Home / Fantasi / Sang Dewi / Bab 4 : Roh Bangsa Asura

Share

Bab 4 : Roh Bangsa Asura

last update Last Updated: 2024-05-28 23:59:42

Karena tidak ada kesibukan syuting,  Li Jing hanya menghabiskan waktu seharian di rumah untuk beristirahat, sedangkan cuaca musim panas cukup membuat berkeringat sehingga dia memilih melepas pakaian. Setelah melemparnya ke sembarang arah, Li Jing berjalan ke kamar mandi, lalu menutup pintu transparan. 

Tak lama kemudian, Larasati yang membantu membereskan rumah memasuki kamar. Seprei kotor segera digantinya, tak lupa bidadari itu juga membungkuk untuk memungut baju yang tergeletak di lantai. Namun, tiba-tiba terdengar suara gemercik air. Sejenak Larasati terdiam. Sampai akhirnya, pintu kamar mandi terbuka. Li Jing keluar hanya dengan memakai handuk yang melilit menutupi bagian pusar hingga ke lutut. Otot-otot dadanya membentuk sempurna ketika terkena tetesan air. Pria tersebut mengibaskan rambut yang basah. 

"Aaaaaaa!" Larasati terbelalak hingga baju dalam genggamannya terlepas dan dia jatuh bersimpuh di lantai. Posisinya menahan diri dengan kedua tangan di belakang. 

Li Jing menatap tak mengerti. "Sedang apa kau di sini?" 

"A--aku hanya merapikan kamarmu." Larasati menunduk, sebab malu memperhatikan Li Jing telanjang dada. 

Li Jing menjadi kesal. "Lancang! Siapa yang menyuruhmu?" 

Pria tersebut melangkah lebih dekat pada bidadari di hadapan. Tanpa sadar handuknya terlepas. 

Saat Larasati mengangkat kepala, dia dikejutkan dengan pemandangan yang lebih memalukan, yaitu melihat bagian tubuh Li Jing yang terlarang.

Seketika wanita bergaun putih itu memejamkan mata sembari menggeleng. Tentu saja dia tidak ingin berlama-lama terjebak dalam suasana, tetapi saat hendak berlari. Li Jing yang telah melilitkan handuk kembali menarik pundak bidadari tersebut ke belakang. 

"Mau ke mana kau?" tanyanya. 

"Hei, aku tak sengaja." Tubuh Larasati bergetar hebat, bahkan Li Jing pun dapat merasakannya. 

"Tapi aku tidak memintamu pergi." Pria tersebut menekankan. 

Larasati mulai berpikir liar. "Kau mau apa?"

"Semua ini ... kau tinggalkan untuk siapa?" Li Jing menunjuk pakaian di lantai. 

"Aku akan membawanya," Larasati, yang lalu menyingkirkan tangan Li Jing dan segera memungut pakaian. Sebelum melangkah keluar, dia menoleh Li Jing sesaat. 

Li Jing menghela napas seraya menutup pintu kembali. 

***

Waktu menunjukkan jam sembilan malam. Li Jing berencana menonton acara televisi, tetapi saat dia berjalan memasuki ruang tengah, Larasati sudah berada di sofa. 

Li Jing bergabung duduk di samping kanan dengan posisi menyilangkan kaki, sementara Larasati masih bersikap tak peduli meski menyadari kedatangan sang aktor. Hingga tak lama kemudian pria berjas kuning tersebut mengambil alih remot dan memindah saluran menjadi pertandingan sepak bola.

Larasati menoleh, menekankan bahwa dia tidak menyukai acara yang dipilih Li Jing. Namun, Li Jing hanya menatapnya tanpa ekspresi sebelum mengalihkan pandangan ke depan.

"Aku ingin menonton bola," kata pria tersebut. Larasati menarik napas kesal sebab harus mengalah.

Suasana menjadi sangat hening, hanya televisi yang menyala dan bersorak ria. Li Jing melirik Larasati di samping kanan, kemudian kembali fokus pada layar kaca. 

