Share

Bab 320.

Author: BayS
last update Last Updated: 2025-04-30 15:51:52

"Hahh..?! Sungguh ajaib..! Benda itu bisa mengeluarkan cahaya dan gambar..!" seru sang Mahapatih, yang kembali menghampiri Elang. Dia kembali meminta ponsel di tangan Elang.

"Kemarikan 'benda' itu Patih Basutama..!" seru sang Prabu penasaran.

Basudewa segera menyerahkan benda itu pada sang Prabu. Walau sebenarnya dia juga masih penasaran, dengan benda bernama 'ponsel' itu.

"Elang mendekatlah. Beritahu dan jelaskan padaku cara kerja 'benda' ini," ucap sang Prabu, namun matanya tetap tak bergeming dari 'ponsel' yang digenggamnya.

"Baik Gusti Prabu," akhirnya Elang beranjak mendekat ke arah sang Prabu. Kali ini tak ada yang berani menghalanginya, karena memang atas perintah sang Prabu sendiri.

Elang pun menjelaskan fungsi 'ponsel' sebagai alat komunikasi jarak jauh di masanya, serta garis besar penggunannya. Walau terbatas hanya keterangan saja, karena memang tak ada jaringan di masa itu.

Namun Elang berhasil membuat sang Prabu dan seluruh orang, yang berada di istana saat itu terk
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rika Bohayy Bohayy99
penisirinnnnn jadinyaa kentangggg .........
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 410.

    "Tantranata. Kita adalah orang-orang yang sudah sepuh, dan tak lagi berminat muncul di dunia ramai. Namun mendengar tlatah Palapa akan menyerang Kalpataru, dengan mengerahkan seluruh pendekar tlatah Palapa tanpa kecuali. Itu benar-benar memprihatinkan. Apalagi sebenarnya tidak ada masalah dengan Tlatah Kalpataru. Mereka tak ada niatan akan menyerang Palapa. Namun Maharaja Kumbadewalah yang telah terpengaruh, oleh hasutan Resi Mahapala yang masih haus kekuasaan itu," sahut Resi Bargowo. "Kangmas Paminggir, bagaimana menurut Kangmas..? Maaf jika kami terpaksa mengundang Kangmas, yang sudah hampir 'sampai'. Sehingga Kangmas jadi ikut memikirkan kondisi dunia kependekaran, di tlatah Palapa ini," tanya Eyang Sepikul penuh hormat, pada Eyang Paminggir. Tokoh tertua sekaligus paling sepuh di antara mereka berempat. Tokoh tersepuh dan nampak paling berwibawa ini tersenyum tenang, menanggapi pertanyaan Eyang Sepikul. Dan hal yang mengejutkan dari sosok sepuh ini, adalah tubuhnya yang ka

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 409.

    "Enak saja..! Memangnya aku juru masak rumah makan. Hihihii..!" sanggah Prasti berlagak kesal, namun dengan hati berbunga-bunga."Masakanmu bahkan melebihi kenikmatan masakan juru masak istana, Prasti. Hehe," ucap Elang memuji seraya terkekeh. Sungguh dalam hati Elang mengakui, jika Prasti adalah gadis tercantik yang ditemuinya di masa silam ini. Andai dia belum menikah dengan Nadya di dunia sana. Dia pun merasa ragu, untuk bisa bersikap sebagai sahabat terhadap gadis jelita itu. "Baiklah Prasti. Aku pergi sekarang ya," ucap Elang akhirnya minta diri. "B-baik Mas Yoga. Jaga dirimu baik-baik di sana ya," ucap Prasti gugup. Wajahnya mendadak kembali sedih, walau tak sesedih sebelumnya. "Salam buat Eyang Wilapasara, dan jaga juga dirimu baik-baik ya," ucap Elang. Prasti hanya menganggukkan kepalanya, seraya matanya terus menatap Elang. Slaph..! Elang langsung lenyap, dengan kerahkan kecepatan pamungkas dari aji 'Pintas Bumi'nya. 'Luar biasa kau Mas Yoga. Semoga Hyang Widhi selal

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 408.

