Share

Bab 263.

Penulis: BayS
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-17 18:32:20

Nadya segera beranjak turun dari ranjangnya, dan mengambil segelas air minum dari dispenser di kamarnya.

Glk, glek..!

Rasa segar memenuhi kerongkongannya, namun rasa resah dalam dirinya tak jua menghilang.

Ingin rasanya dia menelepon Elang saat itu juga. Namun sudah 2 minggu lebih ponselnya tak bisa menghubungi nomor Elang.

Karena operator selalu memberi pesan nomor Elang berada di luar jangkauan.

Ya, Nadya memang tak mengetahui keberadaan Elang di mana saat ini.

Nadya ingat terakhir kali dia menghubungi Elang, pada saat Elang berada di Bali.

Maka 'kecemasan luar biasa' kini melanda hati Nadya. Kecemasan akan keselamatan Elang. Pemuda yang sudah menjadi kekasih di hatinya.

Nadya merasa tak ingin tidur kembali. Dia hanya memanjatkan do'a dalam hatinya, berharap keselamatan selalu bersama kekasih hatinya itu, saat...

Tuttt. Tuuttt..!

Nadya yang masih terduduk di tepi ranjangnya bangkit, dan melangkah menuju ponselnya yang terletak di atas meja kamarnya.

'Siapa sih yang pagi-pa
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 417.

    'Waduhh, dia datang juga..!' seru kaget bathin ketiga pemuda baju merah itu. Maka semakin lemaslah tubuh mereka. Langit bagai gelap tanpa matahari, dihati mereka saat itu. "Saya guru di sini. Siapa kau anak muda?!" seru Ki Bangun Tapa, yang melihat Elang menunjuk ketiga muridnya. "Di-dia pemuda yang menghajar kami Guru," ucap gugup salah seorang murid padepokkan, yang babak belur itu. "A-apa..?!" sentak kaget dan marah Ki Bangun Tapa. Bagaimana pun juga sebagai guru, Ki Bangun Tapa merasa kurang senang dengan 'penanganan' Elang. Walau dia tahu perbuatan ketiga muridnya itu sungguh salah, dan mencemarkan nama padepokkannya. Tapi menghajar murid-muridnya..? Itu adalah perkara lain baginya. Karena dia berpendapat hanya dirinya, yang berhak menghajar sendiri murid-muridnya yang kurang ajar itu. "Saya Elang Ki. Maksud saya ke sini hendak membicarakan perilaku ketiga murid padepokkan ini," sahut Elang tenang dan sopan. Elang bisa merasakan energi yang cukup tinggi, dari guru besar

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 416.

    "Apakah Paman tak mau meminta ganti rugi, atas semua kerusakan ini pada mereka..?" tanya Elang heran. Sementara sang pelayan rumah makan terkesan hanya membiarkan, para pemuda begajulan itu pergi begitu saja. "Mana bisa begitu Tuan Pendekar. Mereka adalah murid-murid dari 'Padepokkan Awan Merah', dari lereng Malika yang terkenal. Kami juga cemas para senior-senior mereka akan datang ke sini tak lama lagi Tuan," sahut sang pemilik rumah makan. Rupanya dia datang menghampiri Elang dan pelayannya diam-diam. "Ohh begitu rupanya. Baiklah, kalau begitu terimalah ini Paman," ucap Elang seraya membuka kantung uangnya, dan memberikan dua keping emas pada pemilik rumah makan itu. "Wahh..! I-ini terlalu banyak Tuan!" seru sang pemilik rumah makan terkejut, melihat dua keping emas di tangannya. "Tak apa Paman. Anggap saja itu uang untuk bayar pesanan saya, dan mengganti kerusakkan di rumah makan ini. Jika lebih, jadikan saja modal untuk memperbesar dan memperlengkap rumah makan ini," ucap

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 415.

