Share

Bab 0003

Andrew terus memandangi dengan sangat lekat, gambar wajah empat anak kecil itu.

Bola matanya menyipit seketika saat melihat kalung yang menjuntai di leher Celline adalah kalung yang sangat dikenalnya.

Udara dingin kota Muloz malam ini, nyatanya tak jauh lebih dingin dari jiwa Andrew yang tengah merasakan kebekuan.

“Bob, siapkan uang seratus miliar sebelum jam sepuluh pagi besok. Aku ingin menemui Celline,” ucap Andrew sambil kembali memandangi lembar foto di tangannya.

Melihat raut wajah dingin Andrew, Bob tak lagi berani mengusiknya. Dia melajukan mobil menuju sebuah klub malam bernama Mountana.

Di belakangnya, dalam jarak yang tidak terlalu dekat dan juga tidak terlalu jauh, Bullock mengikuti.

“Kita sudah sampai, Tuan,” ucap Bob sambil membukakan pintu untuknya.

Andrew mengenakan topi baseball lengkap dengan kacamata demi menutupi wajahnya.

“Tuan, aku … “ ucap Bob.

“Tetaplah disini, aku tidak akan lama. Dan katakan pada Bullock untuk tidak terlalu dekat,” ucap Andrew sambil melangkah keluar dari mobil.

Bob terkesiap. Dia mengangguk setelahnya sambil menarik napas dalam-dalam. Dia jelas tak mengira jika diamnya Andrew bisa menebak posisi Bullock saat ini yang emmang mengikuti mereka. Dia lalu menghubungi Bullock dan memintanya untuk menjauhi posisi mereka.

Dengan mengakses pintu utama, Andrew terjegal oleh Dylan yang ternyata ada di sana.

“Hey, bukankah kau yang bertamu ke rumah calon mertuaku? Menyedihkan, karena kau bahkan tidak diijinkan untuk berteduh di hari hujan,” ejek Dylan yang datang ke sana dengan menggandeng seorang wanita muda.

Darah Andrew mendidih seketika, dia tak menggubris ucapan Dylan dan memilih meneruskan langkahnya saja.

Tapi Dylan mendahului.

“Cecunguk sepertimu, aku tidak yakin bisa masuk ke dalam sini. Kau butuh saldo member setidaknya lima ratus juta untuk bisa masuk. Jangan mempermalukan dirimu di sini,” ucap Dylan semakin mengejek.

Dia kemudian mengeluarkan black card miliknya untuk menunjukkan bagaimana sistem ketat di klub ini bekerja pada tamu-nya.

Andrew mendecih, dia tak menggubris sedikit pun ucapan Dylan dan memilih mengeluarkan ponsel bututnya untuk menghubungi seseorang.

“Wah wah wah … kau sangat idealis rupanya ya, bahkan di zaman secanggih ini kau masih menggunakan ponsel seperti itu … Ups, sorry … sepertinya aku lupa jika kau pasti tak sanggup membelinya, ha .. ha … ha … “ucap Dylan terbahak-bahak.

Andrew tak menggubrisnya, dia mendekatkan ponsel bututnya itu ke telinga. “Aku di pintu masuk,” ucap Andrew dengan suara bariton-nya yang sangat khas kepada seseorang di seberang telepon.

Dylan menggeleng-gelengkan kepalanya. Sambil mencoba menghubungi seseorang. Pria itu kemudian menyalakan pelantang suara di ponselnya.

“Ada apa Dylan?” ucap suara di seberang sana terdengar dingin dan ketus.

“Celline sayang, aku hanya kebetulan menemukan mantan suami hina-mu ini. Dia sedang mengemis di pintu masuk Mountana,” ucap Dylan sambil menatap penuh kemenangan kepada Andrew yang berdiri hanya dua meter di depannya.

“Apa maksudmu itu Andrew? Kau bertemu denganya?” ucap Celine terdengar antusias.

Dylan tersenyum meremehkan. Sementara dari arah dalam, seorang pria botak dengan kacamata berjalan tergesa-gesa ke arah pintu masuk. Membuat Dylan kian melebarkan senyumannya. Pria itu adalah Jhon Mountana si pemilik klub malam termewah di kota ini.

“Paman Jhon, aku sangat tersanjung karena kau datang untuk menyambutku seperti ini,” ucap Dylan sambil mengulurkan tangannya kepada Jhon.

“Oh, kau Dylan.” Jawab Jhon sambil meneruskan langkahnya ke arah Andrew.