    'Sungguh beruntung aku bisa menjadi dirimu Elang..! Akan kunikmati semua wanita cantik yang dekat denganmu..! Hahahaa..!' bathin Surapati, tergelak penuh dendam dan kepuasan. "Ahhs..! Elang kau curang..!" seru Kedasih, seraya cepat memeluk Surapati. Agar tubuhnya tak bisa ditatap Elang, dengan lahap seperti itu. Dan terjadilah suatu hal yang terlarang bagi Kedasih untuk dilakukan. Di atas dipan kamarnya, yang beralaskan jerami tebal. Akhirnya Kedasih yang telah lama tak merasakan hangatnya 'olah asmara'. Dia harus menyerahkan pagar ayunya di terobos oleh Surapati, yang adalah Elang dalam benaknya. "Aduhh..! Pelan-pelan Elanngshh... Sudah lama sekali aku tak merasakan yang seperti ini.. Awhhks..!" erang Kedasih seraya mendesah. Tubuhnya bergetar antara rasa nikmat dan bersalah. Pada saat 'milik' Surapati yang keras dan gagah itu, menerobos dirinya. Ya, sejauh itu Kedasih masih sadar, bahwa apa yang dilakukannya bersama Elang adalah kesalahan. Namun sejak jaman dahulu kala. 'Seta

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 407.

    Surapati terus menatap kagum pada wajah jelita Kedasih. Tatapannya lalu turun ke bagian dada Kedasih, yang tercetak kencang dan jelas. Karena saat itu Kedasih hanya memakai pakaian rumahan, berupa selembar kain yang dilibatkan sebatas dada hingga ke betisnya. 'Wahh..! Sungguh wanita matang yang menggiurkan. Aku harus bisa mencicipinya', bathin Surapati bertekad. "Elang, kenapa kau menatapku seperti itu..? Apakah ada yang salah dengan penampilan bibi .?" tanya Kedasih. Agak jengah juga dia rupanya, merasakan tatapan kagum pemuda itu. Dan spontan timbul debar-debar dan hasrat aneh dalam diri Kedasih. Suatu hasrat yang seharusnya sudah tak ada, dalam usianya itu. "Mbak Kedasih cantik sekali," ucap Surapati dengan jujur. Dia menatap dengan penuh kekaguman dan hasrat, pada wanita dewasa itu. "Aih..! Anak muda sekarang pandai merayu ya. Ayo habiskan makanannya Elang, semoga masakan bibi cocok di lidah kamu," Kedasih tersentak kaget, mendengar ucapan jujur Surapati. Debar-debar dihati

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 406.

    "Baiklah Bapak. Elang akan mampir ke tempat Eyang Ranuwulung, sebelum melanjutkan perjalanan Elang. Semoga secepatnya Elang bisa kembali ke pulau Neraka ini, dengan membawa kabar baik," sahut Surapati tersenyum. Padahal dalam hatinya dia agak enggan, untuk menemui Ki Ranuwulung. Akhirnya dengan setengah terpaksa Surapati menuruti pesan Prabadewa, untuk sowan ke tempat Ki Ranuwulung di lereng Marapat. Dia berjalan terus menyusuri arah, yang telah ditunjukkan oleh Prabadewa dan Tantri. Hingga saat sore menjelang, dia telah tiba di sebuah lembah, yang terletak tak jauh dari tujuannya. Dan lembah itu ternyata berada di tepian Jurang Hampa..! Surapati terus menerabas jalur setapak, menuju ke arah lereng Marapat. Perutnya sungguh terasa penat dan lapar. Karena sejak berangkat hingga hampir saat itu, dia memang belum sempat singgah di kedai makan. Surapati ingin buru-buru sampai di kediaman Ki Ranuwulung, mampir sejenak, lalu pergi sebelum malam menjelang dari kediamannya. Itulah renc

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 405.

    "Suitthh..!!!" Tantri bersuit nyaring, dengan memasukkan telunjuk dan ibu jari ke mulutnya. Tak berapa lama kemudian. Dari rerimbunan semak di tepi danau, yang tak jauh dari tempat mereka berdiri. Spyarrsh..! Melesat turun sebuah sampan ke danau, sampan itu pun langsung menghampiri mereka. "Selamat datang Tuan Putri. Silahkan naik," ucap sang pendayung, yang berbaju kuning. Tantri dan Surapati pun masuk ke dalam sampan itu, lalu mereka pun melintasi danau itu menuju ke Pulau Neraka. Tak berapa lama kemudian, sampan itu sudah menepi di pinggir Pulau Neraka. Terdapat sebuah gapura, dengan jalur yang diapit oleh dua buah tebing di kiri kanannya. Bagai sebuah jalan lorong tanpa atap. Tantri memandu Surapati, dengan memberitahukan rahasia tanda batuan putih, yang harus mereka pijak. Untuk sampai pada istana atau kediaman Tantri tanpa kendala. "Luar biasa Tantri, sungguh tingkat keamanan yang hebat. Tak sembarang orang bisa sampai ke kediamanmu," ucap Surapati kagum. Selama perjalan

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 404.

