"Ada masalah di gudang, aku harus segera pergi," jawab Ardiansyah dengan serius, mencoba menyembunyikan rasa cemasnya.Lidya khawatir, sepertinya Ada yang tidak beres dengan suaminya. Dia berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri dan sedikit terkejut ketika Kakek Hendra tiba-tiba berdiri di depannya."Maaf, Lidya. Bisakah kakek meminjam suamimu untuk sebentar? Ada sesuatu yang perlu dibahas." ucap Kakek Hendra dengan menganggukkan kepalanya."Kakek ... ah, ya."Lidya memberikan senyuman lemah, sebelum memperbolehkan Kakek Hendra untuk membawa Ardiansyah pergi.Ketika Ardiansyah pergi, Lidya merasakan rasa cemas yang makin membesar dalam hatinya. Ia tidak tahu harus berbuat apa, ketika tiba-tiba seorang pria tampan duduk di sampingnya."Malam, Nyonya Lidya. Bolehkah saya menemani Anda selama menunggu Tuan Ardiansyah kembali?" ucap pria tampan tersebut dengan tersenyum ramah."Terima kasih, boleh." Lidya menjawab sambil t
"Wartawan?" gumam Lidya memperhatikan.Lidya merasa sangat tersudut dengan situasi ini. Keberhasilan karirnya sebagai seorang artis, kini dicap sebagai pencari "sensasi" oleh banyak media. Semuanya terjadi sejak pernikahannya dengan Ardiansyah berlangsung ditengah-tengah gosip yang menimpa dirinya.Semua orang penasaran tentang persiapan pernikahan yang terbilang mendadak, juga karena sebelum ini mereka tidak pernah terlihat bersama.Lidya menatap ke arah wartawan yang kini mulai mendekat dan terus memburunya. Hingga bisikannya terdengar pelan ke telinga suaminya yang berada tepat di sampingnya."Aku tak tahu lagi harus bilang apa kepada mereka untuk klarifikasi," gumamnya lirih."Tenang, aku di sampingmu. Kita akan mengatasinya bersama-sama sesuai peran kita," bisik Ardiansyah memeluk pinggangnya posesif."Tapi bagaimana kita bisa menenangkan situasi ini?" tanya Lidya cemas.Gadis itu tidak mau jika terjadi keributan di tengah acara pesta tahunan perusahaan. Apalagi itu hanya karena
Lidya merasakan detak jantungnya meningkat dengan cepat saat Ardiansyah menjatuhkan bibirnya dengan lembut di keningnya yang sakit. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa suaminya yang keras kepala itu bisa selembut itu."Tidak apa-apa, Ard. A-ku baik-baik saja," ujarnya sambil menghapus air mata yang sudah membasahi pipinya."Shttt ... kamu selalu keras kepala. Biarkan aku obati, sama seperti dulu." Pria itu berbisik lembut, meminta Lidya untuk diam.Lidya merasa kebingungan dan sempat mengalami gejolak dalam hatinya. Terlebih saat Ardiansyah membisikinya dengan suara lembut seperti ini, hingga membuat jejak bibirnya tercium oleh Lidya.Di saat yang sama, suara-suara para wartawan terus terdengar dibelakang mobil mereka."Ardi, apa yang kau lakukan?" bisik Lidya dengan wajah merah padam saat ingat situasi yang ada."Aku hanya ingin memastikan bahwa keningmu tidak sakit, dan memarnya hilang," bisik Ardiansyah dengan nada menggoda.
