Beranda / Fantasi / Sang Dewi / Bab 5 : Peradaban Maju

Share

Bab 5 : Peradaban Maju

last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-29 00:01:08

Ketika menggeser layar ponsel pintar, tak sengaja Li Jing menemukan gosip yang beredar di Youtube, tentang rencana pertunangan Ying Fei dan Han. Dari video yang beredar, tampak keduanya malu-malu untuk mengakui adanya hubungan serius. Ying Fei selalu membantah, tetapi dari sorot matanya terlihat seolah-olah memang sangat menyukai Han yang berada di samping kanan. Han pun demikian, meski tak membenarkan berita tersebut, dia selalu memperhatikan Ying Fei. 

Menyaksikan itu, Li Jing menjadi sangat kesal sehingga meletakan ponsel pintar di meja. Dia segera berdiri dari sofa dan melangkah pergi menuju ke kamar, lalu berpapasan dengan Larasati yang membawa teh panas serta sepotong kue di kedua tangan. Tak sengaja Larasati menabrak pria tersebut dan menumpahkan kue ke kemeja putih yang dia kenakan.

Tatapan dingin Li Jing membuat Larasati menarik napas dalam-dalam. Meski kesal  bidadari itu masih bersikap ramah. 

"Kau tak apa?" tanyanya seraya bergerak akan mengelap baju Li Jing. Tak disangka, Li Jing justru menolak dengan menghempaskan tangan Larasati sebelum sempat menyentuhnya. 

"Lain kali pakai matamu saat kau jalan!" Setelah memberi peringatan lantas Li Jing melanjutkan langkah dan menaiki anak tangga. 

Larasati terkejut bukan main, tak tahu mengapa sang aktor menjadi emosi tingkat dewa. Bahkan bidadari tersebut sampai berbalik, matanya bergerak mengikuti ke mana pria bercelana jogger abu-abu tersebut pergi. 

Setelah memperhatikan Li Jing beberapa saat, bidadari itu pun membereskan kue dan tumpahan teh di lantai. 

"Kenapa dia? Membosankan sekali!" umpatnya. 

Seorang pelayan yang melihat datang menghampiri. "Biar saya saja, Nona."

"Terima kasih, Bi," ucap Larasati. Dia membiarkan si pelayan membantu.

"Saya dengar, tadi Tuan memaki Nona," ungkap pelayan sembari memungut pecahan gelas dengan hati-hati. 

Larasati tersenyum menyikapi. "Tidak apa, Bi. Mungkin aku memang kurang berhati-hati."

"Ketika saya memperhatikan Nona Larasati pertama kali, sepertinya ... Nona berasal dari tempat yang jauh?" tebak pelayan yang berdiri membawa pecahan gelas. Larasati menepuk-nepuk kedua telapak tangan untuk menghilangkan sisa kue yang menempel. 

"Aku hanya lupa di mana tinggalku. Semenjak kecelakaan tidak banyak yang bisa aku ingat." Bidadari tersebut beralasan, dia memasang wajah sedih untuk meyakinkan. 

"Apa Nona juga tidak memiliki KTP?" tanya pelayan tua bertubuh gemuk tersebut. 

Larasati meninggikan sebelah alis. "KTP?" 

"Kartu kecil yang berisikan semua informasi tentang Nona, biasanya akan ada foto Nona di bagian atas kartu?" Pelayan menjelaskan. 

Larasati tak mengerti. "Sepertinya aku kehilangan benda tersebut." 

"Baiklah, tak apa. Tapi Nona harus berhati-hati jika keluar dari rumah. Para polisi adat bisa saja menangkap dan membawa Nona ke banjar jika mereka tau Anda tidak memiliki identitas. Yang jadi masalah saat ini Nona lupa ingatan," kata pelayan.

Larasati tersenyum mendengarnya. "Tak perlu khawatir, aku bisa menjaga diri, Bi" 

"Saya percaya Nona." Pelayan tak menaruh curiga. 

"Oh, iya, hari ini saya memasak bebek betutu. Mau mencicipi? Masih ada sisa dua porsi di dapur?" tanya pelayan. 

"Tentu saja, sepertinya ini makanan enak," jawab Larasati yang tak menolak. 

"Mari." Pelayan mempersilakan. Keduanya pun segera melangkah menuju ke dapur. 