    "Elang Prayoga, Prasti! Silahkan kalian duduklah di kursi kehormatan tamu istana ini," sang Raja akhirnya mengantarkan sendiri Elang dan Prasti, duduk di kursi kehormatan. Hatinya sungguh diliputi rasa bersalah, karena telah berlaku kurang hormat terhadap dua orang muda itu. Walaupun sebenarnya sang Raja tak bisa disalahkan, karena ketidaktahuannya itu. "Terimakasih Paduka Raja. Hamba rasa paduka Raja tak perlu terlalu sungkan pada kami," ucap Elang, yang juga menjadi rikuh dengan kejadian itu. "Tidak Elang. Kau adalah tamu kehormatan kerajaan, sejak saat ini juga. Dan soal masalah Juru Judi itu, aku telah putuskan untuk memenjarakan mereka..! Kita akan memprosesnya, sesuai hukuman yang berlaku dikerajaan ini. Terimakasih atas laporanmu Elang," sahut sang Raja, menyatakan putusannya saat itu juga, soal kasus juru judi Suseno itu. Tak lama kemudian, datanglah sang Patih bersama pemilik Rumah Judi serta 10 orang pengunjung rumah judi. Mereka akan dijadikan saksi, dalam kasus juru j

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 403.

    "Hmm, Prayoga. Apakah kau sadar, jika membuat tuduhan tanpa bukti bisa mengakibatkan kau dihukum berat?" tanya sang Raja penuh wibawa. "Hamba paham paduka Raja. Dan hamba siap menghadirkan saksi, jika memang itu dibutuhkan dalam masalah ini Paduka Raja," sahut Elang mantap. "Baik Prayoga. Siapakah kiranya yang akan kau ajukan sebagai saksi, dalam masalah ini?" tanya sang Raja. Sepasang matanya menatap tajam ke arah Elang. Ada rasa kagum yang mulai merayapi hatinya, terhadap keberanian pemuda itu. "Pemilik Rumah Judi dan semua pengunjung di rumah judi itu. Mereka semua bisa menjadi saksi atas masalah ini, Paduka Raja," sahut Elang mantap. "Baik. Patih Narotama..! Segera bawa pemilik Rumah Judi dan 10 orang, yang sedang berada di sana ke Pendopo ini!" titah sang Raja pada patihnya. "Siap Yang Mulia..!" sahut sang Patih. Segera dia beranjak keluar dari pendopo istana. Patih Narotama lalu memerintahkan seorang Senopatinya, untuk melakukan perintah sang Raja. Namun diam-diam, ada s

  • Sang PENEMBUS Batas   Bab 402.

    "Gusti Putri hendak keluar istana..!" terdengar seruan kepala pengawal, yang berada di barisan terdepan mengawal kereta kencana kerajaan. Nampak seorang putri jelita berada di atas kereta kencana itu. Aura keanggunan dan wibawa, nampak memancar dari putri jelita tersebut. "Siap..!" seru salah seorang prajurit, yang tengah mengepung Elang. Seketika keempat prajurit penjaga gerbang itu bergerak, membukakan pintu gerbang istana. Nampak kepala keempat prajurit itu menunduk hormat, saat kereta kencana sang putri jelita melewati pintu gerbang. "Hei..! Prajurit..! Tubuh siapa ini menghalangi jalan kereta kencana Gusti Putri..?!" seru sang kepala pengawal marah. Tangannya menunjuk ke arah dua kelompok orang, yang diikat dan tergeletak begitu saja di tengah jalan. "A-ampun Tuan Putri. Mereka adalah penjahat kerajaan, yang hendak hamba laporkan pada Raja," sahut Elang cepat. Mendahului menjawab seruan sang kepala pengawal itu. Elang pun anggukkan kepalanya, memberi hormat pada putri jeli

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status