Di dalam rumah, ternyata kakek Hendra sudah menunggu kedatangan mereka. Padahal tadi, saat mereka keluar dari gedung perusahaan dan meninggalkan acara, kakek Hendra masih ada di sana sebab acara memang belum selesai."Lidya, Ardiansyah. Bagaimana di luar, kalian aman?" Kakek Hendra menyambut mereka dengan senyuman hangat di wajahnya."Kami baik-baik saja, kakek. Terima kasih sudah datang menjemput kami," jawab Lidya dengan hormat - mengenai mobil sedan merah tadi."Ardiansyah, kakek sudah menyiapkan sesuatu untuk kalian berdua. Ada yang ingin kakek bicarakan," ujar Kakek Hendra serius.Ardiansyah dan Lidya saling bertatap muka, mencari tahu apa maksud dari kata-kata Kakek Hendra barusan."Sudah lama kakek ingin bicara dengan kalian berdua mengenai masalah ini," lanjut Kakek Hendra."Maksud kakek?" Ardiansyah bertanya, semakin penasaran."Kakek tua ini bukan anak kecil. Kakek sudah mengetahui tentang perjanjian antara kal
"Apa maksudmu pergi?" tanya Kakek Hendra terkejut.Kakek Hendra juga bingung dengan jawaban cucunya tadi, tapi itu membuat Ardiansyah tertawa kecil."Bukankah kakek meminta kami menjalani pernikahan ini secara benar, bukan lagi sandiwara?" tanya Ardiansyah, membuat kakeknya mengangguk tegas. "Nah, kami mau pergi malam pertamalah!""Ehh, hahaha ... dasar bocah gemblung!"Seketika itu, kakek Hendra tertawa terbahak-bahak sedangkan Lidya membelalakkan matanya terkejut dan malu dengan jawaban suaminya.Semua tersenyum lega dan tersenyum bahagia. Kegelapan yang sebelumnya menyelimuti hubungan mereka berhasil ditembus dan kini cahaya kebahagiaan kembali bersinar di antara mereka.Lidya dan Ardiansyah merangkul satu sama lain, melepaskan keterpurukan bayang-bayang tentang sandiwara pernikahan mereka agar bisa melangkah maju bersama menuju masa depan. Sekarang mereka tahu bahwa cinta sesungguhnya tidak bisa dipaksa, ditentukan oleh status sosial atau kesepakatan hukum. Dan mereka pasti berdua
Lidya bangkit dari posisi tidurnya kemudian berjalan menuju ke arah pintu yang menghubungkan ruangan kamar sebelahnya. Ia bertekad untuk membuat semuanya selesai malam ini juga.Ceklek!Ardiansyah yang sedang memperhatikan layar laptopnya menoleh cepat saat mendengar pintu terbuka, lalu Lidya masuk."Ardi, apakah... apakah kamu baik-baik saja?" tanya Lidya dengan hati-hati."Hm ... Sejujurnya, Lid, aku masih mencoba menerima semua ini. Tapi aku sedang belajar untuk memahamimu, juga situasi yang kita hadapi." Ardiansyah berusaha terbuka, dengan menutup laptopnya dan fokus dengan istrinya yang berdiri di depannya."Duduklah," pintanya memberikan tawaran.Lidya duduk di sofa yang ada di ruangan tersebut, lalu Ardiansyah berdiri dari duduknya kemudian berjalan menuju ke sofa dan duduk di sampingnya.Ardiansyah tersenyum tipis, tapi Lidya tidak bisa mengartikan senyuman tersebut. Apalagi menurutnya pribadi, pria yang telah menjadi "suaminya" itu memiliki kepribadian yang ganda sehingga cep
Tentu saja Lidya mengangguk pelan sembari tersipu malu, saat tangan suaminya itu kembali membelainya.Setelah membuat Lidya rileks, Ardiansyah membuka pakaian istrinya satu persatu secara perlahan-lahan. Menikmati setiap momen yang sebenarnya sudah ia nantikan."Ahh, Ard ...""Shttt ... tidak apa-apa," ujar Ardiansyah menenangkan istrinya yang gugup.Dengan sabar, Ardiansyah juga membimbing istrinya agar bisa membantunya melepaskan pakaian yang tersisa, kemudian setelah selesai, ia membuka satu persatu pakaiannya dengan tergesa.Pelan tapi pasti, Ardiansyah mulai melakukan apa yang sudah ia pelajari sejak lama meskipun belum pernah mempraktekkannya. Ia kembali mencium kening, turun ke hidung lalu bibir Lidya. Setelahnya ia membaringkan tubuh istrinya kembali dengan lembut.Dengan pelan-pelan dan penuh kesabaran, Ardiansyah mulai mengosok miliknya pada Lidya untuk pengenalan agar bisa membuat istrinya kembali mendesah nikmat. Tida
Lidya tetap memejamkan mata sambil membiarkan tubuhnya yang tertutup selimut tebal. Namun pikirannya masih terus memikirkan kata-kata terakhir suaminya yang menggoda dan membuatnya merinding sendiri."Kenapa harus sekarang?" gumamnya dalam hati.Namun tak lama kemudian, terdengar suara air yang mengalir dari kamar mandi. Lidya merasa lega bahwa ia masih bisa mengambil beberapa detik untuk merenungkan semuanya.Namun tiba-tiba, suara pintu kamar mandi terbuka dan Ardiansyah muncul dari balik pintu, memakai celana training dan kaos putih yang masih saja membiarkan beberapa bagian tubuhnya basah oleh air."Bangun sayang," pinta Ardiansyah sambil memeluk istri tercinta, tapi tidak dengan membuka selimut.Lidya merasa nyaman dengan pelukan suaminya yang hangat. Namun sekarang dia harus bangun dari tidurnya dan menghadapi apa yang akan terjadi selanjutnya."Apa yang akan kamu lakukan, sih?" tanya Lidya penasaran - membuka matanya."Aku masih ingin bermain, sayang. Apa aku tidak memiliki hak