***

Setelah selesai mencicipi masakan yang di tawarkan pelayan, Larasati menuju ruang televisi. Karena jenuh, dia mengambil sebuah majalah dari meja, lalu membacanya dengan posisi masih berdiri. Hingga tak lama kemudian terdengar derap langkah kaki menuruni anak tangga. Ketika Larasati menoleh, Li Jing yang telah berpakaian rapi melangkah cepat keluar dari rumah. 

Perhatian Larasati teralihkan, dia segera menaruh majalah kembali ke meja dan mengikuti di belakang. Namun, Li Jing telah memasuki mobil yang kemudian melaju cepat keluar dari halaman. 

Masih tak putus asa, Larasati berlari mengejar hingga mobil Li Jing menghilang di kejauhan.

Asing dengan perkotaan membuat bidadari bergaun putih selutut itu menghentikan langkah seraya berputar dan mengedarkan pandangan. Lampu-lampu menerangi setiap bangunan besar yang menjulang tinggi, sedang dia sendiri tengah berdiri di antara kendaraan sedang berlalu lalang.

Setelah 900 tahun, Larasati baru menyadari bahwa dunia telah berubah menjadi peradaban yang maju memenuhi ramalan sang ayah Sri Aji Jayabhaya. 

Klakson-klakson dan umpatan benci, segera menyadarkan Larasati dari keterpakuan. Dia kembali berlari seraya berubah wujud menjadi seekor burung pipit putih yang terbang cepat mengejar mobil Li Jing. 

***

Li Jing memarkir mobil di halaman sebuah gedung, turun ke karpet merah dan memasuki acara penghargaan Asian Film Awards yang diselenggarakan khusus untuk para aktor kelas ternama. Jepretan dari para wartawan menghampiri pria tersebut. Dia segera bergabung bersama para tamu lain. 

Larasati yang berwujudkan burung pipit, turun seraya menjelma menjadi sesosok bidadari cantik. Dia mengenakan pakaian khas abadinya, gaun berwarna gading bermotif batik emas yang begitu mewah. Dengan anggunnya bidadari itu melangkah menuju karpet merah, tetapi dua orang pengawas tamu tiba-tiba menghentikan dia. 

"Maaf, Nona tidak diizinkan masuk," ucap yang bertubuh dempak, sementara yang agak kurus dan berkulit putih hanya kompak mengadang. 

Larasati tersenyum sinis, lalu mengibaskan sebelah tangannya disertai kilauan matra pelemah jiwa. Seketika kedua pengawas terpengaruh hingga terlihat seperti sedang mabuk. Tak lama kemudian mereka segera menyingkir untuk memberi jalan. 

"Silakan, Nona." 

Ketika Larasati memijakkan kaki ke sepanjang karpet merah, semua mata segera tertuju padanya. Mereka tercedak kagum melihat sosoknya yang teramat cantik menawan. Pesona Larasati memang begitu indah, membuat siapa pun tak akan berhenti memujinya, memujanya yang sangat sempurna. 

"Wah!" 

"Siapa dia?" 

"Cantik sekali!" 

"Artis barukah?" 

Para wartawan tak melewatkan kesempatan, mereka mengabadikan momen tersebut dalam lensa kamera. 

Sementara itu, di dalam gedung, Li Jing menatap ke arah Ying Fei dan Han. Keduanya sedang menerima wawancara atas hubungan mereka yang menjadi trending topik beberapa pekan terakhir. Tentu saja media masih tak puas, sebab belum mendapat jawaban pasti apakah sang idola sudah berpacaran atau masih berteman.

"Tidak ... tidak. Aku dan dia hanya berteman, kami memang tak memiliki hubungan apa pun," ungkap Ying Fei sembari malu-malu mengangkat kedua tangannya, lalu dia menoleh Han di samping kiri. 

"Kalian terlalu berlebihan, dan seolah mendukung jika kami berdua memang berpacaran." Han mengimbangi. 

"Ah, rupanya masih juga tak mau mengakui. Tapi baiklah para penggemar akan menunggu kelanjutan dari hubungan kalian. Semoga kalian memang benar-benar memiliki kedekatan seperti yang diharapkan." Wartawan menoleh Han bergantian dengan Ying Fei. 

