Braaghk..! "Kagghh..!"
Robert Tanujaya tewas dengan kepala pecah membentur pojokkan dinding tajam di ruang kantornya sendiri. Akibat tendangan deras bertenaga dalam dari kakak sepupunya sendiri, David Tandinata. David Tandinata menyerang dan tak sengaja menewaskan sepupunya itu bukan tanpa alasan, karena ini berkaitan dengan kematian ayahnya Julian Tanuwijaya. Julian Tanuwijaya adalah owner dari 'Kharisma Group', sebuah perusahaan besar yang bergerak di bidang retail dan properti. Perkembangan bisnisnya bahkan merambah hingga ke seluruh kota-kota besar di negeri ini. Bisa dikatakan dia adalah salah seorang triliuner sukses di negeri ini. Namun 6 bulan yang lalu sebuah kecelakaan tragis menimpanya, hal yang mengakibatkan dirinya tewas seketika di jalan raya. Porsche macan hitam yang dikendarainya mengalami tabrakkan beruntun di jalan, tepat sebelum masuk ke jalan tol Cikampek. Mobilnya dihantam oleh sebuah truk berkecepatan tinggi di belakangnya, sedangkan di depannya adalah sebuah truk tanki pengangkut bensin yang sedang dalam perjalanan ke sebuah SPBU. Spontan mobil yang dikendarainya tergencet ringsek lalu terbakar, Julian Tanuwijaya bersama supir pribadinya tewas di tempat dalam kondisi hangus mengenaskan, bersama mobil yang dikendarainya. Berita ini sempat ramai dan panas menjadi pembicaraan di media, 'Kharisma Group'pun geger dengan kematian owner mereka. Adalah Samuel, adik ipar sang 'owner' yang menjadi orang nomor dua di 'Kharisma Group' berinisiatip mengadakan pertemuan besar, dalam tema membicarakan prospek 'Kharisma Group' ke depannya. Hal yang dirasa agak terlalu cepat dan aneh sebenarnya, di saat 'Kharisma Group' masih dalam masa berkabung. Dan Samuel Wijaya ini adalah ayah dari Robert Tanujaya. Adalah hal wajar David sebagai putra 'owner' berkunjung ke kantor cabang milik mendiang ayahnya, seperti halnya hari itu. David berniat berbincang dengan sepupu dekatnya itu mengenai bisnis mereka. Sebagai sarjana ekonomi manajemen jebolan Universitas Oxford. David memang sudah dipersiapkan oleh sang ayah, untuk menjadi obor penerus pimpinan 'Kharisma Group' di masa mendatang. Tidak itu saja, David bahkan menekuni bela diri K****u Wushu sejak dia kecil. Bela diri k****u begitu mendarah daging dalam jiwanya. Karenanya sebagai 'bibit' seorang pemimpin, David bukanlah pemimpin kaleng-kaleng. Selain smart di medan bisnis, dia juga 'tangguh' di medan pertarungan. David berjalan menuju ruang kantor pribadi Robert tanpa hambatan. Siapa pula karyawan yang berani menanyakan atau menegur pewaris 'Kharisma Group' itu, yang pastinya akan jatuh pada David selaku putra tunggal mendiang Julian Tanuwijaya. David baru saja membuka setengah pintu ruang kantor Robert, saat dia mendengar perbincangan yang sangat mengguncang emosi jiwanya. "Ayah. Bukankah misi yang Ayah bebankan padaku sudah 'clear' Robert selesaikan. Paman Julian sudah mati sekarang seperti keinginan Ayah, dan supir truk yang Robert suruh juga sudah di bereskan. Kini status Ayah akan naik di "Kharisma Group'. Robert menunggu 'hadiah' yang Ayah janjikan dulu," Robert berkata di ponselnya, sambil menatap pemandangan di luar jendela ruangannya. Posisi Robert di kursi saat itu membelakangi pintu masuk ke ruangannya, otomatis dia tak mengetahui jika setengah pintunya telah terbuka saat itu. Dan darah muda David pun menggelegak terbakar saat itu juga. Pekat sudah emosi dalam jiwanya 'mendengar pengakuan' jelas