    "Hahahaa..! Pesanan yang sesuai dengan umurnya, karena sudah tak memiliki 'bumbu' kehidupan lagi..!" seru seorang pemuda berbaju merah terbahak mengejek sepuh itu. "Hahahaa..!!" dua temannya pun ikut terbahak keras, mendengar ejekkan teman mereka pada si orangtua itu. Namun si orangtua tetap tenang. Dia sama sekali tak menghiraukan ucapan brengsek, dari pemuda berbaju merah itu. 'Dasar para pemuda kurang ajar. !' maki Elang dalam hatinya, seraya terus menikmati pesanannya yang tinggal separuhnya itu. Tak lama masuklah dua wanita cantik ke dalam rumah makan itu. Aroma melati segera menguar di dalam rumah makan itu. Nampak kedua wanita cantik itu langsung duduk, di meja depan rumah makan itu. 'Ahh, kedua wanita semalam', bathin Elang, teringat pada kedua wanita cantik yang baru masuk itu. "Nahh..! Ini baru pemandangan indah..! Semoga harga mereka tak terlalu mahal..! Hahahaa..!" seru seorang, di antara tiga pemuda berbaju merah itu. "Cocok..!" seru kedua temannya. Nampak sekal

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 414.

    "Ahh! Itu pakaian kita!" Seth! Jadalpa berseru melihat pakaiannya teronggok di tepi jalan, dia pun segera melesat menyambar pakaiannya. Seth! Balongga ikut melesat menyusul temannya menyambar pakaiannya. "Larii..! Mereka mau mengamuk!" teriak anak-anak, yang sejak tadi bersorak mengiringi di belakang keduanya. Sontak mereka semua lari tunggang langgang, saat melihat dua serigala polos itu melesat. Balongga dan Jadalpa segera keluar dari desa tersebut, dengan wajah merah padam menahan rasa malu dan juga dendam pada Elang. Ya, setelah sadar. Rupanya mereka kini bisa mengingat kembali sosok Elang, dalam benak mereka. *** Padepokan Awan Merah berdiri megah di lereng bukit Malika, tak jauh dari desa Kemitir. Padepokan ini dipimpin oleh seorang tokoh sepuh bernama Ki Bangun Tapa, yang di dunia persilatan berjuluk 'Pendekar Walet Merah'. Setelah puluhan tahun malang melintang, di dunia persilatan tlatah Palapa. Akhirnya Ki Bangun Tapa pun mendirikan Padepokkan Awan Merah, di leren

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 413.

    Brugh..! Brughh..! Balongga dan Jadalpa yang sedang melesat ke arah Elang, keduanya tiba-tiba saja jatuh deras ke bumi. Golok mereka pun ikut terlepas dari tangan."Auunn..ngg..! ... Auunnkkk..!!"Dan keanehan pun terjadi, keduanya langsung mengaung layaknya serigala kelaparan. "BUKA BAJU KALIAN..! DAN MERANGKAKLAH SAMBIL MERAUNG KE DESA TERDEKAT..!" seru Elang lagi. Spontan mereka berdua langsung membuka baju, hingga tubuh mereka polos sepolos-polosnya. Namun mereka tetap meraung bak serigala. Lalu keduanya pun merangkak, sambil meraung dalam keadaan polos. Beriringan mereka merangkak menuju ke desa terdekat. "Auuunnggg..! ... Auuunnggg..!!" Elang hanya terkekeh dalam hati, melihat hasil perbuatannya pada dua lelaki kasar itu. Kedua begal itu memang lebih mirip begal hutan ketimbang pendekar. "Hahh..!! Hihihiii! ... Hihihii..!" Kedua wanita tersebut awalnya terkaget bukan kepalang, melihat kemampuan Elang. Lalu keduanya tertawa geli tak henti pada akhirnya. Saat melihat dua

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 412.

    Seth..! Seth..!Nampak kelebatan dua sosok bayangan melesat saling berkejaran, menuju ke arah tepi pantai Larungraga. Samar namun jelas, hidung Elang mengendus aroma bunga melati yang menguar, berasal dari salah satu sosok yang tadi berkelebat di bawah pohon. Agak lama Elang tercenung, dia sedang berpikir hendak mengikuti dua sosok itu atau tidak. Sesungguhnya Elang malas, untuk mencampuri urusan kedua sosok yang melesat dibawahnya tadi. Namun entah kenapa, dorongan hati membuat Elang akhirnya beranjak, dari posisinya bersandar di batang pohon itu. Slaph..! Elang pun melesat, menyusul ke arah dua sosok yang berkelebat tadi. Tiba dipinggiran hutan, yang tak jauh dari tepian sungai perbatasan itu. Elang menyaksikan suatu hal yang mengejutkan. Nampak olehnya kini dua sosok wanita muda, yang sedang duduk bersila di tepi pantai dalam keadaan tanpa busana. Posisi wanita yang sama-sama 'polos' itu saling berhadapan, dengan kedua tangan menyilang di depan dada. 'Ahh..! Model apa lagi i

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status