Tidak jauh dari mereka, Larasati yang telah bergabung dalam pesta, mencari Li Jing dan menemukan pria berblazer hitam tersebut di antara para aktor lain. Melihat Li Jing  terus memperhatikan Ying Fei, Larasati segera mengerti apa yang terjadi. Dia tersenyum angkuh saat mengalihkan pandangan pada Ying Fei dan Han, tanpa ragu mengangkat sebelah tangan kemudian memetik jemari. Semua mata tertuju padanya, mereka terdiam untuk sejenak. 

Akan tetapi, tak disangka, lampu-lampu di dalam gedung tiba-tiba meledak secara bersamaan. Para tamu sontak histeris, mereka panik mencari perlindungan. Termasuk Ying Fei yang memundurkan diri dan mendekat pada Han di belakang. Sentuhan kedua tangan Han di pundak Ying Fei berusaha menenangkan, meski pandangan pria tersebut terus tertuju pada Larasati. 

Di waktu yang sama, Li Jing juga menoleh, bahkan sampai-sampai mendelik menyaksikan apa yang dilakukan Larasati. Dengan langkah terburu-buru dia menghampiri, lalu menyambar tangan bidadari itu. 

"Kau!" serunya seraya memicingkan mata. Sebelum beralih kepada semua orang yang sedang memperhatikannya bersama Larasati, termasuk Ying Fei dan Han. 

Menyadari kehadiran Larasati menimbulkan banyak masalah, Li Jing segera mengamankan sang Bidadari. 

"Pergi," ajak Li Jing seraya menggeret Larasati untuk berlari cepat ke luar dari gedung.

Para tamu bergerak mengejar termasuk juga beberapa wartawan, sehingga Li Jing dan Larasati harus sesekali menoleh ke belakang. 

Setelah tiba di halaman, Li Jing segera membuka pintu dan memasukkan Larasati ke dalam mobil, disusul dirinya kemudian dari sisi kanan yang duduk di kursi kemudi. Mobil pun melesat jauh.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Sang Dewi   Bab 102 : Tamat

    Kembalinya sang Atmajaya Wimala ke Agnicaya dengan membawa Shima Dahyang cukup mengejutkan para dewa, tak terkecuali Randita. Bagaimana tidak, Mandala mengumumkan jika dia akan menikahi Dewi Agung dari Candracaya tersebut sesuai tanggal yang telah ditentukan, padahal mereka berdua tak pernah terlihat menjalin hubungan. Kekecewaan seketika tersirat dari mata Randita yang berdiri di antara para bidadari. Selain luka karena patah hati, dia juga tak menyangka bahwa Hastapati, ayahnya, berada di belakang Mandala dan Shima Dahyang untuk memberi dukungan penuh. Randita benar-benar tak bisa menahan air matanya agar tak terjatuh sehingga lekas berbalik. Masalah kehadiran Rara Kinasih masih tak bisa dia terima, kini sudah bertambah kenyataan pahit lagi. Kini, langkah wanita itu makin berat oleh beban kebencian dalam hati. Hanya Shima Dahyanglah satu-satunya yang menyadari ekspresi wajah Randita. Meski demikian, sang Dewi Agung tetap menebar senyum pada semua para makhluk abadi langit di aul

  • Sang Dewi   Bab 101: Keputusan Sepihak

    Pagi itu, Shima Dahyang keluar dari kediaman dan langsung disuguhkan dengan pemandangan sang Atmajaya Wimala yang sedang mengelus-elus tubuh harimau putih di bawah pohon cempaka. Meski semula masih merasa canggung, wanita yang mengenakan kemban berwarna gading serta bawahan sutra bermotif batik tersebut mengayunkan tungkai menghampiri mereka berdua."Lukamu sudah baik-baik saja?" tanyanya.Mandala yang tak bergeming tersenyum menyikapi. "Menyerap sebagian intisari dari dewi berusia ribuan tahun, membuatku merasa lebih bugar," jawabnya.Embusan napas lelah keluar dari hidung Shima Dahyang. "Kau tak pernah berubah, entah sebagai Atmajaya Wimala atau Jaka Lelana selalu mempermainkanku.""Aku tidak bermaksud mempermainkamu," sahut sang Dewa. "Situasilah yang membuatku terpaksa melakukan semua.""Apa ini sebuah penjelasan?" Sebelah alis Shima Dahyang meninggi.Mandala sendiri segera berdiri, kemudian berbalik untuk menatap lawan bicaranya itu. Tentu saja, dia tahu bahwa Shima Dahyang menye