dari Robert yang masih sepupunya ini. Tenaga dalam yang di latihnya selama bertahun-tahun kini mengalir seketika menjalari tubuhnya, "Bangsat kau Robert..! Kenapa kau bunuh Ayahku..!! Hiyahhh...!!" Dan seperti terkisahkan di atas, Robert pun ambruk dengan tengkorak kepala retak berlumuran darah..! Inilah sebuah kejadian tentang David Tandinata, seorang keturunan bermarga Tan yang terjadi 3 bulan yang lalu. Sebuah kejadian yang akan mempertemukannya dengan seorang 'sahabat terbaik' di dalam penjara kelak! *** Di dalam penjara kota. Klang..! "Masuk..!" seru sang sipir membukakan pintu sel penjara, seraya menyuruh Bara masuk ke dalamnya. Bara pun masuk dengan wajah tenang tanpa keraguan ke dalamnya. Bara mendapati sel berukuran sekitar 2,5 m x 3 m itu sudah dihuni oleh 3 orang napi di dalamnya. Dirasakannya pandangan penuh 'intimidasi' dari ke 3 rekan satu selnya itu pada dirinya. Namun Bara tetap tenang dalam diamnya. "Hei kalian..! Ingat saling akurlah di situ dan jangan buat keributan..!" Klang..! Sang sipir sejenak mengingatkan mereka untuk tenang, lalu dia pun bergegas kembali ke posko jaganya di ujung blok D. Satu Blok terdiri dari 5 gang sel tahanan, setiap gangnya terdiri dari 30 sel dengan posisi 15 sel yang saling berhadapan sepanjang gang. Posisi gang sel tahanan Bara adalah di gang ke 5, atau gang terakhir. Gang yang merupakan sel tahanan para pembunuh kelas teri. Karena umumnya para napi di gang 5 hanya membunuh seorang korban saja. Oleh karenanya gang 5 di blok D kerap disebut sebagai Gang Teri, gang yang kerap mendapatkan penganiayaan dan pelecehan dari gang-gang di atasnya. Karena hanya ada 3 sebutan di blok D untuk gang-gangnya yaitu, 'Gang Kakap' untuk gang 1, 'Gang Tengah' untuk gang 2,3 dan 4. Dan 'Gang Teri' untuk gang 5, yang kebetulan Bara berada di dalamnya. Belum lama sang sipir meninggalkan sel mereka, ketiga napi yang tadinya seolah tak peduli kini mulai mendekat dan mengepung Bara, yang saat itu tengah duduk tenang di sudut sel. "Heh..! Apa kasusmu..?!" seru seorang yang tubuhnya terlihat paling kekar di antara ketiga napi itu. Pandangannya melotot tajam pada Bara. Nampak di bagian dadanya yang terbuka 3 kancing, menyembul tato kepala ular cobra hitam bermata merah. Bara menatap tenang dan sedikit tersenyum pada orang yang bertanya kasar padanya itu. Baginya biarpun rambut orang itu terdiri dari ribuan ular cobra sekalipun, hal itu tak akan cukup membuatnya gentar. "Aku membunuh demi kehormatan Ibuku," sahut Bara tenang. "Ahh..! Anak yang berbhakti rupanya. Hahahaaa..!" si kekar terbahak di ikuti oleh kedua rekannya yang berbadan kurus, dan seorang lagi yang bertubuh gempal. Bara hanya diam saja mendapat ucapan dan tawa yang bernada mengejek dari ke tiga orang ini, dia merasa malas menanggapi. Karenanya dia langsung membuka ranselnya yang sudah diperiksa oleh petugas penerima tahanan, sebelum akhirnya diperbolehkan di bawa masuk ke selnya. Bara seolah tak melihat ketiga rekan selnya yang masih mengelilingi dirinya. Bakhh..! "Hei..! Aku sedang bicara denganmu, bangsat..!" si kekar memukul dinding di sisi tubuh Bara, seraya berseru memperingatkan. "Sudahlah Jarot..! Hajar saja..! Kelamaan kau! Cemen..!!" terdengar teriakkan keras dari arah sel yang berhadapan dengan sel mereka. Sel yang hanya di pisahkan oleh jalan gang sel selebar 1,5 meter saja. Tampak seorang napi yang bertato batik di kedua pipinya, tengah berdiri sambil memegang