"Apa kau sudah tau cara menggunakan benda ini?" tanya Li Jing. 

Larasati tersenyum bodoh, menyadari jika apa yang dilakukannya beberapa hari lalu memang cukup gila. Untung saja dia belajar dengan cepat sehingga sedikit paham cara menggunakan teknologi.

"Aku benar-benar tak bermaksud merusak televisimu," katanya. 

Li Jing yang tidak peduli bersikap dingin. "Kalau lukamu sudah sembuh, sebaiknya segera pergi dari sini!"

Larasati tersenyum sembari menundukkan pandangan yang menyiratkan kesedihan. Dia tak tahu harus ke mana lagi. Istana langit telah mengalami kekacauan, sedang jika sendiri di dunia manusia yang baru, dia pasti kebingungan. Semua telah berbeda dari 900 tahun lalu. 

"Aku tidak memiliki tempat tinggal, tapi tak masalah, aku akan pergi." Bidadari itu berpasrah. 

Li Jing meliriknya, tentu saja dia tahu bahwa Larasati bukanlah manusia, melainkan makhluk kayangan. Meski begitu Li Jing tetap tidak ingin kenyamanannya terganggu karena hadirnya Larasati. 

Setelah bangkit dari sofa, sang aktor melangkah meninggalkan ruangan begitu saja. Larasati memejamkan mata. Kenyataan dia turun ke bumi di masa di mana semua orang hanya memikirkan hidupnya sendiri. 

***

Riuh suara angin bertiup kencang, tiba-tiba hawa dingin datang seakan-akan menusuk ke dalam tulang. Kabut hitam mengitari ruang televisi, lalu merasuk ke dalam tubuh Larasati yang tertidur di sofa, seketika menguasai alam bawah sadarnya. 

Bidadari tersebut terbawa ke sebuah ruang gelap, dimensi suram serta mengerikan yang hanya ada dirinya di sana. Bayangan para asura—oh jahat dari alam bawah—berkelebat mentertawainya. 

Larasati mengelilingkan pandangan, waspada jika ada yang menyerang. Dia tak tahu bagaimana bisa terjebak bersama ribuan makhluk dunia hitam. Saat membangkitkan inti sakti, cahaya terang seketika keluar dari telapak tangan bidadari tersebut. Dia segera mengarahkannya untuk mengusir para roh.

Tak cukup bertahan lama, para makhluk astral menyerap kesadaran. Larasati tak dapat fokus lagi sehingga perlahan cahaya meredup. Bayangan para asura mendekat kembali dengan lebih jelas.

Li Jing hendak mengambil air putih di dapur, tetapi justru melihat Larasati yang mengigau. Keringat membasahi kening bidadari tersebut, sementara tubuhnya seperti sulit digerakkan, napasnya pun ngos-ngosan.

Tanpa menunggu lama, Li Jing segera melangkah menghampiri, lalu dengan terpaksa menyentuh pundak Larasati. 

"Hei, kau tak apa?" tanyanya, meski tidak ada respons. 

"Larasati!" bentaknya.

Seketika, Larasati membuka mata, dia terlonjak dari tidur hingga wajahnya mendekat cepat ke wajah Li Jing, hampir saja menciumnya jika pria itu tidak memundurkan diri. 

Sejenak keduanya hanya terdiam dan saling menatap. Li Jing tak mengerti apa yang terjadi, juga merasa tidak nyaman dengan posisi saat ini. 

Larasati sadar diri dan segera mundur untuk menjaga jarak aman seraya mengelap keringat di kening dengan sebelah tangan. Napasnya masih sangat kacau, begitu juga detak jantungnya. Namun, dia berusaha untuk tetap tenang. 

"Kau baik-baik saja?" tanya Li Jing, yang masih memperhatikan sejak tadi. 

"Ya, aku hanya bermimpi buruk," jawab Larasati. 

Li Jing tersenyum sinis mentertawai. "Apa kau takut?" 