  • Sang Dewi   Bab 100: Penyembuhan

    Pada waktu Shima Dahyang masih sibuk membicarakan sesuatu dengan Randita, Rara Kinasih palsu memijakkan kaki di kediaman Dewi Agung yang masih berada di sekitar Taman Arutala. Pemandangan tirai-tirai berwarna merah jambu yang berkibaran tertiup angin menyambut sang Atmajaya Wimala. Beberapa aksesori bebatuan kristal berbentuk padma serta perabotan dari emas putih juga menghiasi ruangan tersebut. Walau begitu perhatian Mandala hanya terfokus pada cermin ukir di atas meja. Tanpa menunggu lagi, dia pun memegang gagang benda pusaka itu untuk melihat bayangan diri sendiri. Seketika cermin mengeluarkan cahaya silau, lantas menampilkan wujud sepasang kekasih dari alam berbeda yang memiliki paras serupa dengan Mandala dan Shima Dahyang. Pria di cermin memeluk wanita yang tengah terluka parah penuh sayatan, seakan-akan menegaskan bahwa cinta mereka tak terpisahkan hingga akhir. Namun, sayang sebelum semua menjadi lebih jelas, terdengar langkah kaki Shima Dahyang memasuki ruangan sehingga Ra

  • Sang Dewi   Bab 99: Penyamaran

    Atas undangan Shima Dahyang, Rara Kinasih datang ke Candracaya. Dia langsung diarahkan memasuki Taman Arutala oleh Sekar Langit, meski selanjutnya harus berjalan sendiri untuk menemui sang Dewi Agung. Sebelumnya, putri dari istri pertama Hastapati tersebut telah mengantongi informasi seputar si adik yang tinggal di sana sebagai pelayan, bahkan pada kesempatan kali ini, dia berharap bertemu Rara Kinasih guna memberi pelajaran karena telah berani naik ke kayangan. Benar saja, Randita berpapasan dengan sesosok peri yang membawa nampan berisi daging mentah sewaktu melewati pohon bunga cempaka putih. Tanpa basa-basi, lantas bidadari bergaun biru tersebut menarik lengan kanan wanita dari arah berlawanan sampai-sampai berbalik menatap dirinya, sementara nampan pelayan tersebut langsung jatuh ke tanah. "Rara Kinasih!" gerutunya, tetapi setelah diamati ternyata sosok di hadapan memiliki wajah berbeda dari si adik. "Kau bukan Rara Kinasih?" "Randita!" Demikian, sang Atmajaya Wimala ya

  • Sang Dewi   Bab 98: Memperhatikan

    Dua hari sudah sang Atmajaya Wimala tinggal di Candracaya dalam wujud Rara Kinasih, walau masih sulit mendapatkan kepercayaan Shima Dahyang, setidaknya kini dia selalu berada dekat dengan wanita yang telah membuat hatinya galau itu. Bagi Mandala, hal ini sudah cukup membuatnya merasa tenang daripada hanya berdiam diri di Taman Asmaradahana untuk menikmati kegelisahan. Karena semenjak kebangkitan Larasati, perasaan cinta kian hari justru kian menyiksa batin sehingga mau tak mau sang Dewa harus menghalalkan segala cara agar bisa bertemu. Layaknya pelayan, sore ini Rara Kinasih berjalan menghampiri Shima Dahyang yang sedang duduk sembari mengelus manja harimau putih di Taman Arutala. Tak lupa pria tersebut juga membawa cawan berisi ramuan, yang setelah bersimpuh, dia letakkan ke meja batu ukir. "Ternyata Sang Dewi sangat menyukai kucing besar," celetuknya. Keangkuhan terlihat jelas saat Shima Dahyang tersenyum menyikapi. "Kalau kau setia, aku juga akan menyukaimu." Sebab tak tahu har