jeruji selnya. Pandangannya tajam ke arah mereka, dialah Paul, penguasa para napi di Gang Teri itu. Seluruh napi penghuni Gang Teri tunduk padanya, dia memiliki kemampuan beladiri dan koneksi yang cukup kuat ke Gang Tengah. Tanpa aba-aba lagi, ketiga napi rekan satu sel Bara langsung mengayunkan pukulan tinju mereka bersamaan ke wajah dan tubuh Bara. Wushh..! Weshh..! Wshh..! Sethh..! Bara melenting bersalto secepat kilat dari posisi duduknya, dan mendarat ringan di belakang ke tiga sosok pengepungnya. Dakhh..! Dughh..! Deghh..! Ketiga pukulan itu terus melesat menghantam dinding sel dengan keras, akibat sosok Bara sudah tak berada lagi di tempatnya. "Argghhhs...! Adawhhhss..!!" spontan ketiganya berteriak keras kesakitan, akibat pukulan mereka menghantam dinding sel yang keras dan tebal. Tangan mereka bertiga terasa berdenyut-denyut panas, pedih, dan perlahan membengkak biru. "Hahhh..! Punya kemampuan..Taph..! Tak salah memang Bara menjuluki Brian sebagai sahabat tercepat setelah dirinya, dalam hal ilmu meringankan tubuh. Bara pun terselamatkan dan langsung di bawa oleh Brian, ke tempat agak jauh dari arena pertarungan. Para sahabat pun berlesatan cepat menghampiri Brian, untuk melihat kondisi Bara yang masih tak sadarkan diri. Gatot langsung menotok beberapa titik di tubuh Bara. Untuk mempercepat dan memperlancar sirkulasi darah dan energi di tubuh Bara. Akhirnya, para sahabat memutuskan untuk meninggalkan area pertarungan final malam itu. Mereka pun berniat kembali ke kediaman Joseph, yang saat itu masih setia menanti mereka. Tampak wajah Joseph pucat pasi dilanda ketakutan, akibat merasakan kondisi alam yang tadi bagaikan hendak kiamat. Namun rasa cemasnya atas keselamatan Bara cs, membuatnya tetap bertahan menanti di posisinya. Sungguh orang yang tabah dan setia kawan si Joseph ini. Dimas dan Leonard memutuskan ikut ke rumah Joseph, setelah mereka melihat kond
Lengkap sudah tiga elemen langit, es, dan bumi menyatu..! Dalam satu badai gelombang power raksasa di sekitar Bara.Semua orang yang berada di sekitar arena pertarungan itu, mereka langsung bergerak secepat mungkin. Untuk menjauh dari lokasi pertarungan, yang bagaikan sedang dilanda kiamat itu. Bahkan dua helikopter yang tersisa di udara, mereka hanya bisa mengambil gambar itu dari jarak yang sangat jauh. Tentu saja mereka bergidik ngeri, setelah melihat dua helikopter rekan mereka yang sudah menjadi bangkai. Tanpa ada satu pun penumpangnya yang bisa selamat. Dengan saling menguatkan tekat. Keempat sosok lawan Bara secara bersamaan bergerak, menyerang dan menerjang..! "Hiyaahh...!! Haaurmmsh.!! Hiyaathh..!! Huuppsh..!!" Keempat sosok itu serentak melesatkan pukulan andalan mereka ke arah Bara. BLANNGGGKSHHZTT...!!!! Sebuah gelombang besar bak bola energi raksasa pun melesat deras ke arah Bara. Gelombang energi yang tercipta dari 4 serangan lawannya tersebut, terdiri atas berb
"Tembak..!" seru Dimas, saat dia melihat para sniper penyelenggara mulai menarget ke arah Bara. Splazth..! Splatsh..! ... Splatzh..! Dengan serentak para sniper Pasukan Super Level segera melesatkan pelurunya. Clakh..! Clakhs..! Clapsh..! Claksh..! ... Clakgssh..! Dan seluruh sniper pihak penyelenggara pun terhentak tewas, dengan kepala berlubang.! Karena memang mereka sudah dalam target para sniper Pasukan Super Level sejak tadi. Seth..! Sethh..! Sethh..! Sang Jendral, Freedy, dan Pandu, yang melihat Hong Chen sudah bergerak menyerang Bara. Akhirnya mereka semua pun ikut melesat, hendak menyerang Bara. Para sahabat yang melesat juga telah bersiap dengan ilmu pamungkas mereka masing-masing. Ajian 'Sayap Pembelah Langit' disiapkan oleh Brian, ajian 'Tendangan Halilintar Semesta' disiapkan Sandi, Gatot siagakan 'Jari Singa Neraka'nya, dan David juga telah menyiapkan ilmu 'Tapak Budha Mengguncang Langit' miliknya. Seth..! Sett..! Dimas dan Leonard juga tak mau ketinggalan, mere
