"Emh ... aku juga tidak tahu, tapi aku merasa ada sesuatu yang salah, Ard. Apakah mungkin, kamu memiliki rahasia yang tidak kau beritahukan padaku?" ucap Lidya mencoba menerka-nerka."Rahasia? Ah, tidak ada. Aku tidak akan membuatmu cemas, Lidya. Aku berjanji padamu, bahwa aku tidak memiliki rahasia yang disembunyikan darimu. Mungkin seseorang hanya ingin mencoba memanipulasi kita, atau bahkan kamu telah dibuat bingung oleh segala sesuatu yang terjadi akhir-akhir ini." Ardiansyah mencoba menenangkan istrinya dengan lembut, ia merasa memang tidak memiliki rahasia apapun yang disembunyikan."Hm, syukurlah."Lidya merasa lebih tenang dengan jawaban suaminya dan ia merasa aman bersama Ardiansyah."Terima kasih, sayang. Kamu selalu mengerti aku dan membuatku merasa tenang," sambung Lidya dengan mengelus pipi suaminya - lalu mencium bibir Ardiansyah singkat."Aku selalu akan berada di sampingmu, sayang. Apapun itu!" ucap Ardiansyah memeluk istri tercintanya.Kini mereka menikmati makan mala
Kebersamaan keluarga Lidya dan Ardiansyah semakin terjalin erat dengan kehadiran anak kedua mereka yang bernama Ardila. Rafael sangat senang memiliki adik perempuan, dia selalu merasa senang bermain-main dan ikut serta merawat adiknya. Seiring berjalannya waktu, Ardila tumbuh menjadi anak yang cantik dan aktif.Sementara itu, Lidya semakin sibuk di rumah karena harus menjalankan tugas sebagai ibu rumah tangga dan juga merawat kedua anaknya. Namun, Ardiansyah selalu membantu Lidya dalam mengurus anak-anak dan juga memenuhi kebutuhan mereka. Mereka saling mengasihi dan merasa bahagia karena bisa bersama-sama selalu.Untuk pekerjaan, Lidya sudah lama tidak ikut campur dan menyerahkan sepenuhnya pada suaminya. Ia fokus di rumah sejak kehamilan anak keduanya, karena tidak ingin terjadi sesuatu pada saat ia hamil - trauma saat hamil pertama yang penuh drama.Saat ini, perusahaan Kusuma Group semakin maju, Ardiansyah semakin banyak waktu yang harus dihabiskan untuk bekerja. Namun, dia tetap
Lidya menatap layar ponselnya dengan ekspresi cemas, jari-jarinya mengetuk-ngetukkan permukaannya dengan gelisah. Setiap kata yang muncul di media sosial terasa seperti pukulan yang menusuk hatinya. Fitnah-fitnah yang menghantam karirnya selama beberapa bulan terakhir telah membuatnya terjebak dalam labirin kebencian.Dalam ruangan yang tenang, kecuali suara ketukan jari Lidya di atas layar ponselnya, terdengar suara langkah berat mendekat.Hendra Putra Kusuma, seorang pria tua dengan mata lembut namun berwibawa, masuk ke dalam ruangan itu."Lidya, aku punya sesuatu yang ingin kubicarakan denganmu," ucap pria tua itu dengan suara hangatnya.Lidya menoleh, matanya terlihat lelah namun penasaran. "Ada apa, kakek Hendra?" tanyanya dengan nada curiga."Duduklah sebentar, nak." Kakek tua itu duduk di kursi di seberang Lidya. "Aku sudah membicarakan hal ini dengan Ardiansyah.""Ardiansyah?" pikir Lidya, heran. "Apa hubungannya Ardiansyah dengan segala masalahku ini?" tanyanya kemudian.Pria
Pria tua itu terdiam, ekspresi wajahnya tampak khawatir. Meskipun ia adalah seorang pria tua, tapi kedudukan dan perannya di dunia bisnis bukanlah sembarangan.Dan dihadapan gadis belia ini, ia seperti seorang kakek tua yang tidak ada artinya. Meminta kerelaan sang gadis agar mau mengikuti rencananya."Kau harus percaya padaku, Lidya. Ini adalah yang terbaik untukmu dan untuk Ardiansyah juga," ujar pria tua tersebut."Jangan pikir kau bisa memainkan hidupku seperti boneka di tanganmu, kakek." Lidya, menjawab dengan menggeleng.Keduanya terdiam sejenak, Lidya menatap lelah pada secangkir kopi yang ada di genggamannya.Gadis itu masih duduk terdiam, membiarkan berbagai pikiran berkecamuk di benaknya. Sebuah pilihan besar terbentang di hadapannya. Ia merasa terjebak, dihadapkan pada situasi yang tak terduga."Lidya, aku tahu ini tidak mudah. Tapi percayalah, ini akan membantumu menemukan kedamaian." Kakek Hendra, berbicara lagi saat melihat kebimbangan yang menghiasi wajah Lidya."Kek, a