  • Sang Dewi   Bab 97: Rara Kinasih

    Sesuai titah Shima Dahyang, Sekar Langit menemui sesosok peri, lalu bersama-sama mengantar Rara Kinasih menuju Taman Arutala. Di sana terdapat sebuah bangunan berornamen emas. Pun sesaat setelah mereka bertiga memasuki salah satu ruangan kamar di dalamnya, Sekar Langit berbalik untuk berhadapan dengan Rara Kinasih di belakang, sementara si peri segera undur diri. "Di sinilah Dewi akan tinggal," jelas wanita berambut panjang bergelombang itu. "Di sebelah, merupakan kamar milik Dewi Agung. Sang Dewi sangat membenci kebisingan, jadi mohon agar Anda selalu menjaga sikap." Senyum menghiasi wajah Rara Kinasih yang lantas mengangguk. "Saya mengerti." Akan tetapi, kemudian mata tajam Sekar Langit beralih fokus ke arah luar dari tirai. "Kumbang Lanang biasanya berkeliaran di sekitar sini," katanya. "Rara Dewi harus lebih berhati-hati karena mungkin dia akan agresif pada penghuni baru." "Tak perlu khawatir, saya bisa bisa melindungi diri sendiri," balas Rara Kinasih. Sekar Langit percaya

  • Sang Dewi   Bab 96: Menghapus Kenangan

    Sembari duduk pada sebuah batu kristal, Shima Dahyang mengelus puncak kepala harimau putih yang sedang menunjukkan sikap manja. Matanya begitu teduh ketika beralih memperhatikan sekitar, di mana banyak pantulan cahaya putih menembus Taman Arutala. Meski meski sekian lama tak dapat singgah untuk menenangkan diri seperti sekarang, dia seakan-akan tak merasakan adanya perubahan. Perlahan, sang Dewi Agung berdiri, lantas berjalan ke tengah-tengah sehingga bayangan dirinya tergambar jelas pada lantai sebening air. Pandangannya memang tertuju pada langit-langit, tetapi ingatannya menerawang ke masa-masa sulit kala hidup sebagai manusia fana. Kutukan raja asura berkepala kambing memang menjadi kenyataan, Shima Dahyang mengalami penderitaan sewaktu menjalani kehidupan Larasati yang jatuh cinta kepada Jaka Lelana, bahkan hingga berstatus abadi pun masih dipermainkan oleh sang Atmajaya Wimala. Itulah alasan mengapa wanita tersebut tak mengambil sikap setelah kembali menemukan kesejatian dir

  • Sang Dewi   Bab 95: Bangunnya Shima Dahyang

    Begitu menyakitkannya hidup yang Larasati alami, cinta telah membuatnya terluka hingga begitu dalam. Walau terpuruk, kali kini, dia sudah mengikhlas apa yang terjadi, bahkan berniat melepas segala keterikatan duniawi. Setiap langkah pada perbukitan terjal menuju puncak gunung kian pasti, hatinya mantap untuk menyerahkan semua masalah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tak ada takdir yang bisa ditolak, tetapi yoga brata bisa membawa siapa saja menuju kedamaian, meski harus lenyap dari semesta alam. Dari kejauhan, Li Jing menatap kepergian bidadari itu untuk selamanya. Memang berat jika dia harus melepas si sahabat, sayangnya Larasati kukuh pada pendirian sehingga pria tersebut tak mampu menghentikannya. Maylano demikian, anak itu sungguh tidak menginginkan nyonyanya pergi secepat ini. Namun, bagaimanapun dia mengerti bahwa penderitaan cinta Larasati begitu dalam, mau tak mau Maylano harus membiarkannya memutuskan jalan demi menemukan kebahagiaan. "Hei, bocah, pergilah denganku ke China, a

  • Sang Dewi   Bab 94: Memutuskan Segala Ikatan

    Seakan-akan seperti mengulang masa lalu, sang Atmajaya Wimala duduk di samping Larasati yang telah direbahkan pada kasur awan. Dengan kekuatan adikodrati, pria tersebut mengarahkan tangan kanan sehingga perlahan darah merah Sujatmika tertarik keluar melalui mulut Larasati, lantas melayang di udara. Namun, setelah membuangnya ke sembarang arah, Mandala justru terbatuk-batuk sampai percikan cairan berwarna putih melekat pada telapak tangannya. Selain menahan nyeri di dada, pandangan Mandala sedikit kabur, walau begitu tetap memutuskan berdiri dan melangkah pergi. Sesaat kemudian, Larasati membuka mata sampai-sampaiterkejut ketika menemukan diri sedang berada di Taman Asmaradahana. Bergegas bidadari itu beralih ke posisi duduk. Saat bola matanya bergerak memindai ke sekitar, dia melihat darah merah yang membekas pada lantai awan. Sejenak pikirannya dipenuhi tanda tanya tentang apa yang sebenarnya terjadi sewaktu diculik Sujatmika, sebelum mengalihkan perhatian dan malah menemukan berca

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status