Langit bagai terbelah, saat menyambar sebuah kilatan halilintar bercahaya keemasan ke arah tangan Chen Sang yang teracung. Dan nampaklah kini, betapa tangan kanan Chen Sang di selimuti cahaya keemasan yang berkeredepan menyilaukan. Sebuah cambuk dengan 3 lidah petir berkilat-kilat, dengan mengeluarkan bunyi tegangan listrik yang mengerikkan di udara. Krrtzzh...! Krttzzkh..!! Krrttzzsk..!!Bara melirik ke arah timer, yang menunjukkan pertarungan sudah berada di menit ke 21. 'Hmm. Apa boleh buat, ini terpaksa', bathin Bara resah. "KALIAN SEMUA YANG DI BAWAH..! MENYINGKIRLAH LEBIH JAUH..!!" seru Bara memperingatkan, dengan lambaran tenaga dalamnya, pada semua orang yang berada di sekitar arena. Seketika semua orang di bawah pun bergerak menjauhi garis batas arena. Hati mereka semua sama berdebar. Ya, mereka semua sangat sadar, kiranya puncak pertarungan final telah tiba. Dan 'Pukulan Dua Naga' pamungkas Bara pun di siapkan tanpa ragu lagi. "Hyaarrghks...!!" Blaatzhs..!! Blaatzks
"Terimalah ini bedebah.!" Byaarshk..!! Chen Sang berseru keras, seraya kembali meledakkan energi dalam dirinya. Kini nampak sosoknya berubah di selubungi cahaya hitam pekat kemerahan. Inilah ilmu gabungan, antara power Naga Bumi dan ilmu 'Badai Bumi Neraka'..! Byaarshk..!!Bara juga meledakkan 'power' dalam dirinya. Seketika sosoknya berubah menjadi dua warna yang berbeda. Nampak sebagian sisik tubuhnya berwarna emas di kanannya, dan sisik putih cemerlang kebiruan di sebelah kirinya. Kedua matanya mencorong, dengan warna merah menyala dan biru berkilau. 'Ahh..! Penyelarasan dua Mustika Naga..!' seru bathin Chen Sang terkejut. Walau dia sudah mendengar dari gurunya, soal pemuda yang sanggup menyelaraskan dua power Mustika Naga ini. Namun tetap saja hatinya merasa tergetar. Melihat keindahan sekaligus kengerian 'power', di balik sosok Bara itu. Namun tentu saja Chen Sang juga sangat yakin, dengan 'power'nya sendiri. Segera Chen Sang menerapkan ilmu 'Badai Neraka Naga Bumi'nya.
Slaph..! Slaph..! Hampir bersamaan dan dengan kecepatan yang setara, Bara dan Chen Sang kini telah saling berhadapan di tengah arena pertarungan yang luas itu. Keduanya masih dalam posisi melayang tak menyentuh tanah. Keduanya nampak saling tatap dengan pandangan tajam, dalam jarak sekitar 15 meter. "Apakah kau yang membunuh kedua adik seperguruanku..?!" seru tajam Chen Sang. "Maaf, adik seperguruanmu yang mana..?" Bara balik bertanya tenang. Karena dia memang tak tahu, jika Cin Hai dan Han Jian adalah adik seperguruan dari Chen Sang. "Si Kipas Neraka dan si Naga Terbang..!" seru Chen sang geram bukan main, melihat ketenangan Bara. 'Seolah tak bersalah saja kau bangsat..!' seru hati Chen Sang murka. Nampak 4 buah helikopter dari pihak channel khusus telah terbang mengudara, di empat titik mereka dalam bentuk 'plus' di empat sisi arena. "Ohh..! Si Tukang Kipas dan si Pendek Kekar itu. Iya aku membunuhnya, karena mereka berbuat onar di negeriku," sahut Bara tersen