“Tuan Yang … Maafkan aku, aku telah membuat Anda menunggu,” ucap Jhon sambil membungkuk di hadapan Andrew.

Pria botak berkacamata itu terus membungkuk menunggu jawaban dari Andrew.

Pemandangan ini,membuat Dylan sangat terkejut. Bola matanya melebar.

“Dylan! Dylan? Kau masih di sana? Apa kau benar-benar bersama Andrew?” ucap Celline terdengar lagi.

“Aku ingin minum,” ucap Andrew sambil melangkah masuk dengan begitu saja.

Mendengar jawaban Andrew, seketika Jhon berdiri tegak dan langsung mengikuti langkah Andrew tanpa memperdulikan lagi keberadaan Dylan.

“Will … Keluarkan semua tamu dari Platinum VVIP sekarang juga, waktumu kurang dari satu menit untuk mengosongkannya!” perintah Jhon melalui telepon kepada asistennya.

Dylan yang menyaksikannya, seketika terkejut.

“Apa-apaan ini? Siapa dia sampai seorang Jhon Mountana harus turun tangan sendiri menyambutnya! Platinum VVIP? Itu bahkan membutuhkan saldo rekening 1 triliun untuk mengaksesnya,” gumam Dylan dengan wajah tak percaya dan tangan yang mengepal.

“Dylan, tunggu aku!” ucap wanita muda yang sedari tadi bersamanya mengekori.

“Ini uangmu, aku sudah malas jadi pergilah sana! Dasar jalang!” umpat Dylan sambil melemparkan lembaran uang kepada wanita itu yang segera saja mengambilnya lalu pergi meninggalkan pria tersebut.

Emosi Dylan terlihat sangat besar. Pria itu terus melangkah ke bagian dalam klub demi mencari tahu keberadaan Andrew.

“Hebat sekali, kita sangat beruntung malam ini. Sekilas saja, aku benar-benar bisa merasakan kharisma Tuan Yang Tak Boleh Disebutkan Namanya itu,” ucap Juda seorang CEO senior di kota ini dengan sangat bangga mengatakannya.

“Siapa yang Anda maksudkan senior Juda?” tanya Dylan dengan penuh rasa penasaran. Matanya terus berkeliling mencari posisi Andrew. Tapi NIHIL, dia tak bisa mendapatkannya.

“Kau ketinggalan peristiwa hebat, Dylan. Tuan Yang Tak Boleh Disebutkan Namanya itu baru saja datang ke sini,” ucap Juda menambahkan.

“Benarkah? Bagaimana bisa aku ketinggalan peristiwa hebat ini?Aku sungguh sangat ingin menemuinya. Aku akan berlutut di depan kakinya. Dia sungguh penyelamat bagi Muloz yang tak bisa tertandingi. Berkat Tuan Yang Tak Boleh Disebutkan Namanya itu, kita masih bisa menikmati hidup dan bersenang-senang bukan?” tutur Dylan.

Sementara Dylan kini tengah menikmati minumannya dengan sejumlah eksekutif kota ini. Di dalam Platinum VVIP Room, Andrew tengah duduk berhadapan dengan Jhon.

“Aku turut prihatin dengan apa yang menimpa pernikahanmu. Tapi … Lima tahun, memang waktu yang cukup lama untuk … “ ucap Jhon menghentikan kalimatnya karena tidak ingin membuat Andrew tersinggung.

Andrew menarik nafasnya dalam-dalam.

Tak lama kemudian, Bullock dan seorang lagi pria dengan mata yang tertutup sebelah datang bergabung.

“Jenderal Red, musuh mulai masuk kembali di Utara Muloz. Mereka melumpuhkan benteng kedua di pesisir Utara hanya dalam satu malam. Kami menunggu perintahmu,” ucap pria bermata satu itu kepada Andrew.

“Beri aku tiga hari. Pergilah lebih dulu ke Utara, aku ada urusan yang tidak bisa aku tinggalkan,” ucap Andrew.

“Kami akan berangkat malam ini juga Jenderal.”

Selesai dengan pertemuannya itu, Andrew keluar dari ruangannya dengan diantar langsung oleh Jhon.

“Nah itu dia … si kampret payah yang berlagak kaya,” ucap Dylan dengan wajah kemerahan karena sangat mabuk itu meracau.

Dylan menyipitkan matanya dengan sangat tajam, memandang penuh kebencian kepada Dylan.

"Lelaki sepertimu tidak akan kubiarkan menyentuh Celline lagi!" batin Andrew sambil melenggang pergi.
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Lamium Yellow
Seru banget ini cerita
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status