk ke dalam kafe itu.Udara dingin dari Air Conditioner di dalam kafe langsung menyambut tubuhku yang berleleran keringat. Untung saja aku pakai daster Arab yang cukup cantik dan elegan, kalau tidak ... pasti terlihat aneh pakai daster kok masuk kafe.Setelah memesan kopi dan roti bakar, aku mencari tempat duduk yang nyaman.Ku buka chat di hp, mengecek apa saja yang pernah ibu dan Tiwi sampaikan padaku dulu. Sebenarnya aku sudah merasakan keanehan, tapi selalu kutepiskan.[Maaf, Oki, ini ibunya Herdi, Oki tau Herdi pergi ke mana? Sudah seminggu ini Herdi pergi da
PoV OKI FARIANIHingga Maghrib, tanda-tanda kehadiran Herdi untuk menjemputku tetap tak terlihat. Padahal Herdi pasti tahu aku kabur ke mana, tapi dia sepertinya tidak berusaha untuk mencariku.Antara senang dan jengkel, senang karena aku tak diganggu, jengkel karena ... sebegitunya tidak peduli setelah aku menjadi istri sahnya. Dulu waktu belum menikah, segala keinginanku dituruti, dibela-belain, tapi sekarang? Aku kabur pun Herdi santai saja, seperti tak ada harga dirinya aku sebagai istri.Aku merasa badanku sangat greges, masuk angin, mungkin karena tadi belum makan apapun malah langsung minum cappucino, atau karena sedang keringetan tiba-tiba masuk ruangan kafe yang ber-AC, sehingga angin mudah memasuki pori-poriku.Tiba-tiba saja rasa mual yang amat sangat membuatku terlonjak, aku segera berlari ke kamar mandi, dan uek uek di closet.Tante melihatku penuh arti.