Entah kenapa tiba-tiba saja firasat Valentino mengatakan jika dokter tersebut sedang berada di rumah sakit yang pertama mereka datangi. Namun, kali ini Valentino tidak datang sebagai seorang Valentino Araya ataupun Calvin Miller. Dia yang kebetulan saja membawa perlengkapan kostum Aditya Putra segera mengganti bajunya dan juga merubah penampilannya secara total. Dia menyuruh sopirnya untuk menurunkannya sebelum sampai rumah sakit. "Pergilah! Jemput aku satu jam lagi di depan minimarket sebelah sana," ucap Valentino. Valentino langsung masuk ke dalam rumah sakit itu dan mendaftarkan dirinya untuk berkonsultasi dengan Dokter Elina Prada. Dan benar saja. Ketika dia menggunakan identitas Aditya Putra, dia langsung mendapatkan nomor antrean. Valentino masih tidak mempercayainya dan dia jadi berpikir apa yang membuat Dokter Elina yang sepertinya telah memberitahu staf rumah sakit agar tidak mengizinkan dirinya untuk bertemu dengan dokter itu. Tapi kenapa bisa begitu? Tidak mungkin Dokt
Valentino langsung menuju bagian administrasi di rumah sakit itu. "Mohon maaf Pak, tapi kami tidak bisa memberikan informasi apapun pada orang yang bukan berasal dari sanak saudaranya," ucap karyawan rumah sakit itu. Valentino terpaksa harus menggunakan identitas aslinya untuk bisa mendapatkan arsip itu. "Pak, saya adalah anak kandung dari Budi Araya. Saya Valentino Araya. Saya terpaksa harus menggunakan cara ini agar saya bisa menyelidiki kasus kematian ayah saya yang janggal. Ini identitas saya," ucap Valentino. Petugas itu pun terkejut, namun dia sadar jika pria yang ada di hadapannya itu tidak berbohong karena identitas dan wajahnya sama. Valentino merasa beruntung karena mendapatkan teman seperti Agusta karena dia bisa membuat kartu identitas palsu untuknya yang luar biasa mirip dengan yang asli. Valentino tidak memiliki kartu tanda penduduk di Indonesia jadi yang mengurus semuanya adalah Agusta. Petugas yang sudah percaya pada Valentino itu akhirnya pergi ke rak arsip dan
"Tentu saja tidak pernah. Saya baru beberapa bulan ini ke Indonesia. Saya juga baru pertama kali ke rumah ini," ucap Valentino sambil menatap ramah ke arah Sriani. Sriani mendesah kecewa. Dia kira dia telah melihat anak dari Budi Araya yang telah lama dia cari. Menurutnya tamu David itu benar-benar mirip dengan anak itu. Hanya postur tubuhnya saja yang sangat berbeda. Valentino dulu gemuk dan Calvin terlihat tinggi dan kurus. Tidak. Tidak. Bukan kurus tapi lebih tepat ke proposional. "Ah, begitu. Maaf saya kira tadi Anda adalah orang yang saya kenal dulu," ucap Sriani. "Tidak apa-apa, Bu," sahut Valentino. Valentino terpaksa mengatakan itu karena dia melihat siluet David Araya yang terpantul di kaca. Dia tidak tahu apakah David itu sedang mencurigai dirinya atau hanya sedang menguping pembicaraan. Tapi dia lebih baik mencari aman untuk tidak membuatnya curiga. David kemudian muncul dengan tiba-tiba dan langsung menatap kesal pada kepala pelaya
Barang-barang bagus? ulang Valentino dalam hati. Valentino sangat tertarik. Dia menebak jika barang yang dimaksud oleh David itu bukanlah barang legal yang dijual. Pasti barang yang dia maksud itu barang yang tidak pantas untuk diperjualbelikan. Dan karena rasa penasaran yang membuat dia semakin ingin mengetahui hal itu, Valentino memutuskan untuk mengikuti David ke tempat yang dia maksud itu. David dan Valentino menggunakan mobil mereka masing-masing. "Apa Anda yakin melakukan ini, Pak?" tanya Ruslan. "Iya. Bukankah ini kesempatan bagus untuk mengetahui lebih banyak tentang kamu suka dia? Saya yakin jika bisnis ini juga pasti tidak mungkin resmi," jawab Valentino. "Tidak resmi? Bagaimana bisa Anda berpikir seperti itu?" tanya Ruslan. "David tadi menyebut barang bagus. Barang bagus di sini sudah pasti barang yang bisa saja terlarang," jelas Valentino. "Dan lagi pula David menyebut tentang Club yang kita sedang tuju seka
Valentino masih susah untuk mempercayai apa yang sedang dilihatnya sekarang. Di kardus besar yang baru saja dibuka oleh David dan Bara terdapat sebuah wine yang cukup langka. Wine itu seharusnya tidak boleh diperjualbelikan di Indonesia. Pemerintah Indonesia bahkan telah mengeluarkan larangan keras untuk tidak memperjual belikan wine itu. Hal ini dikarenakan wine dengan merk VN12 tersebut mengandung senyawa yang berbahaya bagi kesehatan. Valentino sendiri sudah pernah mendengar juga tentang banyak sekali orang yang akhirnya seperti kecanduan keras terhadap minuman satu itu. Di tempatnya tinggal dulu, di Inggris dekrit pembatasan untuk konsumsi minuman yang berbahaya itu sudah dikeluarkan oleh pemerintah. Lalu bagaimana bisa saudara tirinya itu berurusan dengan hal seperti ini? Ini luar biasa berbahaya. "VN12. Bagaimana bisa Anda mendapatkan ini?" tanya Valentino pada Bara selaku yang menjalankan bisnis itu. Bara malah tersenyum pongah.