Larasati hanya terdiam. Dari mimik wajahnya terlihat jelas bahwa dia memang sedang dalam masalah. 

Tak ada lagi yang perlu dikhawatirkan, Li Jing segera berbalik dan melangkah pergi. Saat pria itu sudah tak terlihat mata, Larasati menggerakkan sebelah tangan. Bagai sihir seketika lampu ruangan menyala disulapnya. Bidadari tersebut merangsekkan diri ke sofa dan termenung memikirkan apa yang baru saja dia alami.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sang Dewi   Bab 102 : Tamat

    Kembalinya sang Atmajaya Wimala ke Agnicaya dengan membawa Shima Dahyang cukup mengejutkan para dewa, tak terkecuali Randita. Bagaimana tidak, Mandala mengumumkan jika dia akan menikahi Dewi Agung dari Candracaya tersebut sesuai tanggal yang telah ditentukan, padahal mereka berdua tak pernah terlihat menjalin hubungan. Kekecewaan seketika tersirat dari mata Randita yang berdiri di antara para bidadari. Selain luka karena patah hati, dia juga tak menyangka bahwa Hastapati, ayahnya, berada di belakang Mandala dan Shima Dahyang untuk memberi dukungan penuh. Randita benar-benar tak bisa menahan air matanya agar tak terjatuh sehingga lekas berbalik. Masalah kehadiran Rara Kinasih masih tak bisa dia terima, kini sudah bertambah kenyataan pahit lagi. Kini, langkah wanita itu makin berat oleh beban kebencian dalam hati. Hanya Shima Dahyanglah satu-satunya yang menyadari ekspresi wajah Randita. Meski demikian, sang Dewi Agung tetap menebar senyum pada semua para makhluk abadi langit di aul

  • Sang Dewi   Bab 101: Keputusan Sepihak

    Pagi itu, Shima Dahyang keluar dari kediaman dan langsung disuguhkan dengan pemandangan sang Atmajaya Wimala yang sedang mengelus-elus tubuh harimau putih di bawah pohon cempaka. Meski semula masih merasa canggung, wanita yang mengenakan kemban berwarna gading serta bawahan sutra bermotif batik tersebut mengayunkan tungkai menghampiri mereka berdua."Lukamu sudah baik-baik saja?" tanyanya.Mandala yang tak bergeming tersenyum menyikapi. "Menyerap sebagian intisari dari dewi berusia ribuan tahun, membuatku merasa lebih bugar," jawabnya.Embusan napas lelah keluar dari hidung Shima Dahyang. "Kau tak pernah berubah, entah sebagai Atmajaya Wimala atau Jaka Lelana selalu mempermainkanku.""Aku tidak bermaksud mempermainkamu," sahut sang Dewa. "Situasilah yang membuatku terpaksa melakukan semua.""Apa ini sebuah penjelasan?" Sebelah alis Shima Dahyang meninggi.Mandala sendiri segera berdiri, kemudian berbalik untuk menatap lawan bicaranya itu. Tentu saja, dia tahu bahwa Shima Dahyang menye

  • Sang Dewi   Bab 100: Penyembuhan

    Pada waktu Shima Dahyang masih sibuk membicarakan sesuatu dengan Randita, Rara Kinasih palsu memijakkan kaki di kediaman Dewi Agung yang masih berada di sekitar Taman Arutala. Pemandangan tirai-tirai berwarna merah jambu yang berkibaran tertiup angin menyambut sang Atmajaya Wimala. Beberapa aksesori bebatuan kristal berbentuk padma serta perabotan dari emas putih juga menghiasi ruangan tersebut. Walau begitu perhatian Mandala hanya terfokus pada cermin ukir di atas meja. Tanpa menunggu lagi, dia pun memegang gagang benda pusaka itu untuk melihat bayangan diri sendiri. Seketika cermin mengeluarkan cahaya silau, lantas menampilkan wujud sepasang kekasih dari alam berbeda yang memiliki paras serupa dengan Mandala dan Shima Dahyang. Pria di cermin memeluk wanita yang tengah terluka parah penuh sayatan, seakan-akan menegaskan bahwa cinta mereka tak terpisahkan hingga akhir. Namun, sayang sebelum semua menjadi lebih jelas, terdengar langkah kaki Shima Dahyang memasuki ruangan sehingga Ra