Di tengah sorotan media yang tak henti, gosip-gosip tak berdasar mulai menyerang reputasi Lidya. Ada banyak berita, baik tabloid dan media sosial dipenuhi dengan rumor-rumor yang mencoreng namanya.Di tengah-tengah ruangan rias, seorang asisten berbisik kepada Lidya, "sorry, Lidya, gosip-gosip negatif tentang lo makin merajalela tuh, di luar sana!""Lidya menahan napasnya sejenak, berusaha untuk tidak terpengaruh oleh kata-kata itu. Namun, gelombang gosip tak henti-hentinya membanjiri feed media sosialnya."Lid, mereka mulai menyebarkan berita palsu tentang hubunganmu dengan sejumlah produser. Gimana, lo mengatasinya?" tanya seorang temannya yang baru saja datang."Gue, nggak pernah melakukan hal-hal semacam itu. Kenapa mereka begitu kejam?" Lidya menggigit bibirnya, merasa frustasi.Namun, tak peduli seberapa keras dia menyangkal, gosip itu seakan telah menempel erat pada identitasnya yang sekarang. Semua itu membayangi setiap langkah yang dia ambil, memunculkan keraguan di antara pa
"Hahhh, syukurlah."Lidya merasa campur aduk. Di satu sisi, ia merasa lega karena Ardiansyah menolak untuk menikah dengannya. Namun, di sisi lain, ada kekhawatiran karena situasi ini semakin rumit. Hatinya berdebar-debar tak menentu."Tapi, perkataan kakek Hendra juga benar. Jika aku menikah dengan Ardi, setidaknya aku bisa berlindung di bawah nama besarnya." Lidya, kembali bimbang."Hm, aku berharap kakek bisa mencari jalan keluar. Hanya kakek Hendra yang bisa aku andalkan saat ini," gumam gadis itu.Lidya duduk di balkon apartemennya, menatap gemerlap kota dari kejauhan. Perasaannya bercampur aduk."Kenapa aku merasa lega dengan penolakan Ardiansyah? Bukankah ini justru membuktikan bahwa aku tidak siap untuk pernikahan ini?" tanyanya dengan ragu."Apakah aku salah telah membayangkan sesuatu yang tak mungkin terjadi?" tanya gadis itu dalam kebingungannya.Ternyata, gadis itu juga merasa sedikit kecewa atas penolakan yang diterimanya. Ia merasa tidak pantas mendapatkan kebahagiaan dal
"Lidya," ucap Ardiansyah dengan suara tegas, saat menyapa.Pria itu memasuki ruangan dengan langkah mantap, tatapannya serius saat dia duduk di depan Lidya. Sedangkan gadis tersebut merasakan tegangnya suasana, menunggu pembicaraan yang akan mereka lakukan."Aku tahu kakek Hendra ingin kita membicarakan pernikahan. Tapi, aku memiliki sebuah permohonan." Pria itu, berkata dengan sikapnya yang mendominasi."Permohonan?" Lidya memandang Ardiansyah dengan tatapan bingung."Aku ingin kita berdua berpura-pura menikah. Tapi hanya kita yang tahu bahwa ini hanyalah sandiwara. Kakekku tidak boleh tahu," ucap Ardiansyah dengan tegas, matanya menatap tajam ke arah Lidya.Lidya terkejut mendengar penjelasan yang diberikan oleh pria tersebut. Dia tidak pernah menyangka jika masalahnya justru semakin rumit seperti ini.Lidah gadis itu tiba-tiba kaku, seolah-olah susah untuk digerakkan untuk mengajukan pertanyaan guna meminta penjelasan yang lebih detail."Ber... berpura-pura menikah?" tanya Gadis it
"Apakah kamu tahu? Katanya ini pernikahan yang terburu-buru karena gosip-gosip tentang mempelai wanitanya," bisik salah satu tamu pada tamu yang lain."Serius? Aku pikir ini hanya desas-desus biasa saja," sahut tamu yang lain, dengan memalingkan wajah untuk melihat ke arah panggung pelaminan karena tertarik dengan perbincangan mengenai mempelai wanitanya."Tapi, sepertinya mereka berdua terlihat cukup bahagia di atas panggung, bukan? Terlepas dari semua itu." Tamu yang baru saja bergabung dalam percakapan, memberikan tanggapan.Meskipun terdapat desas-desus dan gosip-gosip seputar pernikahan mendadak Lidya dan Ardiansyah, para tamu tetap menikmati pesta resepsi dengan suasana yang meriah dan menyenangkan.Waktu itu, setelah kesepakatan bersama Lidya dengan Ardiansyah tercapai, atmosfer antara Lidya dan Ardiansyah menjadi tegang. Keduanya merasakan beban besar dari kesepakatan yang mereka buat, meskipun ini hanyalah sandiwara.Tapi pesta pernikahan juga langsung dirancang, dan semuanya