Seakan belum cukup semuanya. Valentino sedang diajak ke sebuah ruangan khusus untuk beberapa orang yang bisa membayar dana yang lebih besar. Ruangan itu cukup besar dan banyak sekali fasilitas mewah di dalamnya. Namun anehnya semua itu hanya terdiri dari sebuah kasur yang sangat besar dan juga sofa yang sangat mewah. Yang lebih mengagetkan lagi bagi Valentino, Valentino harus dipaksa untuk menodai matanya. Di depannya tampak beberapa gadis dengan pakaian minim yang sangat menggoda sedang tiduran di kasur Itu dan juga sebagian di sofa dengan tatapan yang menggoda. Bara dan David langsung saja menyerbu wanita-wanita itu dan melakukan sesuatu yang sangat menjijikkan di depan matanya. Dengan tidak tahu malunya, David meraba-raba para wanita itu dan yang lebih mencengangkan lagi Valentino harus melihat mereka itu bercinta. "Hei, apa gadis-gadis ini tidak ada yang sesuai dengan selera Anda?" tanya David. "Oh. Bukan begitu. Tapi saya baru saja melaku
Valentino untuk pertama kalinya masuk ke dalam sebuah Kasino. Seharusnya dia tidak perlu melakukan hal ini, tapi dia pun perlu untuk tahu jenis bisnis apa yang berada di sekitar David agar suatu saat jika dia membutuhkan keterangan ini, setidaknya ini akan membantunya. "Mau main?" tanya Stefan. "Tidak. Saya cukup jadi penonton saja," jawab Valentino. Stefan tak merespon ucapan Valentino dan dia malah langsung ikut dalam permainan itu. Di meja itu sudah terdapat beberapa orang yang tampak bersiap untuk ikut dalam judi itu. Stefan sedang membutuhkan suatu pelampiasan agar kemarahannya bisa mereda akibat wanita yang menjadi simpanannya itu hampir saja kabur dari cengkramannya. Valentino sendiri malah sedang mengamati ruangan itu yang benar-benar sangat ramai. "Sendiri saja?" tanya seorang wanita yang tampak berpakaian menggoda. Salah satu Lady Escort terbaik di kasino itu sedang menyapa Valentino. "Kalau sendiri, boleh say
"Apa!?" teriak Valentino dan Agusta secara kompak. David hampir saja terlonjak dari tempatnya karena kaget. "Bapak dari mana bisa memiliki pemikiran seperti itu?" tanya Valentino dengan rasa heran yang cukup tinggi. David malas sekali menanggapi karyawannya yang tidak penting itu. "Kalau bukan pacaran apa namanya? Kalian sering menghabiskan waktu berdua. Dan aku juga baru menyadari hal itu. Kalau bukan pacaran sekarang apa namanya? Teman? Tidak mungkin rasanya Agusta mau berteman dengan karyawan rendahan seperti kamu," ucap David. Valentino menahan dirinya agar tidak berbuat kasar. "Tapi kami itu..." "Iya, Pak. Kami memang berpacaran," jawab Agusta yang membuat Valentino melotot ke arahnya. "Dan saat ini kami mau berkencan jadi bolehkah kami pergi sekarang?" tanya Agusta. David kini merasa terkejut karena pengakuan yang dia dengar langsung dari Agusta. "Permisi, Pak." Agusta lalu menggandeng Vale