  • Sang Dewi   Bab 99: Penyamaran

    Atas undangan Shima Dahyang, Rara Kinasih datang ke Candracaya. Dia langsung diarahkan memasuki Taman Arutala oleh Sekar Langit, meski selanjutnya harus berjalan sendiri untuk menemui sang Dewi Agung. Sebelumnya, putri dari istri pertama Hastapati tersebut telah mengantongi informasi seputar si adik yang tinggal di sana sebagai pelayan, bahkan pada kesempatan kali ini, dia berharap bertemu Rara Kinasih guna memberi pelajaran karena telah berani naik ke kayangan. Benar saja, Randita berpapasan dengan sesosok peri yang membawa nampan berisi daging mentah sewaktu melewati pohon bunga cempaka putih. Tanpa basa-basi, lantas bidadari bergaun biru tersebut menarik lengan kanan wanita dari arah berlawanan sampai-sampai berbalik menatap dirinya, sementara nampan pelayan tersebut langsung jatuh ke tanah. "Rara Kinasih!" gerutunya, tetapi setelah diamati ternyata sosok di hadapan memiliki wajah berbeda dari si adik. "Kau bukan Rara Kinasih?" "Randita!" Demikian, sang Atmajaya Wimala ya

  • Sang Dewi   Bab 98: Memperhatikan

    Dua hari sudah sang Atmajaya Wimala tinggal di Candracaya dalam wujud Rara Kinasih, walau masih sulit mendapatkan kepercayaan Shima Dahyang, setidaknya kini dia selalu berada dekat dengan wanita yang telah membuat hatinya galau itu. Bagi Mandala, hal ini sudah cukup membuatnya merasa tenang daripada hanya berdiam diri di Taman Asmaradahana untuk menikmati kegelisahan. Karena semenjak kebangkitan Larasati, perasaan cinta kian hari justru kian menyiksa batin sehingga mau tak mau sang Dewa harus menghalalkan segala cara agar bisa bertemu. Layaknya pelayan, sore ini Rara Kinasih berjalan menghampiri Shima Dahyang yang sedang duduk sembari mengelus manja harimau putih di Taman Arutala. Tak lupa pria tersebut juga membawa cawan berisi ramuan, yang setelah bersimpuh, dia letakkan ke meja batu ukir. "Ternyata Sang Dewi sangat menyukai kucing besar," celetuknya. Keangkuhan terlihat jelas saat Shima Dahyang tersenyum menyikapi. "Kalau kau setia, aku juga akan menyukaimu." Sebab tak tahu har

  • Sang Dewi   Bab 97: Rara Kinasih

    Sesuai titah Shima Dahyang, Sekar Langit menemui sesosok peri, lalu bersama-sama mengantar Rara Kinasih menuju Taman Arutala. Di sana terdapat sebuah bangunan berornamen emas. Pun sesaat setelah mereka bertiga memasuki salah satu ruangan kamar di dalamnya, Sekar Langit berbalik untuk berhadapan dengan Rara Kinasih di belakang, sementara si peri segera undur diri. "Di sinilah Dewi akan tinggal," jelas wanita berambut panjang bergelombang itu. "Di sebelah, merupakan kamar milik Dewi Agung. Sang Dewi sangat membenci kebisingan, jadi mohon agar Anda selalu menjaga sikap." Senyum menghiasi wajah Rara Kinasih yang lantas mengangguk. "Saya mengerti." Akan tetapi, kemudian mata tajam Sekar Langit beralih fokus ke arah luar dari tirai. "Kumbang Lanang biasanya berkeliaran di sekitar sini," katanya. "Rara Dewi harus lebih berhati-hati karena mungkin dia akan agresif pada penghuni baru." "Tak perlu khawatir, saya bisa bisa melindungi diri sendiri," balas Rara Kinasih. Sekar Langit percaya

  • Sang Dewi   Bab 96: Menghapus Kenangan

    Sembari duduk pada sebuah batu kristal, Shima Dahyang mengelus puncak kepala harimau putih yang sedang menunjukkan sikap manja. Matanya begitu teduh ketika beralih memperhatikan sekitar, di mana banyak pantulan cahaya putih menembus Taman Arutala. Meski meski sekian lama tak dapat singgah untuk menenangkan diri seperti sekarang, dia seakan-akan tak merasakan adanya perubahan. Perlahan, sang Dewi Agung berdiri, lantas berjalan ke tengah-tengah sehingga bayangan dirinya tergambar jelas pada lantai sebening air. Pandangannya memang tertuju pada langit-langit, tetapi ingatannya menerawang ke masa-masa sulit kala hidup sebagai manusia fana. Kutukan raja asura berkepala kambing memang menjadi kenyataan, Shima Dahyang mengalami penderitaan sewaktu menjalani kehidupan Larasati yang jatuh cinta kepada Jaka Lelana, bahkan hingga berstatus abadi pun masih dipermainkan oleh sang Atmajaya Wimala. Itulah alasan mengapa wanita tersebut tak mengambil sikap setelah kembali menemukan kesejatian dir

  • Sang Dewi   Bab 95: Bangunnya Shima Dahyang

    Begitu menyakitkannya hidup yang Larasati alami, cinta telah membuatnya terluka hingga begitu dalam. Walau terpuruk, kali kini, dia sudah mengikhlas apa yang terjadi, bahkan berniat melepas segala keterikatan duniawi. Setiap langkah pada perbukitan terjal menuju puncak gunung kian pasti, hatinya mantap untuk menyerahkan semua masalah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tak ada takdir yang bisa ditolak, tetapi yoga brata bisa membawa siapa saja menuju kedamaian, meski harus lenyap dari semesta alam. Dari kejauhan, Li Jing menatap kepergian bidadari itu untuk selamanya. Memang berat jika dia harus melepas si sahabat, sayangnya Larasati kukuh pada pendirian sehingga pria tersebut tak mampu menghentikannya. Maylano demikian, anak itu sungguh tidak menginginkan nyonyanya pergi secepat ini. Namun, bagaimanapun dia mengerti bahwa penderitaan cinta Larasati begitu dalam, mau tak mau Maylano harus membiarkannya memutuskan jalan demi menemukan kebahagiaan. "Hei, bocah, pergilah denganku ke China, a

  • Sang Dewi   Bab 94: Memutuskan Segala Ikatan

    Seakan-akan seperti mengulang masa lalu, sang Atmajaya Wimala duduk di samping Larasati yang telah direbahkan pada kasur awan. Dengan kekuatan adikodrati, pria tersebut mengarahkan tangan kanan sehingga perlahan darah merah Sujatmika tertarik keluar melalui mulut Larasati, lantas melayang di udara. Namun, setelah membuangnya ke sembarang arah, Mandala justru terbatuk-batuk sampai percikan cairan berwarna putih melekat pada telapak tangannya. Selain menahan nyeri di dada, pandangan Mandala sedikit kabur, walau begitu tetap memutuskan berdiri dan melangkah pergi. Sesaat kemudian, Larasati membuka mata sampai-sampaiterkejut ketika menemukan diri sedang berada di Taman Asmaradahana. Bergegas bidadari itu beralih ke posisi duduk. Saat bola matanya bergerak memindai ke sekitar, dia melihat darah merah yang membekas pada lantai awan. Sejenak pikirannya dipenuhi tanda tanya tentang apa yang sebenarnya terjadi sewaktu diculik Sujatmika, sebelum mengalihkan perhatian dan malah menemukan berca

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status